Bersiap Menjadi Kawah Candradimuka Baru Pembibitan Nasional
Ajang balap sepeda Cycling De Jabar yang memasuki edisi kedua di tahun ini mulai disiapkan sebagai kompetisi rutin nasional. Tujuannya agar bisa membangkitkan geliat pembinaan pebalap sepeda, terutama dari Jawa Barat.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Setelah edisi perdana di tahun lalu lebih bersifat tur atau granfondo, Cycling De Jabar 2023 mulai disiapkan menjadi kompetisi rutin untuk mencetak bibit baru pebalap sepeda tingkat nasional. Ajang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bekerja sama dengan harian Kompas itu menyiapkan skema baru untuk memacu persaingan di antara peserta.
Kita berusaha menyiapkan Cycling De Jabar ke arah kompetisi. Maka itu, ada beberapa perubahan yang kita lakukan agar kompetisinya lebih terasa. Apalagi ada sejumlah klub sepeda top yang mengikuti Cycling De Jabar tahun ini.
”Kita berusaha menyiapkan Cycling De Jabar ke arah kompetisi. Maka itu, ada beberapa perubahan yang kita lakukan agar kompetisinya lebih terasa. Apalagi ada sejumlah klub sepeda top yang mengikuti Cycling De Jabar tahun ini,” ujar pengawas perlombaan Cycling de Jabar 2023 Dendi Gunawan seusai Coffe Ride Road to Cycling de Jabar 2023 di Jakarta, Minggu (2/4/2023).
Dendi mengatakan, skema baru itu antara lain perubahan lokasi kompetisi raja dan ratu tanjakan atau king and queen of mountain. Tahun lalu, perebutan gelar itu dilakukan dari kilometer (km) ke-12 hingga ke-25 atau tak jauh dari lokasi start di Geopark Ciletuh, Kabupaten Sukabumi. Tahun ini, panitia memulainya dari km ke-183,9 dengan jarak sejauh 5 km atau menjelang finis etape pertama di Ranca Buaya, Kabupaten Garut.
Demikian untuk intermediate sprint. Tahun lalu, sprinter terbaik ditentukan dalam lintasan sejauh 1 km di km 153,1 etape kedua. Tahun ini, sprinter terbaik ditentukan dalam perlombaan berjarak 3 km di lokasi yang sama. ”Perubahan itu bertujuan untuk menguji kemampuan para pebalap hingga finis di tiap etape. Dengan begitu, atmosfer kompetisinya lebih terasa,” terang Dendi.
Selebihnya, tidak ada perbedaan berarti antara Cycling De Jabar tahun lalu dan tahun ini. Rute ajang itu tetap sama, yakni dibagi dua etape. Etape pertama sejauh 199,7 km dari Geopark Ciletuh hingga Ranca Buaya dengan batas waktu 11 jam, sedangkan etape kedua sejauh 168,6 km dari Ranca Buaya hingga Pangandaran Sunset Park, Kabupaten Pangandaran dengan batas waktu 10 jam.
Terdapat empat kategori perlombaan, yaitu elite putra, elite putri, master A non atlet (30-40 tahun), dan master B non atlet (41-50 tahun). Panitia menyediakan 11 stasiun air di setiap 30 km dan 2 feedingzone. Rangkaian kegiatan dimulai dengan Coffee Ride yang berlangsung di dua kota, yakni Jakarta dan Bandung, Jawa Barat pada 9 April sebelum acara puncak pada 8-9 Juli mendatang.
Coffee Ride di Jakarta diisi dengan sepeda bersama yang diikuti oleh komunitas sepeda asal Jakarta Bekate Sese/Bkt cc sejauh kurang lebih 10 km mengitari kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Kemudian, ada berbagi pengalaman mengenai rute perlombaan oleh juara tanjakan putra tahun lalu, Abdul Soleh dan juara tanjakan putri Gita Widya Yunika.
Abdul dan Gita menyampaikan, yang utama untuk mengarungi Cycling De Jabar adalah rutin berlatih tanjakan dan daya tahan setidaknya 8 jam sehari. Sebab, rute tanjakan di kawasan pantai selatan Jawa Barat itu cukup menantang karena relatif curam. Selain itu, jarak total dua etape cukup panjang, yaitu mencapai 368,3 km.
