Tim Perancis Tenggelam Ditelan Ekspektasi
Kekecewaan terbesar di Piala Dunia datang dari Grup H. Perancis yang membawa target juara disingkirkan oleh tim debutan, Latvia.
JAKARTA, KOMPAS – Tim unggulan, Perancis, dipastikan tersingkir pada “pagi buta” di Piala Dunia FIBA 2023. Kans Rudy Gobert dan rekan-rekan untuk lolos menuju babak kedua tertutup setelah tumbang dari tim debutan, Latvia, 86-88 di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, pada Minggu (27/8/2023) malam WIB.
Kejatuhan Perancis ditandai dengan tembakan tiga angka guard Sylvain Francisco di detik terakhir. Tembakannya membentur keranjang dan gagal masuk, beriringan dengan bel panjang pertandingan. Para pemain cadangan Latvia langsung berlari dengan emosi campur aduk ke dalam lapangan saat Rudy Gobert dan rekan-rekan tertunduk.
Seisi Indonesia Arena bergemuruh dengan sorakan, “Latvia… Latvia…” Ribuan pendukung Latvia yang datang dari negaranya melompat bergembira, mengikuti ekspresi pelatih kepala Luca Banchi yang berpesta dengan anak asuhnya di dalam lapangan. Hasil itu terasa sempurna untuk Latvia, tetapi penuh kecewa untuk Perancis.
Baca juga : Hidup atau Mati Tim Perancis
Dengan hasil itu, Perancis sudah kalah dua kali di Grup H. Sebelumnya, mereka kalah 30 poin dari Kanada. Latvia dan Kanada telah mengantongi dua kemenangan dengan babak grup yang tinggal menyisakan satu laga. Perancis pun dipastikan tidak bisa lolos, meskipun mereka menang dalam laga terakhir fase grup versus Lebanon, Selasa nanti.
“Dengan dukungan dari suporter, kami merasa bermain di rumah sendiri. Mereka sangat membantu kami. Mereka mendorong kami untuk terus berjuang memenangi laga,” ujar guard Latvia, Kristers Zoriks, yang turut menyumbang 13 poin.
Sebaliknya, kekecewaan tampak jelas di raut wajah tim asuhan pelatih Vincent Collet. Berstatus finalis EuroBasket 2022 dan Olimpiade Tokyo 2020, mereka datang dengan ekspektasi juara. Nyaris seluruh fondasi tim dalam dua ajang itu kembali hadir, antara lain guard Evan Fournier dan center Rudy Gobert. Namun, mereka tampak sudah terlalu tua.
Bermain cepat
Latvia, yang dipimpin pelatih kepala Luca Banchi, membuat Perancis berlari sepanjang laga. Dengan sistem “bola kecil” tanpa center murni, mereka bermain dengan tempo secepat mungkin, memanfaatkan rotasi bola, transisi, dan tembakan tiga angka. Perancis, tim tertua di Grup H dengan rerata usia 29,5 tahun, kewalahan.
Latvia seolah bermain di kandang sendiri. Teriakan dan tabuhan drum para pendukung itu membakar semangat Latvia sekaligus mengguncang mental Perancis.
Konsistensi menjadi masalah Perancis. Tembakan mereka sempat sangat “wangi” dari tepis mula sampai sebelum kuarter terakhir. Mereka sempat unggul 72-59 di akhir kuarter ketiga. Namun, mereka mendadak “bau” setelah itu. Fournier, yang menyumbang 27 poin, gagal memasukkan poin dari permainan terbuka sepanjang kuarter keempat.
“Kekecewaan besar. Kami datang dengan ekspektasi sangat besar. Kami membuat banyak orang kecewa, terutama diri sendiri. Kami harus melihat lagi apa yang terjadi ke belakang, dari pelatih, pemain, sampai staf. Mengapa kami bisa sukses sebelumnya, tetapi tidak hari ini. Ini adalah cermin realitas untuk kami,” kata kapten Perancis, Nicolas Batum, dengan nada bergetar.
Latvia mengambil-alih momentum setelah drama unsportsmanlike foul guard Perancis, Nando de Colo. Situasi di lapangan sempat panas dengan “adu mulut” antara para pemain kedua tim. Latvia memanfaatkan itu, mengejar ketinggalan dua digit angka dengan bantuan Rolands Smits (20 poin) dan Arturs Zagars (22 poin).
Perancis masih unggul 86-85 saat laga tersisa 37 detik. Namun, Gobert membuat pelanggaran saat penguasaan bola. Akibat sudah terkena team foul atau lima pelanggaran, Perancis memberikan tim lawan dua kali tembakan bebas. Latvia pun berbalik unggul lewat dua poin tambahan dari Smits.
Baca juga : Tontonan Kelas Dunia dan Kenyamanan Perlu Beriringan
Seperti di gim pembuka, Latvia seolah bermain di kandang sendiri. Teriakan dan tabuhan drum para pendukung itu membakar semangat Latvia sekaligus mengguncang mental Perancis. Dukungan juga datang dari spanduk bertuliskan “uzvara bus must” yang artinya kemenangan harus diraih.
Kanada berbeda
Di laga lain Grup H, Kanada berlari dalam tren kemenangan setelah melumat Lebanon, 128-76. Mereka terlalu perkasa untuk wakil Asia tersebut. Sebanyak 9 pemain Kanada mencetak dua digit poin, antara lain forward RJ Barrett (17 poin) dan guard Trae Bell-Haynes (15 poin).
Lebanon hanya sekali unggul sepanjang laga, yaitu saat skor 4-0. Setelah Kanada mulai panas, perbedaan kualitas terlihat jelas. Kanada menang jauh dalam adu teknik, kecepatan, dan kekuatan. Saking kurang perlawanan, Pelatih Kepala Kanada Jordi Fernandez tidak mengambil timeout sekali pun.
Di paruh laga, Barrett dan rekan-rekan sudah unggul 66-30. Fernandez pun memutuskan untuk merotasi skuad sebanyak mungkin. Tidak ada satu pemain pun yang tampil lebih dari 21 menit. Adapun jumlah poin Kanada merupakan yang terpanjang dalam turnamen hingga saat ini.
Baca juga : Aturan FIBA Tertunduk di Hadapan Shai Gilgeous-Alexander
Fernandez mengatakan, dua kemenangan di awal turnamen belum cukup. “Kami sudah 2-0. Saya senang dengan itu, tetapi turnamen adalah tentang laga selanjutnya. Semoga para pemain bisa terus meneruskan percaya diri yang terbawa dari hasil itu,” ujar asisten pelatih klub NBA Sacramento Kings itu.