Chelsea hanya berganti manajer, tetapi performa dan hasil buruk mereka tidak turut berubah. Debut kedua Lampard di klub London itu membuktikannya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
WOLVERHAMPTON, SABTU – Harapan besar terhadap manajer sementara, Frank Lampard, untuk mengeluarkan Chelsea dari krisis, sirna seketika. Debut kedua Lampard sebagai manajer “Si Biru” berujung tragis akibat kekalahan dan penampilan yang masih tanpa arah.
Gol spektakuler gelandang Wolverhampton Wanderers, Matheus Nunez, menjadi pembeda dalam laga yang berlangsung terbuka dan saling serang di Stadion Molineux, Sabtu (8/4/2023) WIB itu. Gol itu dicetak pada menit ke-31 lewat tendangan punggung kaki luar dari sisi kiri gawang Chelsea.
Lewat gol tunggal Nunez, Wolves yang sedang berlari dari zona degradasi pun menaklukkan tim tamu, 1-0. Di sisi lain, Lampard menandai era kedua bersama Chelsea dengan hasil buruk. Adapun sang manajer baru ditunjuk menjadi manajer sementara pada dua hari lalu.
“Kami hanya menampilkan 70 persen pada paruh pertama. Semua itu cukup sampai datang roket dari mereka (Nunez) yang tidak tahu datang dari mana. Kami lebih baik setelah turun minum, tetapi masih kehilangan rasa untuk mencetak gol,” kata Lampard.
Lampard datang dengan ide baru untuk Chelsea. Manajer 44 tahun itu menampilkan formasi andalannya, 4-3-3. Dua manajer Chelsea sebelumnya pada musim ini, Graham Potter dan Thomas Tuchel, lebih sering mengandalkan formasi tiga bek sejajar bek, yaitu 3-4-2-1 atau 3-4-3.
Pemain dengan peran paling berbeda dalam formasi ala Lampard adalah gelandang 23 tahun, Conor Gallagher. Tampil selama 90 menit penuh, Gallagher diberikan kebebasan membantu sisi sayap kanan atau masuk ke kotak penalti. Dia kembali menjadi starter sejak terakhir pada Februari.
Gallagher, dalam musim pertama setelah kembali dari peminjaman di Crystal Palace, tidak masuk rencana skuad utama pada era Potter maupun Tuchel. Keputusan Lampard memainkannya cukup unik, tetapi tidak terlalu mengejutkan. Dia sudah terkenal sering memberi kepercayaan ke para pemain muda.
Terlalu banyak perubahan yang terjadi (dalam waktu singkat). Masih banyak hal yang harus diperbaiki. Performa tadi memperlihatkan itu. Kami butuh terbiasa dengan kemenangan dan membuat itu jadi kebiasaan. (Frank Lampard)
Namun, masalah Chelsea masih sama seperti sepanjang musim ini. Mereka kurang mampu menciptakan dan memaksimalkan peluang. Sentuhan terakhir mereka sebelum menjadi tembakan sering gagal. Mereka menciptakan 13 tembakan, tetapi hanya satu kali yang menemui sasaran.
Wolves justru lebih berbahaya dengan kombinasi umpan pendek dan panjang dengan formasi 4-4-2. Mereka selalu mengancam dengan duet penyerang Diego Costa dan Matheus Cunha. Ancaman itu terutama pada paruh kedua, setelah unggul dan lebih banyak mengandalkan serangan balik.
Lampard melakukan segala cara untuk membuka keran gol. Pada 30 menit terakhir, trio penyerang Chelsea yaitu Kai Havertz, Joao Felix, dan Raheem Sterling, diganti. Trio baru masuk, yaitu Pierre-Emerick Aubameyang, Mykhailo Mudryk, dan Christian Pulisic.
Pemandangan dari pergantian itu cukup unik. Lampard memberikan kesempatan Auba untuk membuktikan diri. Adapun mantan penyerang Arsenal dan Barcelona itu sudah tidak bermain sejak akhir Februari. Mirisnya, keadaan tidak banyak berubah setelah pergantian.
Masalah Chelsea
Kondisi tersebut cukup untuk semakin mempertegas masalah “Si Biru”. Mereka begitu sulit mencetak gol, baru memasukkan 29 gol dalam 30 pertandingan Liga Inggris. Produktivitas tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan tim peringkat ke-19 Leicester City (40 gol).
Wajar saja jika Chelsea kesulitan bangkit ketika tertinggal. Menurut Squawka, mereka selalu kalah setelah tertinggal pada turun minum pada musim ini (7 kali). Tidak satu pun dari laga tersebut berujung seri, apalagi menang.
Lampard berkata, tidak mudah membangkitkan tim dari krisis dalam waktu sekejap. “Terlalu banyak perubahan yang terjadi (dalam waktu singkat). Masih banyak hal yang harus diperbaiki. Performa tadi memperlihatkan itu. Kami butuh terbiasa dengan kemenangan dan membuat itu jadi kebiasaan,” ucapnya.
Chelsea saat ini masih terjebak di peringkat ke-11 klasemen sementara akibat tren hanya 4 kali menang dalam 20 laga terakhir. Dalam 8 laga terakhir, mereka masih harus bertandang ke markas Arsenal dan duo Manchester.
Kami tidak fokus kepada mereka. Kami fokus kepada rencana besar tim ini. Apa yang kami ingin lakukan hingga akhir. Untungnya kami menang.
Tantangan berat juga sudah menunggu Lampard di Liga Champions Eropa. Chelsea akan berhadapan dengan Real Madrid dalam laga kandang dan tandang babak perempat final. Adapun menjadi juara musim ini adalah cara paling realistis “Si Biru” bermain lagi di Liga Champions musim depan.
Manajer Wolves Julen Lopetegui mengatakan, drama pergantian manajer Chelsea tidak mengganggu fokus tim asuhannya sama sekali. “Kami tidak fokus kepada mereka. Kami fokus kepada rencana besar tim ini. Apa yang kami ingin lakukan hingga akhir. Untungnya kami menang,” tuturnya.
Raihan tiga poin membuat Wolves berada di peringkat ke-12 (31 poin). Meskipun begitu, tim asuhan Lopetegui masih tetap dibayangi jeratan zona degradasi. Mereka hanya berjarak empat poin dengan tim peringkat ke-18, Nottingham Forest. (AP/REUTERS)