”Di samping itu, kita perlu menyiapkan setting-an sepeda yang cocok untuk jalur tersebut, yang siap untuk menanjak dan menghadapi angin yang relatif kencang serta jalan datar yang panjang. Selebihnya, saat lomba, kita mesti menjaga hidrasi agar tubuh terus terjaga dengan baik,” kata Gita memberikan tips dan trik.
Evaluasi
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Barat Asep Sukmana menuturkan, untuk mewujudkan iklim kompetisi yang lebih baik, pihaknya dan pihak terkait telah mengevaluasi pelaksanaan tahun lalu untuk perbaikan tahun ini. Mereka mencatat ada beberapa hal yang harus dioptimalkan untuk perhelatan tahun ini yang mengusun tema ”nyambungkeun sumanget!” tersebut.
Pertama, sebagaimana diskusi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mereka ingin suasana di lokasi start di Geopark Ciletuh dan finis di Pangandaran Sunset Park lebih semarak. Kedua, akses menuju tempat-tempat wisata akan dibenahi. Bersama dinas pekerjaan umum, mereka tengah memperbaiki infrakstruktur jalan yang rusak di tahun lalu.
Ketiga, mereka ingin peserta funbike yang lebih meriah dengan target jumlah peserta 1.000-2.000 orang. Lokasi fun bike dari kawasan Parigi hingga Pangandaran Sunset Park sejauh 20 km. ”Kami ingin optimalkan fun bike agar suasana semakin meriah. Tahun lalu, fun bike hanya diikuti sekitar 100 orang karena ada kendalan teknis. Tahun ini, di luar peserta lomba yang ditargetkan 160 orang, kami ingin fun bike bisa diikuti 1.000-2.000 orang agar animo masyarakat lebih terasa,” tutur Asep.
Secara keseluruhan, Asep mengutarakan, pihaknya sangat serius menggarap Cycling De Jabar agar lebih baik di setiap edisinya. Mereka ingin Cycling De Jabar menjadi agenda rutin yang panjang, lebih-lebih menjadi ajang balap sepeda bergengsi tingkat nasional. Tujuan besarnya, mereka ingin Cycling De Jabar mengisi kekosongan kompetisi balap sepeda nasional selepas Tour De Java dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dan Kejuaraan Nasional Tanjakan Tangkuban Perahu di Kabupaten Bandung Barat terakhir kali dilaksanakan di awal 2000-an.
”Kata Pak Gubernur Jawa Barat, kalau Cycling De Jabar bisa berlangsung lima kali, ajang ini bisa panjang umur. Semoga ke depan, Cycling De Jabar bisa menggantikan dua lomba bergengsi yang pernah ada di Indonesia, yakni Tour De Java dan Kejuaraan Nasional Tanjakan Tangkuban Perahu. Salah satunya agar bisa menjadi wadah melahirkan bibit baru pebalap nasional, khususnya dari Jawa Barat yang sempat menjadi gudangnya pebalap-pebalap top nasional,” ujar Asep.
Menurut Redaktur Pelaksana Kompas Adi Prinantyo, Jawa Barat tidak perlu pusing-pusing membangun arena untuk latihan dan lomba sepeda. Sebab, provinsi berjuluk ”Bumi Pasundan” itu dikaruniai arena alam yang selama ini teruji banyak mencetak pebalap andal untuk Indonesia, seperti Enceng Durahman dan Yusuf Kibar di era 1970-1980-an, serta Tonton Suprapto di era 1990-2000-an.
Kini, yang dibutuhkan Jawa Barat tinggal menghidupkan kembali geliat kompetisi lokal maupun nasional di sana. Selain menawarkan keindahan alam untuk sektor pariwisata, kawasan pantai selatan Jawa Barat yang menjadi tempat perhelatan Cycling De Jabar adalah lokasi ideal untuk menumbuhkan geliat tersebut. ”Semoga kelak, Cycling De Jabar menjadi ajang rutin untuk mematangkan atlet dan meneruskan kaderisasi pebalap sepeda dari Jawa Barat,” kata Adi.