Embiid, Giannis, dan Jokic kembali berebut gelar MVP yang tidak mempunyai kriteria pasti. Perdebatan pun berada dalam ranah abu-abu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Tidak ada yang pasti di dunia ini, kecuali hidup, mati, dan pajak. Apalagi penentuan peraih gelar individu Most Valuable Player NBA. Setiap musim, kategori pemilihan selalu berubah-ubah sesuai narasi. Perbedaan standar itu menghadapi jurang terlebar pada musim ini.
Musim reguler 2022-2023 segera rampung dalam dua pekan. Namun, belum ada pertanda yang jelas siapa peraih MVP musim ini. Hingga Minggu (26/3/2023), suara pendukung terbagi ke tiga kandidat terkuat, yaitu center Denver Nuggets Nikola Jokic, center Philadelphia 76ers Joel Embiid, dan forward Milwaukee Bucks Giannis Antetokounmpo.
Pasukan pendukung itu punya argumen kuat masing-masing. Jokic adalah “robot” serangan paling efisien di NBA. Dia mencetak poin dan asis dengan begitu mudah berkat tubuh tinggi, juga bongsor, yang digabungkan dengan kecerdasan bermain level tertinggi. Dominasinya sudah berbuah gelar MVP beruntun dalam dua musim terakhir.
Jokic kembali mengulangi level performa puncak itu musim ini. “Joker”, julukannya, mencetak rerata 24,9 poin dan 9,9 assist. Hanya guard Atlanta Hawks Trae Young yang bisa melampauinya dalam kedua aspek itu sekaligus. Bedanya, Jokic mencatat true shootingpercentage (TS%), statistik lanjutan penghitung efisiensi keseluruhan tembakan, hingga 70,3 persen.
Sebagai konteks, tidak satu pun pemain selain Jokic yang bisa menghasilkan setidaknya 20 poin dengan TS% minimal 70 persen. Sebagai konteks, penembak terhebat sepanjang sejarah NBA yang sedang menjalani salah satu musim terbaik dalam kariernya, Stephen Curry, hanya mencatat TS% 66,3 persen.
Argumen berbeda disodorkan pecinta Giannis. Pemain berjuluk “Raksasa Yunani” itu adalah paket komplit dalam satu tubuh. Dia membuat Bucks jadi tim dengan rekor kemenangan terbaik sejauh ini (53 menang – 21 kalah), di tengah rekan-rekannya yang bergantian cedera, antara lain Khris Middleton dan Jrue Holiday.
Catatan individu Giannis sangat cemerlang dengan rerata 31,1 poin, 11,7 rebound, dan 5,6 assist. Dia bagai lokomotif di lapangan yang tidak bisa dibendung pemain lawan. Giannis berpeluang menjadi pemain yang mencatat minimal 31 poin, 12 rebound, dan 5 assist setelah legenda NBA, Wilt Chamberlain, pada 1966.
Namun, semua argumen itu bisa dibantah oleh pendukung Embiid. Sang center berubah menjadi monster paling produktif dan efisien di area dekat keranjang. Pemain asal Kamerun tersebut masih memimpin daftar pencetak skor terbanyak dengan sumbangan rerata 33,4 poin.
Menariknya, Embiid sukses menyusul Jokic dalam daftar pemain dengan nilai Player Efficency Rating (PER) tertinggi. Embiid mencatat angka PER paling tinggi saat ini, 32,04, sedikit di atas Jokic (31,95), sementara Giannis berada di peringkat ke-4 (29,13)
Yang saya percaya dan tahu, (MVP) adalah pemain yang mendominasi.
PER merupakan statistik lanjutan yang menghitung efisiensi total pemain, dari menit tampil, tembakan masuk, hingga rebound. Sejak musim 2015-2016, pemilik PER tertinggi selalu menjadi MVP, termasuk Jokic (2020-2021, 2021-2022) dan Giannis (2018-2019, 2019-2020).
