Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto mewujudkan mimpi menjadi juara All England. Gelar itu didapat berselang setahun setelah mereka mengalami momen pahit di ajang yang sama.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·6 menit baca
BIRMINGHAM, MINGGU — All England dalam dua tahun terakhir menjadi momen pahit dan manis bagi Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Kegagalan di Utilita Arena Birmingham, Inggris, pada 2022 menjadi titik balik hingga mereka bisa menjuarai turnamen bulu tangkis tertua di dunia itu, setahun berikutnya.
Gelar juara yang didapat Fajar/Rian memperpanjang dominasi Indonesia pada nomor ganda putra. ”Merah Putih” mendapatkan 16 gelar juara ganda putra sejak All England, yang digelar sejak 1899, menjadi turnamen terbuka mulai 1980. Negara kuat lain pada nomor yang sama, seperti Korea Selatan, berada di bawah Indonesia dengan sepuluh gelar, sedangkan China dan Denmark masing-masing mendapat enam gelar.
Dominasi Indonesia dipertegas dengan final sesama pemain Indonesia. Dalam laga yang berlangsung Minggu (19/3/2023), Fajar/Rian mengalahkan pasangan senior yang menjadi panutan dan sahabat mereka, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, dengan skor 21-17, 21-14. Dari nomor lain, China mendapat gelar juara dari tunggal putra dan ganda campuran, sedangkan Korea Selatan menjuarai tunggal dan ganda putri.
Sayangnya, duel Fajar/Rian dan Hendra/Ahsan diwarnai cedera kaki kiri Ahsan. Insiden ini terjadi saat Ahsan bergerak mundur untuk mengembalikan pukulan ketika tertinggal 14-19 pada gim kedua.
Meski sulit berjalan, hingga harus menggunakan kursi roda saat meninggalkan lapangan, Ahsan memillih menyelesaikan pertandingan untuk memberi ”adik” mereka kemenangan yang layak. Apalagi, Fajar/Rian tinggal membutuhkan satu poin untuk menang. Saat bersalaman dengan seniornya di net, Fajar bahkan terlihat menahan tangis.
”Perasaan saya campur aduk. Tentu bersyukur bisa juara, tetapi juga sedih karena senior kami cedera. Semoga cedera Bang Ahsan tidak parah,” kata Fajar, yang bersama Rian langsung menghampiri Ahsan yang duduk kesakitan di lapangan. Fajar/Rian juga memapah seniornya itu saat menuju podium.
Laga Fajar/Rian melawan Hendra/Ahsan, yang berlangsung 34 menit, menjadi final sesama ganda putra Indonesia beruntun dalam dua tahun terakhir. Pada 2022, Hendra/Ahsan kalah dari Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri. Total, pemain ganda putra Indonesia telah menciptakan 11 final dengan rekan senegara dalam All England.
Fajar/Rian menjadi formasi ganda putra ”Merah Putih” ke-13 yang menjadi juara. Mereka mengikuti langkah Hendra/Ahsan, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky di era 1990-an, hingga Ade Chandra/Christian Hadinata dan Tjun Tjun/Johan Wahjudi pada era 1970-an.
Seperti pernah dikatakan Christian, serta beberapa pemain ganda putra lain seperti Bambang Supriyanto dan Candra Wijaya, lahirnya para juara level dunia menjadi inspirasi bagi pemain muda pada nomor yang sama. Setiap pemain muda menjadikan senior mereka sebagai panutan.
Fajar/Rian, misalnya, menjadikan Hendra/Ahsan, yang tiga kali menjadi juara dunia dan dua kali juara All England, sebagai panutan. Adapun Hendra mengidolakan Tony Gunawan, dua kali juara dunia dan peraih medali emas Olimpiade Sydney 2000 bersama Candra.
Fikri, yang menjadi generasi penerus Fajar/Rian, merasa beruntung bisa mendapat rekan latihan para senior yang berprestasi level dunia. ”Mungkin di tempat lain tidak ada yang seperti ini,” kata Fikri, sepekan menjelang keberangkatan ke Birmingham.
Titik balik
Setahun sebelum bisa berdiri di podium tertinggi saat pembagian hadiah, Fajar/Rian mendapat momen pahit di All England 2022. Kekalahan dari salah satu pasangan pelapis pelatnas utama, Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, pada babak pertama berbuah peringatan dari pelatih ganda putra pelatnas Herry Iman Pierngadi. Apalagi, hasil itu meneruskan kemandekan prestasi mereka sejak 2021.
Perasaan saya campur aduk. Tentu bersyukur bisa juara, tetapi juga sedih karena senior kami cedera.
