Prestasi tim gulat Indonesia jauh melampaui target di SEA Games Kamboja. Prestasi itu memberikan harapan sekaligus catatan pada masa mendatang.
Oleh
Kelvin Hianusa dari Phnom Penh, Kamboja
·4 menit baca
PHNOM PENH, KOMPAS — Sebelum berangkat tampil di SEA Games Kamboja 2023, tim gulat Indonesia ditargetkan bisa ”naik kelas”. Alih-alih melompat, mereka justru ”terbang” dengan raihan prestasi terbaik sejak 1997. Pencapaian itu menyalakan asa kembalinya supremasi gulat Tanah Air.
Tim gulat Indonesia menambah 1 medali emas, 3 perak, dan 1 perunggu pada hari terakhir penyelenggaraan, Selasa (16/5/2023), di Chroy Changvar International Convention and Exhibition Center, Phnom Penh, Kamboja. Satu-satunya emas untuk Indonesia pada hari itu dipersembahkan oleh Randa Riandesta (21) dari kelas 79 kilogram gaya bebas.
Sempat tertinggal 5-11 dari pegulat Singapura, Weng Luen Gary, di laga penentu, Randa membalikkan keadaan menjadi 15-13. Kebangkitannya itu berkat gemuruh sorakan tim ofisial dari tribune penonton pada paruh babak. Randa pun semakin agresif pada 3 menit tersisa dengan melakukan bantingan dan kuncian meskipun sudah terengah-engah.
”Awalnya deg-degan karena ini pertama kali ikut di SEA Games. Ternyata bisa lolos ke final. Alhamdulillah masih punya tenaga untuk mengejar, ditambah dengan dukungan. Pelatih hanya minta untuk tenang, waspada, dan fokus ke lawan,” ucap perwira polisi di Polda Sumbar itu seusai bertanding.
Randa bersujud setelah waktu laga berakhir. Dia masih tidak percaya bisa membalikkan keadaan. Sambil merentangkan bendera Merah Putih, dia berlari mengelilingi matras. Seusai selebrasi itu, dia tergeletak di ruang istirahat atlet dan harus mendapatkan perawatan karena kehabisan tenaga.
Semangat spartan Randa menjadi cermin perjuangan tim gulat Indonesia dalam tiga hari terakhir. Tim gulat Merah Putih berjaya di Kamboja dengan raihan total 6 emas, 6 perak, dan 2 perunggu. Prestasi itu adalah yang terbaik sejak SEA Games Jakarta 1997 (9 emas, 6 perak, 5 perunggu).
Tiga emas dari gaya Yunani Romawi diraih dengan kemenangan atas pegulat Vietnam. Negara itu merupakan langganan juara umum dalam dua dekade terakhir.
Dibandingkan edisi Vietnam 2021, pencapaian itu melambung tinggi. Mereka hanya meraih 3 perak dari 4 atlet pada Mei lalu. Jumlah medali meningkat drastis dengan 14 pegulat tahun ini. Pengurus Besar Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI) hanya menargetkan 2 emas, 3 perak, dan 4 perunggu.
”Pastinya ada pengaruh datang dengan 14 pegulat. Dengan tim yang lebih besar, pastinya memberikan semangat lebih untuk para atlet. Fokus saya saat ini adalah agar atlet bisa berlaga di Asian Games dan belajar dari pembinaan Vietnam,” kata Ketua Umum PB PGSI Trimedya Panjaitan yang mendampingi tim gulat Indonesia sejak hari pertama.
Menariknya, tiga emas dari gaya Yunani Romawi diraih dengan kemenangan atas pegulat Vietnam. Negara itu merupakan langganan juara umum dalam dua dekade terakhir, termasuk meraih 17 emas dari 18 nomor, tahun lalu. Dua pegulat Indonesia, M Aliansyah dan Andika Sulaeman, bahkan bisa membalas kekalahan dari lawan yang sama tahun lalu.
Namun, ada catatan juga dari Kamboja. Tim gulat masih tertinggal dari para pegulat Vietnam dalam nomor gaya bebas. Tidak satu pun pegulat Indonesia yang bisa mengalahkan duta-duta dari negara raksasa gulat Asia Tenggara itu. Mereka kalah lincah, teknik, dan pengalaman bertanding.
Efektifnya persiapan
Hujan medali setelah paceklik emas selama satu dekade, yaitu setelah edisi Naypyidiaw 2013, itu muncul karena berbagai faktor. Pertama adalah efektifnya persiapan di Korea Selatan selama tiga pekan. Kedua, perubahan susunan pelatih. Ketiga, motivasi berlipat dari para atlet nasional yang jarang mendapat kans di level internasional.
Tim gulat intensif berlatih di Daegu, Korea Selatan, hingga sepekan sebelum berangkat ke Kamboja. Beberapa mantan atlet tim nasional Korsel turut berlatih bersama mereka.
Aliansyah selalu percaya, persiapan matang akan membawa hasil baik. Dia meraih emas lagi setelah terakhir kali pada SEA Games 2011 di Jakarta. Ia bercerita, dulu mereka berlatih di Romania selama 3 bulan dan menggunakan pelatih asing.
”Semoga ke depannya bisa ada pelatnas jangka panjang di luar negeri lagi. Berlatih tanding dengan atlet luar sangat berbeda. Kami juga bisa banyak belajar dari pelatih mereka, seperti saat di Daegu,” ucap atlet 31 tahun itu.
Indonesia menjadi raksasa gulat Asia Tenggara pada akhir abad ke-20. Mereka selalu jadi juara umum saat SEA Games digelar di Indonesia, bahkan menyapu bersih 20 emas pada edisi 1987. Namun, status itu lenyap seiring waktu. Vietnam mengambil dominasi itu pada abad ini.
Dari cabang judo, para judoka Indonesia turut menyumbangkan satu medali perunggu dari nomor tim campuran. Tim judo menang telak, 4-0, atas Myanmar dalam laga penentu perunggu. Judoka yang tampil adalah Qori Nugraha (73kg putra), I Gede Agasta Wardana (+90 kg putri), Maryam Maharani (57 kg putri), dan Syerina (70 kg putri).