Jonatan Christie menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang akan tampil dalam final turnamen bulu tangkis Jepang Terbuka. Ini menjadi kesempatan Jonatan untuk menjuarau turnamen BWF level tinggi.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
TOKYO, SABTU-Jonatan Christie belum pernah menjuarai turnamen bulu tangkis individu level tinggi meski menyumbangkan medali emas bagi “Merah Putih” di Asian Games Jakarta Palembang 2018, membawa Indonesia menjuarai Piala Thomas 2020, dan pernah menempati ranking kedua dunia. Jonatan memiliki kesempatan tersebut melalui final Jepang Terbuka yang berlevel BWF World Tour Super 750.
Final melawan Viktor Axelsen yang akan dijalani di Stadion Nasional Yoyogi, Tokyo, pada Minggu (30/7/2023), menjadi kesempatan ketiga Jonatan untuk menaikkan status juara turnamen BWF yang pernah diraihnya. Tunggal putra peringkat kesembilan dunia itu memiliki empat gelar juara BWF World Tour dengan level tertinggi dari turnamen Super 500, yaitu Indonesia Masters 2023. Adapun tiga gelar lain didapat dari level Super 300, yaitu Australia dan Selandia Baru 2019 serta Swiss Terbuka 2022.
Jonatan pernah memiliki kesempatan menjuarai turnamen lebih tinggi, yaitu Super 750 ketika mencapai final Jepang dan Perancis Terbuka pada 2019. Namun, dia kalah dari Kento Momota di Jepang dan dari Chen Long di Perancis. Adapun pada level yang lebih tinggi, yaitu Super 1000, hasil terbaiknya adalah ketika menembus semifinal Indonesia Terbuka 2021.
Kini, pemain berusia 25 tahun itu mempunyai kesempatan lain untuk mewujudkan target yang belum pernah dicapainya setelah mengalahkan Lakshya Sen (India) dengan skor 21-15, 13-21, 21-16 di semifinal Jepang Terbuka, pada Sabtu. Berbeda dengan performa agresif saat mengalahkan Kunlavut Vitidsarn dan Weng Hong Yang pada dua babak sebelumnya, Jonatan bermain lebih sabar saat melawan Sen. Itu karena Sen memiliki pertahanan kuat, bahkan, bisa mendapat poin dari pukulan pengembalian smes.
Maka, Jonatan pun harus menanti kesempatan yang tepat untuk menyerang. “Sen adalah pemain yang ulet dan tidak mudah dimatikan. Pertahanannya bagus, jadi, pendekatan pertandingannya pun berbeda dengan pertandingan-pertandingan kemarin,” kata Jonatan yang menjadi unggulan kelima.
Saat sabar menanti momen untuk menyerang itu, Jonatan juga berusaha menjaga fokus, terutama pada gim ketiga ketika bergantian mendapat poin. Dia berusaha menjaga selisih tiga hingga lima poin agar Sen tak mendekat.
Setelah tiket final didapat, tantangan terbesar menanti pada hari terakhir turnamen. Axelsen, yang mengalahkan andalan tuan rumah, Kodai Naraoka, 21-11, 21-11, pada semifinal, tetap menjadi pemain yang paling sulit dikalahkan meski performanya tak sedominan 2022.
Usai mengawali 2023 dengan menjuarai Malaysia Terbuka, dia mendapat hasil buruk dengan tersingkir pada babak kedua All England. Pada tiga bulan pertama tahun ini, ada tiga pemain yang mengalahkannya, yaitu Vitidsarn pada final India Terbuka, Ng Tze Yong (babak kedua All England), dan Chou Tien Chen (semifinal Swiss Terbuka).
Akan tetapi, setelah pulih dari cedera yang dialami saat mengikuti Piala Sudirman, hingga membuatnya batal mengikuti Malaysia Master dan Singapura Terbuka, Axelsen kembali menjadi pemain yang berbahaya. Dia menjuarai Indonesia Terbuka dan menjadi juara Eropa.
Statistik pertemuan dengan Jonatan, seperti dengan sebagian besar pemain lain, memperlihatkan keunggulan Axelsen. Peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 itu unggul 7-2 termasuk pada empat pertemuan terakhir.
Kemampuan Jonatan pun akan diuji hingga batas tertinggi agar dia bisa mengalahkan pemain Denmark itu seperti yang dua kali dilakukannya pada 2019, juga, untuk mencapai target menjuarai turnamen di atas level Super 500.
Jonatan menjadi satu-satunya wakil Indonesia dalam final setelah Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Gregoria Mariska Tunjung kalah pada semifinal. Fajar/Rian tak mampu mengatasi kecepatan dan kekuatan Lee Yang/Wang Chi Lin yang menunjukkan peningkatan performa pada tahun ini. Ganda putra Indonesia nomor satu dunia itu kalah dengan skor 19-21, 10-21.
Lawan terus menekan kami dan kami tidak bisa keluar dari tekanan itu. Kami sudah mencoba beberapa cara, dari drive sampai bertahan, tapi mereka tetap bisa mengantisipasi. Mereka bermain sangat agresif.
“Lawan terus menekan kami dan kami tidak bisa keluar dari tekanan itu. Kami sudah mencoba beberapa cara, dari drive sampai bertahan, tapi mereka tetap bisa mengantisipasi. Mereka bermain sangat agresif,” tutur Fajar.
Meski tak berstatus unggulan, Lee/Wang bukan kekuatan baru di ganda putra level top dunia. Mereka tampil dominan pada 2021 hingga mencapai puncak prestasi dengan meraih emas Olimpiade Tokyo 2020 yang penyelenggaraannya mundur setahun karena pandemi Covid-19. Namun, Lee/Wang tak kuasa menahan beban dengan status juara Olimpiade, hingga performa mereka menurun.
Perjalanan tunggal putri nomor satu Indonesia, Gregoria, bisa saja berlanjut ke final seandainya tak melakukan kesalahan “kecil” pada momen kritis gim kedua semifinal, yaitu saat melawan He Bing Jiao (China). Setelah memenangi gim pertama, dia memiliki peluang menang saat unggul 17-15. Keunggulan itu didapat berkat usaha kerasnya membalikkan keadaan setelah tertinggal 8-12.
Semangat pantang menyerah diperlihatkan pada momen lain ketika tertinggal 17-20. Gregoria mendekati He dengan menambah dua poin. Namun, dia menyia-nyiakan kesempatan menyamakan skor saat melakukan servis pada posisi 19-20. Kok dari servis pendeknya tak melewati net.
Kesalahan tersebut mungkin tampak kecil, tetapi berdampak besar pada hasil akhir. He makin percaya diri pada gim ketiga, sedangkan fokus dan kecepatan Gregoria menurun. Pemain Indonesia unggulan ketujuh itu akhirnya kalah 21-13, 19-21, 9-21.
“Harusnya saya bisa bermain seperti semifinal (saat melawan Akane Yamaguchi), lebih sabar dan tidak banyak membuat kesalahan. Hari ini, sabarnya berkurang, ingin cepat mematikan lawan meskipun lawan sudah mengantisipasi,” komentar Gregoria.
Setelah tampil di Jepang dan Korea Terbuka dalam dua pekan terakhir, Gregoria akan langsung bersiap menghadapi Kejuaraan Dunia yang akan berlangsung di Denmark, 21-27 Agustus. “Ada waktu beberapa minggu untuk menambah semua yang masih kurang. Waktunya lumayan panjang untuk persiapan,” kata Gregoria.