Dari Prospek Wembanyama hingga Katalog Jokic dan Butler
Prospek di malam ”draft” tidak cukup menjamin kesuksesan tim. Kisah para ”kuda hitam” justru bermekaran di tim-tim juara beberapa musim terakhir.
Di antara hiruk pikuk playoff NBA selama dua bulan terakhir, ada satu sosok dari luar kompetisi yang selalu bisa mencuri perhatian. Dia adalah bocah 19 tahun asal Perancis bernama Victor Wembanyama, yang digadang-gadang sebagai calon pebasket terhebat dan terlengkap di muka bumi.
Wemby, sapaannya, memiliki tinggi 2,21 meter. Hanya lebih pendek sekotak susu kecil dari mantan center raksasa asal China, Yao Ming. Namun, saat pemain seukurannya cenderung kaku, dia justru sangat lincah. Dia piawai mendribel bola dan mampu menembak dari nyaris tengah lapangan.
Baca juga: Cincin Juara di Bola Mata Jokic
Para megabintang NBA saja sampai terkagum dengan potensi tersebut. Stephen Curry menyebutnya seperti pemain editan di dalam video gim, sementara LeBron James mengibaratkannya bagai sosok alien. Wajar jika seluruh tim NBA memburunya dalam draft terdekat.
Ini (Wemby) adalah pemain yang paling dinantikan untuk masuk ke NBA. Dan, ini mungkin tidak hanya prospek terbesar dalam sejarah NBA, tetapi juga mungkin yang terbesar sepanjang sejarah olahraga tim.
”Ini (Wemby) adalah pemain yang paling dinantikan untuk masuk ke NBA. Dan, ini mungkin tidak hanya prospek terbesar dalam sejarah NBA, tetapi juga mungkin yang terbesar sepanjang sejarah olahraga tim,” kata jurnalis kawakan ESPN, Adrian Wojnarowski.
Beberapa tim pun sampai rela melakukan tanking atau sengaja kalah agar mendapatkan rekor kekalahan lebih buruk, lalu punya kans lebih besar mendapatkan urutan pertama dalam undian draft. Mereka memegang prinsip, butuh talenta terhebat dari draft untuk membangun tim terbaik.
Di atas kertas, prinsip itu memang benar. Namun, sering kali tidak terbukti di lapangan. Setidaknya, final NBA 2023 Denver Nuggets versus Miami Heat bisa mencerminkan bahwa hal tersebut hanya mitos. Lihat saja center Nuggets, Nikola Jokic (28), yang mendominasi sepanjang playoff hingga final.
Baca juga: Sengatan Gravitasi Maut Jokic-Muray
Jokic hanyalah pemain yang diambil pada urutan ke-41, putaran kedua, di malam draft 2014. Dalam salah satu laporan pemantauan bakat, pria asal Serbia itu disebut kurang atletis untuk bersaing dengan para raksasa berotot NBA. Tubuhnya terbilang gempal ketika itu.
Namun, setelah delapan musim, Jokic justru yang mampu memimpin Nuggets ke final pertama kali sejak keikusertaan pada 1976. Peraih dua kali Most Valuable Player itu juga menampilkan salah satu performa bersejarah hingga empat gim final berlalu dengan sumbangan rerata 30,8 poin, 13,5 rebound, dan 8 asis.
Damian Lillard, guard Portland Trail Blazers yang masuk daftar 75 pemain terbaik NBA sepanjang masa, meyakini Jokic sudah ada di puncak dunia. ”Joker (julukan Jokic) adalah pebasket terbaik saat ini. Dia punya segalanya, bisa mendapatkan tripel dobel setiap malam dengan mudah,” katanya.
Potensi saja tidak cukup untuk membentuk pebasket hebat. Banyak proses yang harus dilalui hingga mencapai atau melebihi potensi itu. Jokic, misalnya. Dia belum dominan seperti ini sebelum 2019. Tubuhnya yang masih 142 kilogram saat itu, terlalu membebani di lapangan.
Baca juga: Heat dan Nuggets Memahat Cincin Juara sejak di Ruang Film
”Si Joker” menjalani program penurunan berat semasa pandemi Covid-19. Setelah badannya lebih ringan, dia meraih 2 kali MVP dan masuk final dalam 3 musim terakhir. ”Saat kehilangan 15 kg dia berkata seperti, ’Wow. Saya benar-benar bisa berlari.’ Dia selalu mau memperbaiki diri,” kata Felipe Eichenberger, pelatih kebugaran Nuggets, kepada ESPN.
Para ”kuda hitam”
Di Heat, ikonnya adalah Jimmy Butler (33). Dia dipilih Chicago Bulls dalam urutan ke-30, pilihan terakhir putaran pertama pada draft 2011. Butler dibuang beberapa tim, dari Bulls hingga Philadeplhia 76ers, hingga akhirnya berlabuh di Heat pada 2019.
Butler justru baru mampu menunjukkan potensi terbaiknya di Heat. Dia mengeluarkan tim asuhan Erik Spoeltra itu dari krisis panjang setelah kepergian James pada 2014. Butler dua kali memimpin Heat ke final dalam empat musim terakhir, pada tiga tahun lalu dan musim ini.
Heat merupakan representatif terbaik dari tim ”kuda hitam”. Tim ini dibangun tanpa pemain yang diprospek sebagai megabintang. Bahkan, tujuh pemain mereka berstatus undrafted atau tidak terpilih pada malam draft, antara lain Gabe Vincent, Max Strus, dan Caleb Martin.
Baca juga: Ilusi Tertinggi Jokic dan Urgensi Asistensi Murray di Final NBA
Menariknya, Butler dan para undrafted yang berstatus tim unggulan terakhir itu justru mampu menumbangkan Boston Celtics (unggulan ke-2) di final Wilayah Timur. Seperti diketahui, Celtics dipimpin oleh duo yang terpilih di urutan ke-3 draft dalam tahun berbeda, yaitu Jayson Tatum (2017) dan Jaylen Brown (2016).
Spoelstra berkata, pebasket yang tidak terpilih pada malam draft bukan berarti tidak berbakat. ”Mereka hanya perlu waktu dan tempat yang tepat untuk memperlihatkan siapa diri mereka sebenarnya. Kebetulan tim kami merasa bisa jadi tempat pas untuk orang seperti itu,” jelasnya.
Dalam dua musim terakhir, juara-juara NBA selalu dipimpin oleh ikon yang bukan primadona di malam draft. Mereka adalah Giannis Antetokounmpo (Milwaukee Bucks) dan Stephen Curry (Golden State Warriors). Setidaknya, kisah serupa akan diteruskan musim ini. Siapa pun juaranya, Nuggets atau Heat. (AP/REUTERS)