Indonesia Dibatalkan Jadi Tuan Rumah, Permintaan ”Merchandise” Piala Dunia U-20 Justru Naik
Sebagai pemegang lisensi suvenir resmi Piala Dunia FIFA U-20, Juaraga sudah memproduksi 53 ”merchandise”. Meskipun dirugikan akibat batalnya ajang itu, permintaan suvenir dari para pencinta sepak bola justru melonjak.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatalan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia berdampak besar bagi sejumlah pihak, salah satunya PT Juara Raga Adidaya atau Juaraga. Pemegang lisensi merchandise resmi untuk turnamen Piala Dunia U-20 2023 tersebut tak luput dari kerugian. Meskipun demikian, permintaan merchandise dari para pencinta sepak bola justru melonjak setelah FIFA mengumumkan pembatalan pada Rabu(29/3/2023) malam.
Berdasarkan pantauan Kompas pada Kamis (30/3/2023), para pembeli silih berganti mendatangi Toko Juaraga yang berada di dalam mal FX Senayan, Jakarta Pusat. Sebagian besar dari mereka sibuk memilih kaus dan jaket resmi Piala Dunia U-20 2023. Kabarnya, dua merchandise tersebut merupakan produk unggulan Juaraga yang paling banyak diminati masyarakat.
Sekitar pukul 13.30 WIB, beberapa stok pakaian edisi Piala Dunia U-20 2023 mulai berdatangan. Menurut rencana, pakaian tersebut akan turut dipajang di toko. Tidak hanya fokus berjualan di toko, para tim Juaraga juga terus mempromosikan dagangan secara daring melalui lokapasar.
Menurut Manajer Umum Pemasaran Juaraga Darmawan, setelah FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, permintaan merchandise justru semakin naik. Sejak Kamis (30/3/2023) dini hari, banyak masyarakat yang menanyakan merchandise, baik melalui telepon maupun online shop. Namun, ia belum bisa memastikan berapa persen lonjakan permintaan pembeli.
Sebagai pemegang lisensi merchandise resmi untuk turnamen Piala Dunia FIFA U-20 2023, Juaraga sudah memproduksi sekitar 53 merchandise pada batch pertama, mulai dari kaus, jaket, sandal, topi, hingga tas. Juaraga merekomendasikan 80 desain merchandise kepada FIFA. Sekitar 70-an desain sudah disetujui. Pada batch kedua, Juaraga, menurut rencana, akan memproduksi belasan merchandise lain yang sudah disetujui.
”Semua desain dan bahan merchandise harus mendapat persetujuan dari FIFA, baru bisa dijual. Sekarang, kami sedang berhenti produksi terlebih dahulu. Masih menunggu kabar lanjutan dari PSSI maupun FIFA,” ujar Darmawan.
Darmawan tidak menampik bahwa Juaraga merasakan dampak besar dari pembatalan turnamen tersebut. Apalagi, Juaraga telah berkomitmen untuk menghasilkan merchandise berkualitas tinggi dan menarik. Pihaknya pun merasa sangat sedih karena tidak jadi memberikan pengalaman merchandise yang diharapkan para penggemar sepak bola.
Namun, pihak Juaraga belum bisa menghitung berapa banyak kerugian akibat dibatalkannya perhelatan itu. Darmawan juga menyebut pembatalan Piala Dunia U-20 berdampak pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bekerja sama untuk memproduksi merchandise.
”Pembatalan ini juga sangat berdampak pada UMKM di seluruh Jabodetabek yang terlibat, termasuk para produsen, penyedia bahan baku, dan pelaku usaha kecil yang bermitra dengan Juaraga,” ujar Darmawan.
Meskipun demikian, pihak Juaraga terus berkomitmen untuk mendukung sepak bola dan olahraga lain di Indonesia. Pihak Juaraga juga terus berupaya untuk membantu para UMKM dalam memulihkan usaha mereka, serta menghadapi tantangan akibat pembatalan turnamen.
”Meskipun keputusan ini mengecewakan, kami tetap bangga telah ditunjuk langsung oleh FIFA sebagai pemegang lisensi merchandise resmi turnamen ini. Kami telah melaksanakan amanah ini dengan memproduksi 53 jenis merchandise dan terbanyak dalam sejarah penyelenggaraan Piala Dunia FIFA U-20,” kata Darmawan.
