Dengan aksi serupa aktor film laga, Jackie Chan, anak-anak muda bergerak dengan cepat dan efisien melewati beragam rintangan. Mereka melakukan ”parkour”, olahraga yang juga menawarkan nilai-nilai kehidupan.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·5 menit baca
Gavryel G Denel (18) sedikit berlari sebelum meloncati sebuah balok setinggi pinggangnya dengan bertumpu pada tangan. Gavryel melewati balok kedua, yang lebih rendah dan kecil daripada balok pertama, dengan salto. Vyel, sapaannya, juga melakukan gerakan berguling ke depan seperti pada senam lantai.
Sedikitnya lima jenis gerakan parkour (dibaca parkur, dari kata Perancis parcours du combatant yang artinya latihan halang rintang) diperlihatkan Vyel. Selama 30 detik, ia tampil dalam kompetisi Brick Parkour Asian Tour Indonesia 2023 nomor gaya bebas di tempat parkir AEON Mall BSD City, Tangerang, Banten, Minggu (13/8/2023).
”Dulu aku terinspirasi dari Jackie Chan. Di film-filmnya, dia suka nunjukin gerakan ’sat-set’ khas parkour buat mengejar musuh atau melarikan diri. Dia menaiki gedung, melompati pagar, atau bergelantung di palang. Keren!” ujar Vyel.
Gavryel merupakan salah satu dari 285 peserta kompetisi parkour internasional pertama di Indonesia itu. Para peserta saling unjuk kemampuan dalam berpindah tempat melewati balok, dinding, dan palang yang dirancang untuk mencerminkan berbagai rintangan di area perkotaan. Traceurs (praktisi parkour) bebas berkreasi untuk memamerkan gaya dari gerakan masing-masing.
Adapun pada nomor speed, yang dipertandingkan hari sebelumnya, traceurs bersaing untuk menjadi yang tercepat mencapai garis finis setelah melewati berbagai rintangan. Pada nomor skill, para peserta ditantang melakukan gerakan yang telah ditentukan juri.
Pada 2018, setelah tidak lagi menekuni wushu yang juga dijalaninya karena terinspirasi Jackie Chan, Vyel lantas mencoba parkour. Ia menemukan kebahagiaan dari olahraga yang menggunakan beberapa teknik antara lain cat leap (lompatan untuk mencapai tembok tinggi), arm jump (lompatan dengan tumpuan tangan), drop jump (lompatan setelah mendaratkan kaki dari tempat lebih tinggi), dan wall run (lari dengan menapaki tembok) itu.
Tak sekadar bisa berolahraga dan menggerakkan seluruh badannya, Vyel bisa berkenalan dan berteman dengan banyak orang setelah menjajal parkour. Momen ketika ada kompetisi juga tak pernah dilewatkannya karena itu menjadi ajang untuk saling belajar dari praktisi parkour lain serta mengukur kemampuan.
”Aku merasa parkour juga berguna untuk kehidupan, terutama kalau situasi-situasi tertentu. Misalnya, aku pernah kejebak di bioskop karena nonton jam terakhir dan gerbang sudah tertutup. Akhirnya aku lompat,” ujar Vyel.
Awalnya, parkour hanyalah semacam metode latihan untuk mengatasi segala bentuk rintangan di lingkungan perkotaan dan alam. Konsep parkour kemudian dikembangkan oleh David Belle di Paris, Perancis, pada 1990-an. Parkour semakin populer dengan dimasukkannya ke dalam industri film, seperti film Yamakasi. Film Perancis tersebut pernah diputar di bioskop Indonesia tahun 2003 dan turut memopulerkan parkour di kalangan anak muda.
Nilai-nilai kehidupan
Seperti halnya olahraga lain, parkour juga memiliki filosofi dan mengandung nilai-nilai tersendiri. Hal itu dirasakan oleh Mikayla K Denel (20), kakak dari Vyel, yang juga merupakan praktisi parkour. Dari parkour, perempuan yang kerap disapa Yla ini belajar untuk lebih mengenal diri sendiri. Ia belajar untuk mengenal dan mengatasi rasa takut, mengetahui batas dan kemampuan diri sendiri, serta menghadapi berbagai rintangan.
Anak lompat petakilan di rumah, melompati meja atau kursi, kita menghindari got dengan melompat, itu sebenarnya parkour. Kita terbiasa melakukannya.
