Mengulas Kegagalan Arsenal Juara Liga Inggris
Di luar minimnya pengalaman dan mental juara, terdapat tiga penyebab kegagalan Arsenal mengakhiri dahaga trofi Liga Inggris, yakni kedalaman skuad yang buruk, minimnya rotasi, dan taktik usang.

Pemain Arsenal Martin Odegaard (kanan), bersama Bukayo Saka, merayakan golnya ke gawang New Castle United pada laga Liga Inggris di Stadion St James' Park, Newcastle, Minggu (8/5/2023). Arsenal menang 2-0 pada laga itu.
Setelah menelan kekalahan telak, 0-3, dari Brighton & Hove Albion, Minggu (14/5/2023), di Stadion Emirates, harapan Arsenal mengakhiri penantian juara Liga Inggris selama 19 tahun memudar. “Si Meriam” gagal menghentikan Manchester City yang hanya berjarak satu kemenangan lagi—dari sisa tiga laga—untuk meraih trofi liga ketiga beruntun.
City memang belum dipastikan untuk meraih predikat juara Liga Inggris musim ini. Namun, membayangkan The Citizens menelan kekalahan pada tiga laga tersisa di liga edisi 2022-2023 ibarat sebuah imajinasi yang utopia.
Anak asuhan Pep Guardiola tengah dalam performa terbaik mereka selama perjalanan sembilan bulan terakhir. Mereka mengemas 11 kemenangan beruntun di Liga Inggris. Dengan menyisakan lawan, seperti Chelsea, Brighton, dan Brentford, City tidak akan sulit untuk mendapatkan satu kemenangan. Mereka bahkan bisa berpesta juara di Stadion Etihad seusai menjamu Chelsea, Minggu (21/5) mendatang.
Guardiola pun telah percaya diri gelar Liga Inggris berada dalam genggaman skuadnya. Setelah membawa pulang keunggulan, 3-0, dari kandang Everton, Stadion Goodison Park, Minggu kemarin, manajer asal Catalan itu memberikan simbol dua jari ke arah tribune pendukung City sembari tersenyum.

Itu menandakan The Citizens hanya butuh dua kemenangan lagi untuk meraih titel liga kesembilan dalam sejarah klub. Kekalahan Arsenal membuat tugas City lebih ringan karena hanya berjarak tiga poin lagi.
Menyusul hasil pekan ke-36 itu, FiveThirtyEight menyebut peluang juara City telah lebih dari 99 persen. Melalui perhitungan performa melalui komputer super, FiveThirtyEight menganggap peluang juara Arsenal telah di bawah satu persen.
Kegagalan juara itu tentu akan sangat terasa menyakitkan bagi skuad dan pendukung Arsenal. Mereka hanya kehilangan posisi pertama selama lima pekan di musim ini. Bahkan, mereka telah unggul delapan poin atas City ketika memasuki pekan ke-29.
Namun, apa daya, mereka banyak kehilangan poin di masa-masa krusial kompetisi ketika memasuki bulan April. Dalam delapan duel sejak April, Si Meriam hanya mampu mengumpulkan 12 poin dari 24 poin yang tersedia. Sebaliknya, City melahap delapan duel dalam periode yang sama dengan raihan poin sempurna.
Jika gagal menjadi juara, musim ini adalah momen berharga bagi skuad muda Arsenal untuk mengenyam banyak pengalaman.

Manajer Arsenal Mikel Arteta menenangkan pemainnya saat melawan Newcastle United pada laga Liga Inggris di Stadion St James' Park, Newcastle, Minggu (8/5/2023). Arsenal menang 2-0 pada laga itu.
“Secara matematis, kemungkinan kami mengalahkan City (dalam perebutan juara) masih ada. Tetapi, itu mustahil jika kita berpikir tentang apa yang telah terjadi hari ini,” kata Manajer Arsenal Mikel Arteta setelah timnya tumbang dari Brighton kepada Sky Sports.
Lalu, apa saja yang membuat Arsenal belum mampu mengakhiri paceklik gelar juara liga sejak musim 2003-2004?
Kualitas skuad tidak merata
Permasalahan pertama Arsenal gagal mempertahankan posisi puncak di masa penentuan musim ini adalah kualitas skuad yang tidak merata. Usaha Arteta untuk mendatangkan Jorginho, Leandro Trossard, dan Jakub Kiwior di bursa transfer musim dingin untuk membenahi kedalaman skuad Si Meriam tidak banyak membantu.
Itu mulai terlihat ketika Gabriel Jesus mengalami cedera, akhir tahun lalu. Arteta sempat menggantungkan harapan gol kepada Eddie Nketiah. Kemudian, Trossard juga sempat ditempatkan untuk mengisi posisi penyerang tengah. Namun, penampilkan Nketiah dan Trossard belum bisa memenuhi ekspektasi, utamanya mengacu pada jumlah gol.
Baca juga : Paradoks Sisi Emosional Arsenal

