Jebakan PSSI Menafsirkan Regulasi Jelang Piala AFF U-23
Tetap membawa Titan Agung dan Komang Teguh, yang dihukum AFC, membuat "badai" semakin menganggu persiapan skuad U-23 Indonesia. Penafsiran regulasi yang keliru oleh PSSI menghasilkan petaka.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Sepekan terakhir ruang publik diwarnai kontroversi pemanggilan pemain untuk Piala AFF U-23 2023. Dua pelatih asing, Thomas Doll di Persija Jakarta dan Bernardo Tavares yang menangani PSM Makassar, enggan melepas masing-masing satu pemainnya yang dipanggil Pelatih Indonesia Shin Tae-yong.
Protes dari juru taktik impor itu ditanggapi PSSI dengan kemarahan. Kepala Badan Tim Nasional Sumardji hingga Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyampaikan kekecewaan kepada dua pelatih impor itu yang menolak melepas pemain andalan untuk ajang Piala AFF U-23.
Namun, satu hari jelang laga pembuka melawan Malaysia, Jumat (18/8/2023) pukul 20.00 WIB, di Stadion Provinsi Rayong, Thailand, muncul kabar yang “mengejutkan” PSSI. Kejutan itu didasari surat pemberitahuan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) yang melarang Titan Agung Bagus Fawwazi (Bhayangkara Presisi) dan Komang Teguh Krisnanda (Borneo FC) tampil di turnamen “non kalender FIFA” itu.
Dasarnya, Titan dan Komang adalah pemain yang dijatuhi hukuman berat oleh AFC menyusul keributan pada laga final SEA Games Kamboja 2023 lalu. Dalam hasil sidang Etik dan Disiplin AFC tertanggal 11 Juli 2023, mereka dilarang menjalani enam pertandingan internasional serta denda 1.000 dollar AS (Rp 14,9 juta). Mereka terbukti melanggar Pasal 47 Kode Etik dan Disiplin AFC mengenai tindakan pelanggaran serius.
Manajer Indonesia U-23 Endri Erawan mengungkapkan, dirinya mendapat surat dari AFC pada 14 Agustus lalu agar tidak memainkan Titan dan Komang pada dua laga itu. Meski begitu, Titan dan Komang tetap bergabung bersama 21 rekannya dan diberangkatkan ke Thailand, Selasa (15/8/2023) lalu.
Kata Endri, aturan yang tertuang dalam surat AFC itu pun mengagetkan. Adapun keputusan PSSI tetap memanggil hingga memberangkatkan Titan dan Komang karena menganggap turnamen AFF U-23 bukan laga resmi internasional di bawah naungan AFC karena di luar kalender FIFA.
Dalam sesi latihan tim U-23 di Jakarta, pekan lalu, Sumardji mengatakan, “Komang (dan Titan), setelah kami baca, disanksi AFC hanya tidak boleh bermain di pertandingan persahabatan (internasional FIFA)”.
Padahal, dalam Pasal 2 Kode Etik dan Disiplin AFC terungkap bahwa setiap hukuman atau sanksi yang diberikan AFC berlaku untuk dua situasi bagi pemain. Pertama, setiap pertandingan yang diselenggarakan AFC. Kedua, setiap pertandingan internasional dan kompetisi internasional yang membutuhkan persetujuan dari AFC.
Adapun Piala AFF U-23 masuk dalam kategori kedua. Meskipun di luar kalender internasional FIFA, Federasi Sepak Bola ASEAN (AFF) wajib mendapat izin dari AFC untuk menyelenggarakan turnamen antarnegara. Indikasi persetujuan AFC itu akan terlihat dengan berkibarnya bendera dan logo AFC selama turnamen itu berlangsung.
Lebih lanjut, pada Pasal 38.2 Kode Etik dan Disiplin AFC ditegaskan pula lima kondisi pertandingan yang tidak bisa diikuti pemain yang menerima sanksi larangan bermain. Kelima kondisi itu ialah kompetisi AFC, kompetisi AFC kelompok umur, kompetisi klub AFC, pertandingan persahabatan, dan kompetisi tidak resmi.
Alhasil, Piala AFF U-23 yang tidak masuk kalender FIFA serta AFC dianggap sebagai kompetisi tidak resmi. Hal itu membuat Titan dan Komang tetap tidak bisa bermain.
