Inggris Tantang Spanyol di Final, Potret Kebangkitan Sepak Bola Putri Eropa
Inggris melanjutkan era dominasi dengan menembus final Piala Dunia Putri 2023. Untuk kedua kali Inggris menembus partai puncak setelah Piala Dunia Putra 1966.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
SYDNEY, RABU — Untuk ketiga kali dalam sejarah Piala Dunia Putri, dua tim wakil Eropa akan jumpa di partai puncak. Inggris menyusul Spanyol untuk mengalami kesempatan perdana menembus final turnamen sepak bola putri terakbar. Capaian itu diraih ”Singa Betina” setelah melibas tuan rumah Australia, 3-1, pada laga semifinal Piala Dunia Putri Australia/Selandia Baru 2023 di Stadion Australia, Sydney, Rabu (16/8/2023) petang WIB.
Sebelum ini, Inggris dua kali beruntun nyaris menyentuh partai final. Pada Piala Dunia Putri Kanada 2015, langkah mereka dikandaskan Jepang, 1-2. Inggris lalu hanya membawa pulang medali perunggu setelah mengalahkan Jerman, yang menjadi prestasi terbaik mereka sejauh ini. Di Perancis 2019, Inggris kembali lolos ke empat besar, tetapi dikalahkan Amerika Serikat yang kemudian menjadi juara.
Berbekal gelar Piala Eropa 2022, Inggris mampu mempertahankan mentalitas juara mereka untuk tampil pertama kali di final Piala Dunia Putri. Dalam sejarah sepak bola modern Inggris, itu adalah laga puncak Piala Dunia kedua sejak Piala Dunia 1966 yang dimenangi tim putra Inggris selaku tuan rumah.
Lebih dari itu, laga Inggris kontra Spanyol, Minggu (20/8/2023), di Stadion Australia, juga menjadi momen ketiga dua wakil Eropa beradu untuk merebut trofi. Sebelumnya, prestasi wakil Eropa tercipta pada Swedia 1995, ketika Norwegia mengalahkan Jerman, lalu pada Amerika Serikat 2003, yang membawa Jerman juara untuk pertama kali seusai menumbangkan Swedia.
Sejak edisi Piala Dunia Putri pertama di China 1991, pertemuan antara Inggris dan Spanyol juga menjadi momen pertama dua finalis debutan berhadapan. Sebelumnya, tim yang menembus final pernah merasakan atmosfer partai puncak di edisi yang lalu.
Pelatih Inggris, Sarina Wiegman, mengatakan, prestasi di Piala Eropa 2022 telah mengubah kehidupan para pemainnya. Hal itu disebabkan atensi besar pencinta sepak bola Inggris kepada sepak bola putri.
”Saya senang mereka mengalami perubahan dalam hidup mereka. Tetapi, perubahan itu perlu dikelola dengan baik agar tidak memengaruhi performa mereka. Saya bahagia dengan sikap profesional pemain yang terus berusaha untuk berkembang lebih baik setiap hari,” ujar Wiegman dalam konferensi pers daring seusai laga.
Capaian skuad Singa Betina yang brilian dalam satu tahun terakhir merupakan buah dari keseriusan Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) membenahi kompetisi putri dalam lima tahun terakhir. Tim-tim besar ”Negeri Raja Charles”, seperti Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, dan Manchester United, telah melakukan investasi besar untuk tim putri di Liga Super Putri.
Mereka juga mendatangkan pemain-pemain terbaik dunia untuk meningkatkan taraf mutu liga. Kebijakan itu membantu tim Inggris bisa bersaing di Liga Champions Eropa Putri, misalnya Chelsea yang menembus partai final pada edisi 2020-2021.
