Melalui AI, Brighton Tumbangkan Kuasa Uang
Brighton & Hove Albion adalah pionir penggunaan AI di dunia sepak bola. Mereka mengubah pendekatan tradisional untuk menilai calon pemain baru.

Pemain Brighton & Hove Albion melakukan pemanasan sebelum pertandingan Liga Inggris antara Brighton & Hove Albion dan Newcastle United di Stadion American Express Community, Brighton, Inggris, Sabtu (2/9/2023).
Apa yang membedakan antara Brighton & Hove Albion dan Chelsea dalam satu tahun terakhir? Satu tim menjadikan uang sebagai ”raja” dalam mengambil keputusan di jendela transfer, sedangkan tim lainnya sangat mengandalkan kecerdasan buatan atau artificial inteligence untuk mengincar pemain-pemain baru.
Sudah dapat ditebak, Chelsea adalah klub yang sangat jorjoran mengeluarkan uang. Sejak mengambil alih saham mayoritas dari Roman Abramovic, Juni 2022, Todd Boehly telah mengeluarkan dana lebih dari 1 miliar pounds atau Rp 19,2 triliun untuk mendatangkan 31 pemain untuk ”Si Biru”.
Sementara itu, Brighton hanya mengeluarkan biaya transfer akumulasi sebesar 497,06 juta euro (Rp 8,15 triliun) selama tujuh musim berpartisipasi di Premier League, kasta tertinggi kompetisi di Inggris. Di sisi lain, ”Burung Camar”, julukan Brighton, juga mencatatkan pendapatan meningkat dari bisnis penjualan pemain di setiap musimnya.
Baca Juga: Festival Rekor Gol Tiga Striker Tajam Liga Inggris
Mereka telah mengoleksi pundi-pundi uang sebesar 447,92 juta euro (Rp 7,34 triliun) dari melepas pemain ke tim lain. Pemasukan terbesar dari bursa transfer tercipta pada musim panas 2023 ini dengan nilai 190,2 juta euro (Rp 3,12 triliun).
Meskipun pengeluaran sangat timpang, Brighton memiliki rapor lebih baik dibandingkan Chelsea. Itu terlihat di musim 2022-2023 ketika Brighton untuk pertama kali menembus zona Liga Europa di peringkat keenam, sedangkan Chelsea terdampar di posisi ke-12.

Penyerang Brighton & Hove Albion, Evan Ferguson, berebut bola dengan bek Newcastle United Jamaal Lascelles saat pertandingan Liga Inggris antara Brighton & Hove Albion dan Newcastle United di Stadion American Express Community, Brighton, Inggris, Sabtu (2/9/2023).
Di awal musim ini, Brighton juga menjadi salah satu dari enam tim yang telah mengemas tiga kemenangan di empat laga awal. Adapun ”Si Biru” memasuki jeda internasional dengan duduk di peringkat ke-12 karena baru mendapatkan empat poin dari sekali menang dan satu imbang.
Strategi transfer yang efektif untuk meningkatkan prestasi Brighton itu dijalani dengan penerapan teknologi termutakhir. Berbeda dengan mayoritas tim-tim yang masih menggunakan cara tradisional untuk mencari bakat pemain dengan pemandu (scout) yang mesti memantau langsung pemain incaran, manajemen Burung Camar mengumpulkan ribuan data pemain yang mereka koleksi melalui aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI).
Aplikasi itu bernama Starlizard yang digagas dan dikembangkan pemilik Brighton, Tony Bloom, sejak 2006. Sejak awal berdiri pada 17 tahun silam, Starlizard adalah perusahaan yang fokus untuk menyediakan analisis data untuk membantu orang-orang menentukan pilihan dalam bertaruh di rumah judi, baik itu untuk pertandingan olahraga maupun permainan poker.
Baca Juga: Situasi Serba Sukar Newcastle United
Bloom, yang merupakan sarjana Jurusan Matematika Universitas Manchester, menggunakan kepiawaiannya dalam dunia menghitung dan memahami rumus untuk mengembangkan aplikasi yang mendukung aktivitasnya sebagai pemain poker dan penjudi olahraga. Dalam perkembangannya, ia pun membuat Starlizard sebagai pionir AI dalam olahraga.
Berdasarkan laporan The Sun, Bloom melalui Starlizard telah menggunakan penilaian statistik mahir, seperti expected goals (xG) yang baru menjamur dalam tiga tahun terakhir, sejak awal 2010-an. Penilaian itu ia gunakan untuk menaikkan derajat Brighton dari klub Liga Satu, kasta ketiga Inggris, menjadi tim papan tengah dan pesaing zona Eropa Premier League.