Hingga Jumat (18/8/2023) pagi, Shin belum memutuskan untuk memanggil pemain pengganti untuk Titan dan Komang.
Serupa dengan Piala AFF U-23, laga sepak bola di SEA Games pun tidak termasuk kalender AFC. Tetapi, AFC tetap memberi persetujuan untuk mengirimkan wasit dan asisten wasit dalam pertandingan di pesta olahraga se-Asia Tenggara itu. Karena itu, AFC meminta laporan kepada pengawas pertandingan apabila ada insiden yang mencederai asas fair play.
Hingga Jumat (18/8/2023) pagi, Shin belum memutuskan untuk memanggil pemain pengganti untuk Titan dan Komang. “Kami juga masih berkoordinasi dengan Komisioner Pertandingan AFF U-23. Tenggat waktu perubahan skuad sampai delapan jam sebelum sepak mula laga pertama,” ucap Endri.
Bukan kewajiban
Sebelumnya, Doll dan Tavares berlindung melalui Regulasi tentang Status dan Transfer Pemain yang memuat aturan kewajiban klub melepas pemain ketika dipanggil timnas mereka. Hanya, aturan itu berlaku pada kalender FIFA dan turnamen resmi di bawah naungan FIFA atau konfederasi anggota FIFA, misalnya Piala Asia atau Piala Afrika.
Berlandaskan aturan itu, Doll enggan melepas bek tengah Rizky Ridho, sedangkan Tavares tidak mengizinkan Dzaky Asraf meninggalkan skuad PSM. Apalagi, Ridho selalu menjadi pilihan utama Doll di jantung pertahanan “Macan Kemayoran” bersama Ondrej Kudela.
Adapun Dzaky menjadi pilihan Tavares untuk memenuhi kewajiban memainkan satu pemain inti berusia di bawah 23 tahun pada BRI Liga 1 2023-2024. Opsi PSM untuk pemain muda berkurang setelah gelandang Ananda Raehan absen hingga batas waktu yang belum ditentukan untuk mengikuti karantina pendidikan kepolisian.
Pada konferensi pers jelang laga melawan Persebaya Surabaya, Kamis (17/8/2023), Tavares mengungkapkan, dirinya tidak pernah berbicara dengan delegasi PSSI untuk membahas program timnas. Meski begitu, ia menghargai opini-opini yang membahas keputusan PSM itu.
Di sisi lain, Tavares menegaskan, untuk membantu sepak bola Indonesia, pemain tidak hanya tampil di timnas. Ia mengingatkan, PSM adalah salah satu duta Indonesia di kompetisi antarklub Asia tahun ini. Skuad “Juku Eja” akan bertarung melawan Yangon United (Myanmar) pada babak playoff Piala AFC, Rabu (23/8/2023) mendatang.
“Saya menganggap juga penting untuk melihat bagaimana pemain-pemain muda kami ikut membantu ranking liga (Indonesia) di kancah internasional,” ujar Tavares.
Jika di Eropa, keputusan Doll dan Tavares itu bisa dimaklumi. Klub-klub profesional punya "hak" untuk menjaga pemainnya di luar kalender internasional FIFA.
Polemik jelang Piala AFF U-23 2023 kembali menjadi pelajaran bersama. Sanksi bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh oleh siapapun. Komunikasi federasi dan pelatih klub juga perlu ditingkatkan lagi sebelum mengumumkan susunan skuad, utamanya pada turnamen tingkat umur.
Jika tidak, pelatih-pelatih di Liga 1 bakal berpikir dua kali untuk memberikan jam terbang tinggi kepada pemain muda dari tim akademi klub. Mereka bakal khawatir jika pemain muda sering bermain, maka kemungkinan bisa “diambil” timnas sewaktu-waktu untuk urusan pemusatan latihan dan turnamen yunior di luar kalender FIFA.
Apalagi, peluang pemain muda tampil semakin berkurang karena aturan enam pemain asing di Liga 1 musim ini. Akhirnya, polemik ini kembali mempertegas bahwa program pembinaan untuk menambah banyak pemain muda berkualitas masih jadi pekerjaan rumah semua pemangku kepentingan sepak bola nasional…