Setali tiga uang dengan Inggris, Spanyol bisa tampil di final turnamen akbar putri perdana juga dipengaruhi investasi besar klub-klub di sepak bola putri. Barcelona, misalnya, amat dominan di Eropa dengan selalu menembus final Liga Champions Eropa Putri dalam tiga musim terakhir. Mereka pun telah memenangi Liga Champions Putri dua kali pada 2020-2021 dan 2022-2023.
Dominan
Inggris tampil dominan pada laga menghadapi Australia, ”saudari” Persemakmuran. Mereka mencatatkan 63 persen penguasaan bola di paruh pertama laga. Permainan superior itu dilengkapi gol sepakan keras Ella Toone ketika pertandingan memasuki menit ke-36.
Saya bahagia dengan sikap profesional pemain yang terus berusaha untuk berkembang lebih baik setiap hari.
Di babak kedua, Australia berusaha lebih lama menguasai bola, alih-alih langsung melepas umpan jauh yang mengarah kepada penyerang sekaligus kapten, Sam Kerr. Hal itu membuat catatan penguasaan bola tim Singa Betina menurun menjadi 55 persen. Di sisi lain, Australia bisa melepaskan empat tembakan tepat sasaran.
Angka itu meningkat drastis dibandingkan tanpa ada tembakan mengarah ke gawang Inggris sebelum turun minum. Salah satu tembakan itu berbuah gol yang dicetak Kerr melalui tendangan keras dari luar kotak penalti pada menit ke-63.
Serangan itu bermula transisi serangan balik cepat Australia yang bertumpu pada Kerr untuk menggiring bola dari garis tengah lapangan. Ketika penjagaan bek Inggris, Millie Bright, agak mengendur, Kerr melakukan tendangan yang tidak bisa dijangkau kiper Inggris, Mary Earps.
Namun, momentum dan dukungan meriah dari 75.784 suporter yang memadati stadion tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh ”The Matildas”. Akibat terlalu lengah dalam situasi menyerang, Australia kecolongan gol penyerang Inggris, Lauren Hemp, setelah memenangi duel perebutan bola dengan bek sayap kanan Australia, Ellie Carpenter, di menit ke-71.
Ketajaman visi bermain Hemp kemudian menghasilkan asis bagi gol ketiga Inggris yang dicetak Alessia Russo, empat menit sebelum waktu normal usai.
Hemp, yang dinobatkan sebagai pemain terbaik laga itu, mengakui timnya merasakan tekanan besar setelah Australia menyamakan kedudukan. Akan tetapi, skuad Inggris mampu melewati masa-masa sulit untuk mencetak dua gol kemenangan.
”Saya merasa tim ini sangat berpengalaman. Kami merasakan atmosfer yang luar biasa dari pendukung Australia, tetapi hal itu tidak membuat kami takut dan gugup. Kami tetap tenang untuk mengatasi tantangan yang kami hadapi di pertandingan,” ucap Hemp.
Wiegman mengatakan, dirinya menerapkan taktik untuk menguasai bola lebih banyak dan mengambil inisiatif serangan lebih dulu. Cara itu berjalan baik untuk meredam permainan Australia yang sangat efektif dalam serangan balik.
”Kami memahami permainan Australia yang mengandalkan serangan balik dan umpan-umpan langsung ke depan. Jadi, kami fokus untuk menjaga penguasaan bola. Pola itu diterjemahkan dengan baik oleh pemain berkat kemampuan, pengalaman, dan kecerdasan mereka,” kata Wiegman, yang akan menjalani final kedua setelah membawa Belanda meraih medali perak di Perancis 2019.
Pelatih Australia, Tony Gustavsson, mengatakan, timnya bermain buruk di babak pertama. Namun, ia puas dengan respons anak asuhannya di babak kedua yang mampu mengimbangi permainan Inggris.
”Saya sangat senang dengan permainan yang ditunjukkan semua pemain selama turnamen ini. Meski kecewa, banyak hal berharga yang bisa jadi pelajaran untuk mengembangkan sepak bola di Australia,” ucap Gustavsson.