Penyerang Arsenal Gabriel Jesus mencetak gol pertama dari titik penalti dalam pertandingan Liga Inggris antara Arsenal dan Leeds United di Stadion Emirates, London, Sabtu (1/4/2023) malam WIB. Arsenal mengalahkan Leeds, 4-1.
Tentu yang paling terasa ketika William Saliba harus absen hingga akhir musim ini berakhir. Setelah menjalani 27 laga tak tergantikan, kehilangan Saliba membuat Si Meriam timpang.
Arsenal mengoleksi 2,4 poin per gim dengan koleksi 78 persen kemenangan dengan kehadiran Saliba di jantung pertahanan. Tanpa bek tengah berusia 22 tahun itu, performa Arsenal mengalami penurunan drastis dengan hanya mengemas 1,6 poin per gim dan persentase kemenangan menukik dengan 44 persen.
Rob Holding dan Jakub Kiwior secara bergantian untuk menemani Gabriel Magalhaes hanya mampu sekali membantu Arsenal mencatatkan nirbobol pada laga menghadapi Newcastle, 7 Mei lalu. Di delapan gim lainnya, pertahanan Arsenal sangat rapuh karena kemasukan 17 gol.
Dengan jumlah itu, tanpa Saliba, pertahanan Arsenal rerata kebobolan 1,8 gol per laga. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dibandingkan rata-rata 0,9 gol kemasukan per gim ketika Saliba tampil.
Baca juga : Arsenal bagai Atlas yang Memanggul Bumi di Pundaknya

Pemain Arsenal William Saliba (kanan) dijegal oleh pemain Tottenham Hotspur Harry Kane pada laga Liga Inggris di Stadion Emirates, London, 1 Oktober 2022.
Ketergantungan akut pemain utama
Namun, kerapuhan Arsenal setelah kehilangan Saliba sejatinya juga disebabkan “kesalahan” Arteta sejak awal musim. Manajer asal Spanyol itu terlalu percaya dengan 11 pemain utamanya, sehingga jarang melakukan rotasi kepada pemain-pemain penting.
Alhasil, ketika pemain inti absen, Arteta kelimpungan mempertahankan performa kolektif skuadnya. Jadi, faktor kedua Arsenal gagal juara di musim ini adalah ketergantungan akut Arteta terhadap 11 pemain utama.
Mengganti Saliba dengan mengharapkan Holding, yang lebih banyak duduk di bangku cadangan dibandingkan berlaga di lapangan, serta Kiwior, yang sebelumnya membela Spezia di Italia, tampil dengan kualitas yang sama adalah kemustahilan.
Keputusan Arteta tidak pernah mengistirahatkan Saliba dalam 27 laga di musim ini berakibat pemain lain gagap ketika langsung diberi kesempatan tampil dengan ekspektasi yang setara dengan Saliba.
Baca juga : “Si Meriam” Dibayangi Mimpi Buruk

Pemain Arsenal Rob Holding (kanan) berebut bola dengan pemain Manchester City Erling Haaland pada laga Liga Inggris di Stadion Etihad, Manchester, England, Rabu (26/4/2023).
Di musim ini, kesempatan bermain skuad Arsenal amat timpang. Terdapat 15 pemain yang mencatatkan lebih dari 15 penampilan di Liga Inggris musim ini, tetapi hanya 11 pemain yang pernah masuk dalam 11 pemain utama lebih dari 10 laga di musim ini. Mereka adalah Aaron Ramsdale, Gabriel, Saliba, Jesus, Martin Odegaard, Bukayo Saka, Gabriel Martinelli, Thomas Partey, Oleksandr Zinchenko, Granit Xhaka, dan Ben White.
Dari 11 pemain itu, Jesus menjadi pemain paling minimal mencatatkan laga sebagai pemain inti dengan 22 gim. Di luar 11 pemain itu, catatan jumlah penampilan sebagai 11 pemain awal Arsenal amat jauh, sebab Nketiah—yang paling mendekati 11 pemain utama itu—hanya mencatatkan sembilan laga sebagai pemain utama.
Jumlah itu amat jauh itu jika membandingkan rotasi yang dilakukan tiga manajer yang membawa timnya menghuni empat besar. Guardiola memainkan 16 pemain City dengan koleksi lebih dari 15 laga. Jumlah pemain itu pun telah mencatatkan lebih dari 10 kali tampil sejak sepak mula laga.
Tak mau kalah dari rival sekota, Manchester United, yang diasuh Erik ten Hag, telah memiliki 19 pemain dengan catatan lebih dari 15 penampilan. Sebanyak 17 pemain telah mendapat kesempatan tampil lebih dari 10 laga sebagai pemain inti.
Manajer Newcastle United Eddie Howe pun gemar melakukan variasi susunan 11 pemain utama. Sebanyak 15 pemain “The Magpies” sudah mengoleksi lebih dari 15 laga. Sebanyak 13 pemain di antaranya telah tampil sejak menit awal lebih dari 10 gim.
Baca juga : Maraton Abstrak City dan Arsenal