Gelandang Brighton & Hove Albion Kaoru Mitoma (kanan) mengontrol bola melewati bek Newcastle United Kieran Trippier saat pertandingan Liga Inggris antara Brighton & Hove Albion dan Newcastle United di Stadion American Express Community, Brighton, Inggris, Sabtu (2/9/2023)
Melalui Starlizard, Brighton mengumpulkan data-data penting pemain di seluruh dunia yang sesuai dengan filosofi bermain tim, misalnya kemampuan operan, efektivitas pemanfaatan peluang, hingga perhitungan peluang cedera pemain. Itu menjadi alasan Brighton bisa mendapatkan pemain-pemain berbakat yang luput dari perhatian tim-tim besar Inggris, misalnya Alexis Mac Allister, Leandro Trossard, Moises Caicedo, Kaoru Mitoma, dan Evan Ferguson.
Brighton pun tidak khawatir kehilangan pemain penting musim lalu, seperti Mac Allister, Caicedo, dan Robert Sanchez, di musim panas ini. Mereka mendapatkan pengganti yang sepadan dengan harga jauh lebih murah, seperti Mahmoud Dahoud, Carlos Baleba, dan Bart Verbruggen.
Kami memiliki cara untuk menginterogasi data dan menjadi itu sebagai bahan untuk mengambil keputusan.
”Kami memiliki cara untuk menginterogasi data dan menjadi itu sebagai bahan untuk mengambil keputusan,” ujar CEO Brighton Paul Barber kepada The Telegraph dalam artikel, Januari 2023.
Dalam melakukan pembelian pemain, data-data yang dihimpun Starlizard kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori pemain. Pertama, pemain yang dibeli untuk masa kini. Kedua, pemain yang berguna untuk masa kini dan masa depan. Ketiga, pemain untuk masa depan.
Baca Juga: Kans Arsenal dan Brighton Menekan Manchester City
Mac Allister dan Mitoma adalah pemain yang masuk kategori ketiga ketika didatangkan Burung Camar. Ketika tiba dari Argentinos Juniors, Mac Allister sempat dipinjamkan selama semusim ke Boca Juniors, lalu Mitoma yang didapatkan dari Kawasaki Frontale dititipkan terlebih dahulu ke klub Bloom lainnya, Royale Union Saint Gilloise, di Belgia.

Penyerang Brighton & Hove Albion Evan Ferguson melakukan selebrasi bersama rekan setimnya setelah pertandingan Liga Inggris antara Brighton & Hove Albion dan Newcastle United di Stadion American Express Community, Brighton, Inggris, Sabtu (2/9/2023).
Adapun dua pemain dari Amerika Selatan, Facundo Buonanotte dan Julio Enciso, masuk dalam pemain kategori kedua. Pemain yang telah berusia lebih dari 25 tahun, seperti Dahoud dan James Milner, dianggap dalam pemain kategori pertama.
Selain menetukan kategori, Brighton juga menggunakan penanda di bank data pemain yang dikumpulkan serupa dengan warna lampu lalu lintas. Hijau berarti sangat cocok dengan gaya bermain klub, kuning bagi pemain yang mendekati kriteria, serta merah untuk pemain yang perlu lebih cermat dimonitor.
Pemandu manusia
Meskipun menjadikan data sebagai penilaian primer pemain, Brighton tetap mengontrak pemandu bakat profesional. Namun, mereka tidak merekrut pemandu bakat untuk disebar ke seluruh belahan dunia guna mencari informasi dan memantau langsung pemain.
Baca Juga: Caicedo Dulu Tak Punya Sepatu, Kini Termahal di Liga Inggris
Brighton justru melakukan inovasi sebagai tim yang menggunakan pemandu bakat untuk fokus mengamati posisi tertentu. Jadi, alih-alih pemandu bakat untuk wilayah Eropa atau Asia, Brighton menerapkan pemandu bakat khusus kiper, bek tengah, bek sayap, gelandang, penyerang sayap, dan penyerang tengah.
John Doolan, misalnya, dikontrak sebagai manajer pemandu bakat penyerang tengah. Sebelumnya, ia adalah kepala pemandu bakat wilayah Britania Raya untuk Everton selama 10 tahun.

Ekspresi Manajer Brighton & Hove Albion Roberto De Zerbi saat pertandingan Liga Inggris antara Brighton & Hove Albion dan Newcastle United di Stadion American Express Community, Brighton, Inggris, Sabtu (2/9/2023).
Manajer Brighton Roberto De Zerbi mengakui dirinya mendapatkan ilmu baru selama setengah tahun berada di Brighton. Meskipun dikenal memiliki penciuman tajam untuk pemain-pemain muda ketika menangani Sassuolo dan Shaktar Donetsk, De Zerbi menganggap penggunaan AI di Brighton sangat membantu dirinya untuk menilai calon pemain baru.
Baca Juga: ”Burung Camar” Brighton Menjaga Asa Terbang ke Eropa
”Di klub saya sebelumnya, tim (pemandu bakat) saya memberikan nama-nama pemain dan saya mempelajari pemain itu hanya menggunakan rekaman video, tanpa data. Sekarang saya sudah mulai berbiasa menggunakan algoritma untuk menemukan pemain baru di bursa transfer,” kata De Zerbi kepada The Athletic.
Melalui Starlizard, yang hanya memiliki sekitar 160 karyawan, Brighton telah lebih dulu masuk ke dalam era masa depan dalam dunia sepak bola. Jika tampil konsisten dan berprestasi di Eropa, itu akan membantu Burung Camar jauh lebih makmur secara finansial. Dengan perpaduan AI dan uang yang lebih banyak, Brighton berpotensi besar menjadi raksasa baru di Inggris.