Eko Yuli Irawan membuktikan dirinya masih di puncak kejayaan dengan mendapatkan emas ketujuh pada SEA Games. Namun, rasa cemas sempat menyelimuti prosesnya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·5 menit baca
PHNOM PENH, KOMPAS Eko Yuli Irawan (33) sempat cemas melihat lawan-lawannya yang masih muda bisa mengunggulinya. Namun, rasa cemas itu justru memotivasi Eko hingga dirinya kembali mendapatkan emas dan memecahkan rekor baru SEA Games untuk clean and jerk, Sabtu (13/5/2023) di National Olympic Stadium, Phnom Penh, Kamboja.
Eko meraih medali emas SEA Games yang ketujuh sejak 2007 lalu. Lifter paling tua di kelas 61 kg itu mencatat total angkatan 303 kilogram (kg), dari snatch 133 kg dan clean and jerk 170 kg. Ia bahkan memecahkan rekornya sendiri pada kategori clean and jerk yang pernah ia raih sebelumnya, yakni 169 kg.
Lomba berlangsung dramatis karena diwarnai kegagalan yang hampir membuat Eko kehilangan medali emas. Pada kategori snatch, Eko berhasil membuat angkatan pertama 133 kg. Namun, dia gagal pada angkatan kedua dan ketiga saat mencoba mengangkat 137 kg. Untung saja, angkatan 133 kg itu merupakan yang terbaik dibandingkan semua lawannya.
Kegagalan dua angkatan snatch membuat Eko cemas. Ia berteriak keras sebelum memulai angkatan clean and jerk.
Eko memulai clean and jerk dengan 161 kg dan berhasil. Namun, pada angkatan kedua seberat 166 kg, Eko gagal menaikkan kedua tangannya. Dia pun memilih menunggu semua lawan menyelesaikan angkatan mereka sebelum memilih beban untuk angkatan ketiga.
Jhon Febuar Manguroban Ceniza dari Filipina sebagai pesaing terdekat mengangkat 169 kg pada angkatan ketiganya. Oleh karena itu, Eko memilih mengangkat beban 170 kg dan berhasil menuntaskannya.
"Angkatan terakhir ini menentukan, mau patah atau lanjut. Kalau tidak kena, saya cuma dapat perunggu," ujar Eko.
Bagi Eko, SEA Games kali ini merupakan yang paling berat karena cedera yang ia alami sebelum berlaga di Kamboja. Namun, Eko tetap mampu tampil mengejutkan.
"Saya tidak tahu apakah masih bisa jongkok atau tidak habis ini. Otomatis saya istirahat dulu memulihkan lutut supaya ke depan bisa lebih siap lagi," ungkap Eko.
Cedera itu membuat Eko khawatir tentang peluangnya tampil di Olimpiade Paris tahun depan. Dia tak bisa memastikan karena setelah pertandingan dia kembali merasakan sakit di tempat cedera sebelumnya. "Kalau itu (olimpiade) masih jauh dan masih harus memperbaiki diri lagi," kata Eko.
Angkatan terakhir ini menentukan, mau patah atau lanjut. Kalau tidak kena, saya cuma dapat perunggu.
Tak hanya soal cedera, Eko juga sempat cemas berat badannya tak cukup saat ditimbang sebelum bertanding. Pasalnya, persiapan yang sedikit membuat berat badannya berubah-ubah dengan begitu cepat. “Saat latihan berat badan saya masih lebih tinggi lagi,” ungkap Eko.
Hal itu juga disampaikan Manajer tim lifter Indonesia yang sekaligus pelatih, Muhammad Rusli. Menurutnya, persiapan yang sedikit mempengaruhi banyak hal. Dalam waktu dua hari mereka harus langsung bertanding dan belum sempat beradaptasi dengan kondisi, cuaca, hingga makanan yang disajikan di Kamboja. Hal itu berpengaruh pada berat badan atlet yang sejak pelatnas selalu diukur berat badan hingga lemak tubuh mereka.
“Soal berat badan itu juga sempat buat kami semua cemas, karena Eko sempat diet ketat karena beratnya sempat naik apalagi setelah istirahat cedera. Eko itu lifter legend, dia punya power dan pengalaman yang mumpuni, kami semua percaya dia bisa,” kata Rusli.
Selain Eko, Indonesia juga mendapatkan dua medali perunggu dari lifter debutan, Muhammad Husni di kelas 55 kg putra dan Luluk Diana Tri Wijayana di kelas putri 49 kg. Luluk mencatat total angkatan 173 kg, dari snatch 78 kg dan clean and jerk 95 kg. Medali emas dan perak diraih Sanikun Tanasan (Thailand) dan Lovely Vidal Ina (Filipina) dengan total angkatan 191 kg dan 178 kg.
Muhammad Husni meraih perunggu dengan total angkatan 233 kg, dari 113 kg snatch dan 120 kg clean and jerk. Medali emas dan perak diraih Gia Thanh Lai (Vietnam) dan Thada Somboon-Uan dengan total angkatan 261 kg dan 248 kg.
Meski hanya medali perunggu, tetapi hasil itu merupakan pencapaian luar biasa karena mereka merupakan atlet yang baru pertama kali berlaga di kejuaraan multi-cabang Asia Tenggara. Husni dan Luluk bahkan tidak sempat ikut pelatnas karena mengikuti program latihan di daerahnya masing-masing yakni Lampung dan Jawa Timur.
“Ini bagian dari regenerasi dan strategi, karena beberapa lifter andalan sedang mengikuti kejuaraan di Korea mengumpulkan poin untuk bisa ikut olimpiade,” ungkap Rusli.
Pada Sabtu (13/5), Indonesia secara total menambah enam emas lima perak dan lima perunggu. Selain dari angkat besi, Indonesia juga menambah dua medali emas dari cabang renang sirip. Kedua medali emas disumbangkan oleh Wahyu ANggoro Tamtomo pada nomor 50 meter (m) permukaan dan Janis Rosalita Suprianto.
Wahyu meraih emas setelah mencatat waktu 15,5 detik. Wahyu mengungguli perenang sirip Vietnam Nguyen Thanh Loc yang mencatat waktu 15,74 detik dan meraih perak.
Sementara, Janis mencatat waktu 17,89 detik untuk menjadi yang tercepat. Medali perak diraih Thi Duyen Cao dari Vietnam yang mencatat waktu 18,16 detik.
Tim sepak takraw dan chinlone juga meraih emas pada nomor tim dobel putra. Tim yang terdiri atas Saiful Rijal, Rusdi Muhammad Hardiansyah Muliang, Andy Try Sandi Saputra, Diky Apriyadi, Jelki Ladada, Anwar Budiyanto, Abdul Muin, dan Muhammad Hafidz mengalahkan tim Myanmar dengan skor 2-0.
Tim traditional boat race juga menymbangkan emas pada nomor 12 kru 250 meter. Tim Indonesia mencatat waktu total dua menit 6,95 detikdari dua putaran. Medali perak diraih tim Vietnam dengan waktu dua menit 10,167 detik.
Satu emas lagi diraih petenis tunggal putri Priska Madelyn Nugroho.