Latvia masih menjaga spirit pantang menyerah sebelum bel panjang berbunyi di Piala Dunia FIBA. Namun, peruntungan sang ”kuda hitam” sudah habis di Manila. Mereka dibekap Jerman.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANILA, RABU - Perjalanan sensasional tim debutan, Latvia, menemui jalan buntu di Stadion Mall of Asia Arena, Manila, Filipina, pada Rabu (6/9/2023). Davis Bertans dan rekan-rekan telah memberikan segalanya di perempat final Piala Dunia FIBA 2023, tetapi belum cukup menghentikan kesempurnaan tim unggulan, Jerman.
Nasib Latvia bisa saja berbalik seandainya tembakan tiga angka Bertans masuk di pengujung laga itu. Bertans sedang ”wangi”, mencetak 4 dari 5 lemparan tiga angka di paruh pertama. Maka, forward NBA itu percaya diri menembak dari jauh saat waktu tersisa 2 detik dan timnya tertinggal 2 poin.
Namun, Bertans hanya bisa menutupi wajahnya dengan jersei. Tembakannya meleset. Salah satu pemain yang paling berjasa menjaga asa Latvia dengan sumbangan 20 poin itu justru menjadi penutup perjalanan timnya. Itulah akhir dari dongeng tim peringkat ke-29 dunia tersebut. Langkah mereka terhenti di delapan besar setelah dibekap Jerman, 79-81.
”Yang bisa saya katakan pada tim ini adalah saya bangga karena kami bertarung dengan hebat di setiap laga. Sayang, kami tidak bisa mengakhiri dengan sempurna. Tetapi, tujuan kami untuk memberikan segalanya sudah tercapai,” ucap Bertans, satu-satunya pemain NBA di skuad Latvia.
Latvia memang tereliminasi, tetapi mereka tetap juara di hati para pecinta basket. Tim asuhan pelatih Luca Banchi itu datang dengan segala keterbatasan, mulai dari banyaknya pemain inti yang cedera hingga minimnya pengalaman. Namun, tim dari negara berpenduduk 2 juta jiwa itu justru bisa berbicara banyak dengan mempertontonkan permainan cepat nan indah.
Puncaknya, Latvia menumbangkan dua tim raksasa dalam perjalanan ke perempat final, yaitu Spanyol dan Perancis. Perjalanan seperti kisah Cinderella itu begitu menginspirasi. Belum lagi, mereka selalu ditemani ribuan pendukung fanatik yang datang jauh-jauh dari Latvia. Mereka pun menjadi primadona baru di basket.
”Pasti ada kekecewaan besar,” kata Banchi dalam konferensi pers. ”Tetapi, kami tidak kehilangan visi untuk tujuan jangka panjang. Kami berhasil menunjukkan identitas tim ini, dari Jakarta sampai Manila, bergabung dengan tujuh tim terbaik lainnya. Mereka (Jerman) sangat kuat dan besar. Bisa bersaing saja sudah membuat saya bahagia,” ujarnya.
Di semifinal, Jerman akan menantang tim unggulan teratas, Amerika Serikat. Namun, Jerman tidak gentar karena mereka adalah satu-satunya tim yang belum terkalahkan di Piala Dunia 2023.
Jerman, tim peringkat ke-11 dunia, tidak belajar dari kejatuhan Spanyol dan Perancis di Stadion Indonesia Arena, Jakarta. Dua tim raksasa itu ditumbangkan Latvia di babak sebelumnya karena lengah saat sudah unggul jauh. Dennis Schroder dan rekan-rekan sempat unggul 14 poin, 74-60, di pertengahan kuarter keempat.
Tiba-tiba, Latvia menunjukkan ciri khasnya sebagai tim pencipta hujan tiga angka. Forward Rolands Smits dan guard Arturs Zagars menginspirasi hujan itu. Saat kedudukan terpaut 5 poin di 2 menit terakhir, Zagars mengambil-alih. Guard yang menyumbang 24 poin dan 8 asis itu membuat Latvia hanya tertinggal satu bola.
Meskipun begitu, selain ketidakberuntungan Latvia, Jerman terlalu sempurna. Mereka sangat rapi saat bertahan, agresif di dekat keranjang lawan, dan punya banyak senjata dari bangku cadangan. Faktor kemenangan terbesar Jerman bisa dilihat dalam penguasaan bola saat unggul 79-77.
Schroder gagal mengeksekusi tembakan di area dalam. Akan tetapi, sudah ada center Daniel Theis yang memenangkan rebound. Penguasaan bola itu berujung tembakan bebas untuk Theis setelah dilanggar pemain Latvia. Jerman menikmati keunggulan rebound itu sepanjang laga di pertahanan lawan.
Jerman unggul postur
Jerman unggul telak, 14-8, dalam offensive rebound. Mereka mencetak 20 poin dalam kesempatan kedua penguasaan bola. Jerman mengambil keuntungan dari Latvia yang bermain dengan sistem ”bola kecil” atau tanpa center murni. Selain unggul postur, para pemain Jerman juga agresif mencari bola liar ke area dalam lawan.
Pelatih Jerman Gordie Herbert mengapresiasi perjuangan tim lawan yang tidak disangka bisa lolos dari babak grup. ”Dua bulan lalu, tidak ada satu pun yang akan menyebut nama mereka ketika ditanya tentang tim-tim terbaik di Eropa. Padahal, mereka kehilangan banyak pemain di turnamen ini. Tim mereka hebat, dilatih dengan sangat baik. Harus diakui, kami menang dengan cara yang tidak indah,” kata Herbert.
Materi skuad Jerman lebih merata dengan empat pemain NBA. Schroder sedang ”bau”. Mesin skor utama tim itu hanya menyumbang 9 poin dari 26 tembakan setelah gagal memasukkan satu poin pun di paruh pertama. Namun, mereka punya barisan pemain cadangan yang menyumbang 44 poin, jauh ketimbang tim pelapis Latvia dengan sumbangan 6 poin.
Bintang muda NBA, Franz Wagner (22), sembuh dari cedera tepat waktu. Dia akhirnya kembali bermain setelah terakhir kali tampil pada laga pertama Piala Dunia. Franz (16 poin, 8 rebound) dan kakaknya, Moritz (12 poin), bisa memberikan percikan setiap masuk dari bangku cadangan Jerman.
Pertahanan Jerman juga mampu membatasi rotasi bola dan pergerakan dinamis nan cepat para pemain Latvia. Para pemain Jerman tidak gegabah melanggar lawan. Latvia pun hanya mendapat 10 kali tembakan bebas. Di lain pihak, Latvia memberikan 19 tembakan bebas karena kesulitan meredam pemain raksasa Jerman.
Di semifinal, Jerman akan menantang tim unggulan teratas, Amerika Serikat. Namun, Jerman tidak gentar karena mereka adalah satu-satunya tim yang belum terkalahkan di Piala Dunia 2023. Adapun AS sudah kalah sekali saat bertemu Lithuania di babak kedua.