”Saya katakan, prestasi mereka sudah dilewati pemain-pemain yang berada di bawah. Jadi, mereka harus mawas diri dan kerja lebih keras,” kata Herry, bercerita tentang momen setahun lalu. Pemain di bawah Rian yang dimaksud Herry adalah pasangan pelapis di pelatnas utama, yaitu Leo/Daniel, Bagas/Fikri, dan Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan.
Pada akhir 2022, Fajar juga bercerita tentang momen tersebut. Dia menyebut kegagalan pada All England 2022 menjadi titik balik dari perjalanannya bersama Rian.
”Saat itu jadi pelajaran berat buat kami karena pemain-pemain muda mulai naik. Peringatan dari pelatih menjadi motivasi untuk membuktikan diri bahwa kami belum habis,” ujar Rian.
Setelah All England 2022, Fajar/Rian membuktikan komitmen mereka untuk bangkit. Sepekan setelah tampil di Birmingham, mereka menjuarai Swiss Terbuka meski berlevel lebih rendah dari All England, yaitu Super 300. Mereka lalu menambah tiga gelar juara dari tujuh final lain.
Sebagai bonus dari perjalanan itu, Fajar/Rian untuk pertama kali menempati peringkat teratas dunia pada 27 Desember 2022. Musim 2023 juga dimulai dengan menjadi juara Malaysia Terbuka Super 1000.
”Dalam hal teknis, permainan Fajar/Rian lebih matang dengan berkurangnya banyak kesalahan. Mereka juga kian percaya diri meski pada babak pertama All England tahun ini sedikit goyah. Selain itu, Fajar/Rian bisa mengemban tanggung jawab sebagai ujung tombak Indonesia karena menjadi ganda putra nomor satu dunia,” tutur Herry tentang perkembangan anak didiknya itu.
Lebih percaya diri
Final Fajar/Rian melawan Hendra/Setiawan dinilai Herry bisa menjadi sumber motivasi pemain muda untuk bangkit dalam turnamen lain. Setelah All England, Leo/Daniel, Bagas/Fikri, dan Pramudya/Yeremia memiliki kesempatan bermain lebih baik dalam tiga ajang berikutnya di Eropa. Tanpa keikutsertaan Fajar/Rian dan Hendra/Ahsan, mereka akan menjadi andalan ganda putra Indonesia dalam turnamen Super 300, yaitu Swiss Terbuka, Madrid Masters, dan Orleans Masters, pada 21 Maret hingga tiga pekan berikutnya.
Di All England, langkah Bagas/Fikri dan Leo/Daniel dihentikan lawan pada perempat final, sedangkan Pramudya/Yeremia harus mengakui keunggulan Hendra/Ahsan pada babak pertama. Herry menilai, secara umum penampilan trio ganda pelapis itu cukup baik. Namun, catatan diberikan kepada Bagas/Fikri dan Pramudya/Yeremia yang kurang konsisten dalam menerapkan pola main untuk mengatasi lawan.
Fikri pun mengakui bahwa dirinya dan Bagas tak bisa bermain sesuai harapan. Mereka kesulitan mencari pola main yang tepat ketika Fajar/Rian, lawan pada perempat final, bisa membaca taktik yang diterapkan. ”Kami sebenarnya berkomunikasi terus, tetapi penerapan cara mainnya memang belum bagus,” kata Fikri.
Diwakili oleh pernyataan Bagas dan Leo, mereka bertekad bermain lebih baik di Swiss Terbuka. ”Kami akan mengevaluasi penampilan selama di All England untuk hasil yang lebih baik. Kami tidak puas dengan babak delapan besar karena hasilnya sama seperti tahun lalu,” komentar Leo.
Dengan level turnamen yang lebih rendah dari All England, banyak pemain top dunia absen di Swiss. Pada ganda putra, misalnya, lima pasangan yang menjadi delapan unggulan teratas di All England tak ikut serta. Selain Fajar/Rian dan Hendra/Ahsan, mereka yang absen di Swiss adalah Takuro Hoki/Yugo Kobayashi (Jepang/4), Liu Yu Chen/Ou Xuan Yi (China/5), dan Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen (Denmark/7). Kondisi ini menempatkan Leo/Daniel sebagai unggulan kelima dan Bagas/Fikri sebagai unggulan keenam.
”Seharusnya, mereka bisa mendapat hasil lebih baik karena tekanannya menurun dibandingkan All England. Ini sama seperti setelah bermain di Olimpiade, lalu tampil dalam turnamen biasa. Jadi, pemain seharusnya lebih percaya diri,” ujar Herry.