Atlet Indonesia cabang olahraga "obstacle race" tak hanya menghadapi rintangan dalam kompetisi pada SEA Games Kamboja 2023. Mereka juga menghadapi banyak rintangan di luar lintasan. Walakin, medali tetap mampu diraih.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·5 menit baca
Begitu banyak kisah para atlet dalam perjuangannya meraih medali dalam SEA Games Kamboja 2023. Seperti cerita atlet obstacle race yang harus berhemat demi bisa berlatih di negara tetangga. Meskipun demikian, perjuangan mereka selama latihan terbayar dengan tiga medali untuk negara.
Minggu (7/5/2023) siang, para atlet obstacle race atau olahraga adu cepat melewati rintangan, sedang berswafoto dengan medali yang mereka raih, termasuk Rahmayuna Fadillah (29). Ia terharu dengan raihannya dan tim. Meskipun hanya mendapatkan perak, ia tahu betul perjuangan sampai di titik itu.
Ia mengenang kembali saat-saat bulan puasa dan mereka harus tetap latihan. Bukan di rumah, melainkan di negeri orang. Yuna, sapaan akrabnya, harus ke Filipina untuk latihan selama sebulan bersama tim obstacle race Indonesia. Ironisnya, karena latihan di Filipina merupakan inisiatif tim, mereka membeli sendiri tiket pulang-pergi dari Indonesia ke Filipina.
“Kami beli tiket masing-masing, di sana juga kami masak sendiri supaya bisa lebih hemat karena tinggal sebulan di sana,” kata Yuna saat ditemui di halaman parkir Chroy Changvar Convention Center, Phnom Penh, Kamboja, Minggu siang.
Filipina dipilih karena mereka memiliki lintasan yang sesuai standar SEA Games. Di Indonesia lintas serupa belum ada. Untuk bisa menguasai lintasan, mereka harus berlatih di Filipina. Apalagi, mereka tahu bahwa orang Filipina juga lah yang mendesain lintasan beserta halang rintangnya.
Yuna bahkan sudah memprediksi jika mereka akan berjumpa dengan Filipina di Kamboja. Benar saja, di final pada Minggu pagi tim Indonesia berjumpa dengan Filipina di nomor Women's Relay.
Dalam pertandingan itu, tiga atlet Indonesia sempat unggul dari atlet Filipina. Mereka adalah Mudji Mulyani, Anggun Yolanda dan Rahmayuna Fadillah. Sayangnya di rintangan terakhir, tangan atlet Indonesia kalah cepat meraih tombol yang memenangkan Filipina. Bedanya hanya 1,33 detik.
“Kami hampir menang, seharusnya bisa menang, tetapi atlet Filipina lebih cepat lagi,” ujar Yuna yang juga pernah menjadi atlet panjat tebing Indonesia. Ia dan kawan-kawannya pun harus puas dengan perak.
Selain perak, Indonesia juga mendapatkan medali perunggu yang didapat Anggun Yolanda Samsul Hadi yang turun di nomor Women's Relay serta kuartet Putra Waluya, Panji Mohamad Paisal, Angga Cahya, dan Fahrun yang berlaga di nomor Men's Relay
Manajer Tim Obstacle Race Indonesia Ira Rasyid menjelaskan kepada media, para atletnya bisa menyumbang medali untuk Indonesia merupakan perkembangan luar biasa dari tim. Dirinya takjub dengan perjuangan dari tim putra pun tim putri.
Ira menjelaskan, timnya berjuang hingga akhir. Tim yang dipimpin Mudji Mulyani bahkan sudah sempat unggul dan memimpin laju dari rintangan awal. Mereka kalah cepat 1,33 detik dibanding atlet Filipina.
“Bukan bersyukur lagi, itu gila-gilaan banget bisa dapet perak. Kami fight melawan Filipina itu sudah ngomongin detik. Itu pencapaian yang luar biasa. Padahal kita tak punya arena buat latihan. Kita belum punya trek 100 meter itu,” kata Ira.
Tim obstacle race berjuang dengan keterbatasan tempat latihan dan anggaran. Meskipun demikian, mereka masih bisa menyumbang tiga medali, dengan harapan bisa lebih baik di ajang berikutnya dan tentunya dengan fasilitas latihan yang memadai tanpa perlu repot keluar negeri.
Cabang olahraga yang satu ini memang belum popular di kalangan masyarakat Indonesia. Namanya mungkin masih asing, tetapi jika mendengar nama ninja warrior mungkin tak asing di telinga. Keduanya mirip namun tak sama. Dalam olahraga yang satu ini peserta harus secepat mungkin melewati beberapa halang rintang yang dibangun sedemikian rupa.
Di SEA Games Kamboja 2023, cabang olahraga ini dipertandingkan di halaman parkir Chroy Changvar Convention Center, Phnom Penh, Kamboja. Terdapat lintasan yang telah didesain sedemikian rupa dengan panjang 100 meter.
Sepanjang lintasan, panitia telah membuat berbagai bentuk halang rintang. Di bagian awal, peserta harus langsung melompat melewati rintangan papan persegi yang miring. Setelah itu, rintangan berikutnya peserta masih harus melompat dan meraih tiang dan mengayunkan badan ke tiang besi berikutnya. Tiang besi melintang itu panjangnya sekitar dua meter dengan tinggi hampir tiga meter.
Begitu turun dari tiang besi itu, peserta disambut dengan dinding tebal dengan tinggi lebih dari satu meter. Mereka wajib melompati dinding tersebut. Rintangan berikutnya bakal membuat kaki peserta lemas karena sekali lagi mereka harus melompat meraih besi yang berbentuk seperti roda. Saat besi diraih peserta tak hanya mengayunkan badan, mereka harus mengayunkan badan sambil memutar besi agar bisa meraih lingkaran besi berikutnya.
Di lingkaran besi terakhir, peserta harus melompat sambil menyentuh atau menepuk besi yang menggantung. Jika tidak tersentuh maka peserta wajib mengulang melompat di besi terakhir. Usai rintangan itu, peserta dihadapkan dengan dinding yang lebih tinggi setidaknya dua meter lebih. Setelah itu mereka akan melewat pijakan-pijakan yang membuat mereka harus melompat tiap langkahnya.
Usai melewati itu, peserta sekali lagi harus melompat dan meraih pegangan besi yang diikat dengan tali dan sekali lagi mengayunkan tubuhnya ke depan. Di depan rintangan sudah menghadang lagi, mereka harus merayap sekitar dua meter, lalu kembali melompat dan berayun dengan tali tambang putih. Itu bukan rintangan terakhir.
Rintangan paling akhir merupakan dinding paling tinggi yang dibuat agak melengkung. Di bagian atas dinding itu terdapat panggung dengan tombol yang harus dipencet peserta. Tombol itu lah yang akan menghentikan waktu tempuh peserta dari awal mula lari rintangan dimulai.
“Kami sudah mengikuti dua kali kejuaraan seperti ini dan selalu mendapatkan hasil. Semoga ke depan cabang ini bisa lebih maju lagi dan bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara,” kata salah satu atlet peraih medali perunggu, Angga Cahya.