Pemain Newcastle United Joelinton (kiri) berebut bola dengan pemain Arsenal Jorginho pada laga Liga Inggris di Stadion St James' Park, Newcastle, Minggu (8/5/2023). Arsenal menang 2-0 pada laga itu.
“Dalam satu tim ada lebih dari 20 pemain, sehingga kehilangan satu pemain (Saliba) tidak layak disebut sebagai akar kegagalan mereka (Arsenal) juara. Semua tim yang bersaing untuk gelar juara, termasuk City, pernah kehilangan pemain penting, jadi itu penting untuk memberikan pengalaman kepada pemain,” ucap Gary Neville, peraih delapan trofi Liga Inggris, dilansir Football-London.
Di sisi lain, Arsenal juga tim yang paling banyak mempertahankan susunan 11 pemain utama di musim ini. Sebanyak 16 laga dijalani Si Meriam tanpa melakukan perubahan susunan pemain inti dibandingkan laga sebelumnya. Rekor sebelumnya, Arsenal mempertahankan susunan pemain utama di 12 laga pada musim 1996-1997.
Taktik ketinggalan zaman
Satu lagi penyebab Arteta belum mampu mengikuti jejak Arsene Wenger, yang membawa Arsenal juara di era Liga Primer, adalah pendekatan taktik yang sudah ketinggalan zaman. Melihat permainan Si Meriam musim ini dengan formasi baku, 4-3-3, memang sangat mengasyikkan dan menghibur.
Sepak bola dominan dengan filosofi menyerang melalui penguasaan bola menjadi identitas Arsenal. Tetapi, cara bermain Arsenal sudah tertinggal satu atau dua musim dari City yang diasuh Guardiola, sang bapak possesion football.
Baca juga : Juara Liga Inggris 2023, Pupusnya Harapan Arsenal di Tangan Manchester City

Selebrasi penyerang Manchester City, Erling Haaland, dalam laga Liga Inggris antara Fulham dan City di Stadion Craven Cottage, London, Minggu (30/4/2023). City mengalahkan Fulham, 2-1.
Arsenal masih menggunakan taktik false nine yang sudah tidak relevan di era saat ini. Sebab, sepak bola dalam satu tahun terakhir telah kembali membutuhkan pemain bernomor punggung sembilan murni atau penyerang tengah. The Citizens membuktikan dominasi mereka di musim ini berkat kehadiran striker tajam, Erling Haaland.
“Selama Piala Dunia 2022, kita disadarkan kembali bahwa tim membutuhkan penyerang tengah yang menunggu bola dan menyelesaikan peluang. Saya tidak menganggap penguasaan bola sudah tidak cocok, tetapi tim-tim yang hanya fokus menyerang dengan penguasaan bola kalah dari tim yang efektif memanfaatkan peluang,” ujar Juergen Klinsmann, anggota tim teknis FIFA pada Qatar 2022 yang kini menangani tim nasional Korea Selatan.
Mendatangkan Jesus dari City di awal musim ini memang menjawab kebutuhan sumber gol, tetapi pemain asal Brasil bukanlah pemain dengan peran sebagai poacher atau penyelesai peluang. Mobilitas tinggi Jesus membuatnya lebih sering menjemput bola dan membuka ruang, alih-alih menanti suplai bola dari rekan setimnya di kotak penalti lawan.
Selain itu, Arteta juga kurang memiliki rencana alternatif ketika strategi primernya tidak berjalan baik. Itu terlihat dalam tiga duel jumpa City di musim ini, Arsenal selalu menelan kekalahan. Pada tiga laga itu, City sukses meredam permainan menyerang Arsenal serta sempat menerapkan taktik "aneh" dengan garis pertahanan rendah dan mengandalkan transisi serangan balik cepat.
Baca juga : Siapa Juara Liga Inggris 2023, Arsenal atau Manchester City?

Manajer Arsenal Arsene Wenger
Meski gagal meraih gelar liga, musim ini patut tetap disyukuri oleh skuad dan pendukung Arsenal. Arsene Wenger, eks Manajer Arsenal, mengatakan, perjalanan musim 2022-2023 adalah bekal pengalaman yang penting sebagai pijakan awal bagi Arsenal untuk kembali menjadi pesaing gelar juara Liga Inggris di tahun-tahun mendatang.
“Jika gagal menjadi juara, musim ini adalah momen berharga bagi skuad muda Arsenal untuk mengenyam banyak pengalaman. Mereka di jalur yang tepat untuk menjadi pesaing City sebagai kandidat juara di musim depan,” kata Wenger dilansir Mirror.
Sampai jumpa di musim depan, Si Meriam!