”Kompas” mengenang kembali momen tim ”Juku Eja” menjuarai Liga Indonesia 2000. Kilas balik momen bersejarah PSM Makassar itu disajikan melalui arsip berita dan foto ”Kompas” serta tabloid ”Bola”.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
PSM Makassar hanya membutuhkan dua poin dari tiga laga tersisa di BRI Liga 1 2022-2023 untuk mengulang sejarah, 23 tahun silam, yaitu ketika menjadi juara Liga Bank Mandiri 1999-2000. Penentuan PSM menjadi kampiun Indonesia bisa tercipta pada Jumat (31/3/2023) ini.
Tim ”Juku Eja” akan menjalani laga tandang ke markas Madura United, Stadion Gelora Ratu Pamelingan, Pamekasan, Jawa Timur. Laga dimulai pada pukul 20.30 WIB.
Merujuk pertemuan di putaran pertama ketika PSM tumbang 0-1, duel kontra Madura tidak akan berjalan mudah. Namun, PSM bisa saja mengunci gelar juara tanpa membawa pulang kemenangan dari Ratu Pamelingan.
Syaratnya, duel klasik antara Persija Jakarta versus Persib Bandung yang berlangsung di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, pada waktu bersamaan berakhir imbang atau dimenangkan Persija.
Sebelum mengakhiri dahaga juara bagi skuad dan pendukung PSM di musim ini, Juku Eja sudah amat lama menanti kampiun. PSM merasakan gelar juara pertama (dan masih satu-satunya) di era unifikasi Liga Indonesia sejak 1994 pada musim 1999-2000.
Kala itu, kompetisi masih berformat dua wilayah. Juara ditentukan melalui pertarungan di babak delapan besar hingga final yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Perjuangan PSM menembus babak delapan besar dicapai setelah memuncaki Grup Wilayah Timur dengan koleksi 56 poin dari 26 laga. Skuad yang diasuh Syamsuddin Umar itu mengoleksi poin terbanyak di musim regular.
Dominasi PSM tak terbendung di babak delapan besar seusai menyapu bersih tiga laga di Grup A melawan Pupuk Kaltim, PSMS Medan, dan Persijatim. Di babak semifinal, PSM menumbangkan Persija, 1-0, lewat gol tunggal Miro Baldo Bento.
Tabloid Bola juga mendedikasikan halaman XVIII rubrik Ole Nasional untuk mengulas berita tentang PSM.
Performa gemilang PSM mencapai klimaks ketika menaklukkan Pupuk Kaltim Bontang, 3-2, di partai puncak. Brace atau dua gol dari Kurniawan Dwi Yulianto dilengkapi gol Rachman Usman. Pupuk Kaltim sempat membalas melalui Aris Budi Prasetyo dan Fachri Husaini.
Gelar itu menjadikan PSM menghentikan dominasi klub asal Pulau Jawa di era Liga Indonesia. Keberhasilan PSM itu diulas Kompas dalam berita di halaman muka edisi Senin, 24 Juli 2000, dengan judul ”Warga Makassar Berpesta”.
Tak ketinggalan, foto Kurniawan melakukan selebrasi gol menjadi pelengkap dalam berita itu.
Seperti Kompas, tabloid Bola edisi Selasa, 25 Juli 2000, juga menyajikan ulasan PSM juara Indonesia. Foto kapten PSM, Carlos de Mello, menjadi penyempurna dari artikel bertajuk ”Menembus Angka Dua Miliar” yang menjadi hadiah uang tunai yang diterima Juku Eja saat itu. Jumlah hadiah itu adalah nonimal terbesar di awal milenium baru.
Tabloid Bola juga mendedikasikan halaman XVIII rubrik Ole Nasional untuk mengulas berita tentang PSM. Beragam berita itu mulai dari pengaruh Halid bersaudara, Nurdin dan Kadir, hingga rencana skuad PSM diterima Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Sebelum jumpa dengan Presiden Gus Dur untuk menerima trofi Presiden, PSM juga telah lebih dulu dianugerahi medali emas dan trofi juara di tribune naratama Stadion GBK.
Selain itu, PSM juga dihuni playmakerasing terbaik di masa itu, yakni Carlos de Mello. Juku Eja juga menunjuk Henk Wullems sebagai direktur teknik.
”(Foto) ini setelah menerima piala. Kami lagi turun dari tribune,” kenang Kurniawan, Kamis (30/3), ketika ditunjukkan foto di atas.
Timnas mini
Berbeda dengan skuad di Liga 1 musim ini yang dihuni mayoritas pemain muda dengan rerata usia skuad PSM 24,2 tahun, pada 23 musim silam PSM membentuk tim nasional Indonesia mini. Itu didasari kebijakan Manajer Nurdin Halid untuk mengumpulkan pemain utama tim ”Garuda”, seperti Kurniawan, Miro Baldo Bento, Bima Sakti, Hendro Kartiko, dan Aji Santoso.
Selain itu, PSM juga dihuni playmaker asing terbaik di masa itu, yakni Carlos de Mello. Juku Eja juga menunjuk Henk Wullems sebagai direktur teknik. Ketika itu, posisi direktur teknik masih amat langka diterapkan tim Liga Indonesia.
Selain menjadi juara, Bima Sakti, gelandang PSM, dinobatkan sebagai pemain terbaik Liga Indonesia 1999-2000. Kepiawaian Bima di lini tengah menjadi kunci sukses PSM tak terbendung di kompetisi musim itu.
Tak sekadar mengulas laga final, Kompas dan tabloid Bola juga melanjutkan berita tentang PSM ketika mereka disambut bak pahlawan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Pada Kompas edisi Jumat, 28 Juli 2000, berita berjudul ”PSM Disambut Lautan Merah” mengisi halaman 24.
Pada hari yang sama, tabloid Bola mulai mengulas gagasan PSM untuk membangun markas baru untuk menggantikan Stadion Mattoangin yang dianggap sudah tidak layak. Sayangnya, gagasan stadion baru itu belum terlaksana hingga saat ini.
Mattoangin pun telah dirobohkan pada Oktober 2020, tetapi rencana proyek pembangunan stadion baru di lokasi itu masih urung dilanjutkan. Pada musim ini, PSM pun hijrah ke Parepare untuk bermarkas di Stadion Gelora BJ Habibie.
Apakah romantisme dan parade juara PSM pada 2000 akan terulang di tahun ini? Hanya waktu yang bisa menjawab....