”Selain berguna untuk kehidupan sehari-hari, seperti jadi lebih fokus, punya keseimbangan, dan refleks jadi bagus, parkour juga mengajarkan aku bahwa setiap ada rintangan harus dilewati, bukannya berhenti,” ujar Vyel, yang tergabung dengan komunitas Parkour Bekasi ini.
Ketua Parkour Indonesia Aldiansa mengatakan, nilai-nilai itu memang ingin ditumbuhkan, terutama kepada anak-anak. Apalagi, peminat parkour dari kalangan usia di bawah 17 tahun kini cukup meningkat. Antusiasme itu muncul sejalan dengan tumbuhnya komunitas-komunitas parkour. Menurut Aldiansa, nyaris semua kota di Indonesia memiliki komunitas parkour.
Walakin, Aldiansa masih berkeinginan untuk mengenalkan parkour secara luas. Sebab, masih banyak orang yang juga takut mencoba parkour lantaran dianggap olahraga ekstrem.
”Anak lompat petakilan di rumah, melompati meja atau kursi, kita menghindari got dengan melompat, itu sebenarnya parkour. Kita terbiasa melakukannya. Di parkour, kita lebih belajar lagi cara aman dan benar melakukannya, bagaimana penempatan kami atau peletakan tangan,” ujarnya.
Adapun filosofi dan nilai-nilai dalam parkour itu pula yang ditekankan oleh Presiden Federasi Senam Internasional Morinari Watanabe. Untuk itu, Watanabe setuju dengan usulan Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk menambahkan parkour ke dalam salah satu divisi di FIG. Terlepas dari adanya pro-kontra, mulai 2018, FIG resmi menambahkan olahraga itu dan menggelar berbagai pertandingan, mulai Kejuaraan Dunia, Piala Dunia, hingga tur Asia.
Menurut Watanabe, menambahkan parkour ke FIG akan membantu IOC lebih menggaet kaum muda, perempuan, dan masyarakat perkotaan. Penyelenggaraan parkour juga lebih murah daripada olahraga tradisional karena kota tuan rumah akan dapat menggunakan lanskap perkotaan yang ada daripada harus membangun stadion baru yang mahal.
Prestasi
Dalam konteks Indonesia, Watanabe sengaja membawa parkour melalui tur Asia karena mengetahui banyaknya komunitas olahraga tersebut. Dia juga menilai, minat masyarakat akan olahraga Indonesia juga tinggi. Di sisi lain, dalam dua hari penyelenggaraan tur Asia, Watanabe melihat langsung ada potensi besar dari parkour Indonesia.
Hal serupa disampaikan Javier Rodriguez, atlet parkour peringkat tujuh dunia, yang berpartisipasi dalam tur Asia tersebut. Rodriguez menjadi juri sekaligus pengajar dalam loka karya ajang tersebut.
”Saya melihat para peserta di ajang ini sangat potensial. Namun, bakat dan kemampuan saja tidak cukup. Butuh latihan fisik dan teknik yang matang, apalagi jika hendak ikut kompetisi. Dengan begitu, mereka bisa meraih prestasi,” kata peraih peringkat dua Piala Dunia Parkour 2021 nomor speed itu.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Senam Indonesia (PB Persani) Ita Yuliati berharap, dengan adanya tur Asia, ada praktisi parkour yang tertarik menjadi atlet. Beberapa peserta telah disoroti oleh Ita dan timnya untuk ditanya kesediaannya menekuni olahraga itu.
Arahnya, kata Ita, adalah mengikutsertakan atlet-atlet Indonesia ke ajang luar negeri dan meraih prestasi. Namun, sebelum itu terwujud, langkah yang dilakukan akan bertahap, dimulai dengan menjaring atlet. ”Kami akan lebih dulu melakukan pelatihan untuk pelatih dan juri. Selanjutnya, kalau sudah siap, baru kami membuat kompetisi sendiri. Harapannya, kompetisinya berjenjang, sampai kemudian puncaknya adalah kompetisi internasional,” tutur Ita.
Pada akhirnya, parkour lebih dari sekadar gerakan berpindah tempat secara cepat dan efisien. Parkour menawarkan pembelajaran tentang pantang menyerah menghadapi rintangan, sikap berani, dan kemampuan memahami diri sendiri. Tidak tertutup juga kemungkinan untuk meraih prestasi.