Pihak Juaraga juga tetap berharap dapat terus bekerja sama dengan FIFA dan PSSI untuk menyediakan merchandise resmi untuk turnamen sepak bola lain di masa depan. Berbagai dukungan untuk Indonesia juga terlihat dari para pencinta sepak bola yang terus membanjiri permintaan merchandise Piala Dunia U-20.
Saya berharap ada solusi dari PSSI, kementerian terkait, pelaku kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta FIFA untuk mengatasi kendala tersebut (kerugian).
Seorang pencinta sepak bola, Deslatnyo, misalnya, menyatakan telah mengoleksi beberapa merchandise Piala Dunia U-20, di antaranya jaket resmi Piala Dunia U-20, stiker, sweater, dan pounch. ”Kita harus tetap dukung produk UMKM. Kalau bisa, semuanya harus terjual untuk meningkatkan ekonomi negara juga,” ujar Deslatnyo sembari melihat-lihat kaus Piala Dunia U-20.
Pembeli lainnya, Lala, senada dengan Deslatnyo. Menurut Lala, masyarakat harus memberi dukungan penuh untuk Indonesia, salah satunya melalui pembelian produk UMKM Indonesia.
”Selain itu, bahan pakaian di sini sangat bagus dan tidak kalah dengan produksi luar negeri. Ini membuktikan bahwa Indonesia bisa bersaing dengan luar negeri,” kata Lala.
Deslatnyo dan Lala pun memiliki harapan yang sama agar tim sepak bola Indonesia tetap bisa bertanding pada Piala Dunia U-20 2023. Namun, mereka masih berharap agar FIFA membatalkan keputusannya.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia Hermawati Setyorinny memberi usulan agar merchandise buatan Indonesia dapat digunakan sebagai merchandise Piala Dunia U-20 di negara tuan rumah pengganti. Ia juga berharap adanya solusi untuk mengatasi dampak kerugian, baik materi maupun nonmateri, imbas dibatalkannya Piala Dunia U-20 di Indonesia.
”Saya berharap ada solusi dari PSSI, kementerian terkait, pelaku kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta FIFA untuk mengatasi kendala tersebut,” ujar Hermawati.
Serba tidak pasti
Sementara itu, dosen dan peneliti budaya sepak bola dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fajar Junaedi, mengatakan, terdapat banyak pihak yang rugi akibat pembatalan turnamen itu. Tidak hanya pedagang merchandise saja, tetapi juga vendor yang memproduksi dan pihak terkait.
Menurut Fajar, sepak bola Indonesia serba tidak pasti. Hal ini dibuktikan dengan jadwal pertandingan yang tidak pasti, serta tidak ada promosi-degradasi.
”Serba tidak pasti ini juga terjadi dalam kesiapan Piala Dunia. Indonesia harus memahami Piala Dunia U 20 itu milik FIFA. Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA perlu dipahami secara holistik, bukan sepotong-potong. Dalam pernyataan resminya, FIFA menyatakan di bagian awal dengan diksi ”due to the current circumstances, to remove Indonesia as the host of the FIFA U-20 World Cup 2023”. Ini mengindikasikan keadaan yang terjadi saat ini yang terentang sebagai implikasi dari tata kelola sepak bola Indonesia yang buruk,” ujar Fajar.
Selain itu, pada bagian awal paragraf kedua pernyataan FIFA, menurut Fajar, FIFA masih melihat proses transformasi sepak bola di Indonesia belum tuntas seusai Tragedi Kanjuruhan. FIFA terlihat belum yakin bahwa proses transformasi sepak bola di Indonesia telah berjalan pada jalurnya.
Transformasi tersebut termasuk tata kelola federasi dan kompetisi, infrastruktur stadion, dan sejenisnya. Faktor infrastruktur stadion dan sarana pendukung perlu mendapat perhatian lebih. ”Di luar ranah sepak bola, kegaduhan yang dibuat para politisi, terutama sebagai modal sosial untuk Pemilu 2024, semakin membuat Indonesia di mata FIFA tidak memungkinkan menggelar Piala Dunia U-20 2023,” kata Fajar.