Tentang narasi
Berdasarkan semua catatan itu, Jokic, Giannis, dan Embiid pantas menjadi MVP. Mereka unggul dalam aspek masing-masing. Sebab, tidak ada kriteria pasti penentuan MVP sejak 1981, ketika peraih penghargaan dipilih dalam pemungutan suara oleh para penulis dan penyiar bola basket di AS dan Kanada.
“Yang saya percaya dan tahu, (MVP) adalah pemain yang mendominasi. Apakah itu pemain dengan poin terbanyak? Pemain paling efisien? Pemain paling penting di dalam tim? Itu adalah pertanyaannya. Apakah MVP itu?” tutur Giannis kepada The Athletic.
Secara harfiah, MVP berarti pemain paling bernilai dalam tim. Tanpanya, tim itu akan berantakan. Namun, sejarah mencatat, peraih gelar juga harus bisa membawa timnya berprestasi. Setidaknya bisa lolos playoff. Kareem Abdul-Jabbar (1975-1976) adalah satu-satunya pemain yang meraih MVP tanpa lolos playoff.
Alhasil, peraih MVP sering kali bukan merupakan pemain terbaik di NBA saat itu. Misalnya saja Charles Barkley pada musim 1992-1993. Dia menang karena mampu mengangkat Phoenix Suns jadi tim dengan rekor terbaik (62-20). Padahal, tidak ada pemain yang bisa melampaui dominasi Michael Jordan di Chicago Bulls ketika itu.
Soal prestasi tim, ketiga nominasi tahun ini seimbang. Jokic, Giannis, dan Embiid membawa timnya di papan atas, tanpa sosok megabintang di sisi mereka. Bucks dan Nuggets (Barat/ 50-24) sama-sama di puncak klasemen wilayah, sementara 76ers di peringkat ketiga Wilayah Timur (49-25).
Hal yang bisa menjadi pembeda adalah narasi para pemain. MVP dipilih oleh manusia. Sudah pasti ada subjektivitas dalam pilihan itu. Setiap penulis ataupun penyiar punya kriteria masing-masing untuk memilih. Kriteria itu bisa berubah tergantung narasi.
Terbukti, hanya sekali pemungutan suara MVP sepakat dalam memilih satu pemenang, yaitu Curry pada musim 2015-2016. Selebihnya, suara selalu terbagi. Musim lalu, misalnya. Jokic menang dengan 65 suara di peringkat pertama, disusul Embiid (26 suara) dan Giannis (9 suara).
Kebetulan, narasi musim ini lebih memihak Embiid. Dia belum pernah sekalipun meraih MVP, saat Giannis dan Jokic sudah mengoleksi dua gelar masing-masing. Embiid diuntungkan karena tidak punya standar level tertentu, saat para pesaing harus bisa melampaui level performa ketika meraih MVP.
Belum lagi, seperti kata jurnalis kawakan NBA Marc J. Spears, perjalanan Embiid sangat inspiratif. “Dia beranjak dari pemain yang lekat dengan status rentan cedera menjadi yang terbaik di NBA saat ini. Itu adalah (narasi) yang luar biasa dan bisa memotivasi,” jelasnya.
Narasi seperti itu pula yang menjadikan pebasket terbaik sepanjang masa, Jordan, hanya menyudahi karier dengan 6 gelar MVP. Legenda hidup berstatus 10 kali peraih gelar top skor itu bisa saja mendapat MVP lebih banyak, tetapi liga akan jadi monoton. NBA butuh dinamika yang bisa memberi napas kompetisi.
“Menurut saya Joel pantas memenangkan perlombaan MVP kali ini. Dia adalah pemain yang paling sulit dijaga di liga,” kata bintang Warriors Draymond Green setelah Embiid menciptakan 46 poin, 9 rebound, dan 8 assist ketika bertemu timnya, Sabtu kemarin.
Tidak ada waktu yang paling tepat bagi Embiid untuk meraih takhta individu paling bergengsi itu, selain musim ini. Pada musim ke-9 dalam kariernya di NBA, dia telah mencentang seluruh kotak kriteria MVP, mulai dari rekor individu, tim, hingga narasi lebih menarik. (AP/KEL)