Antonio Conte bagai mengibarkan bendera putih sebagai Manajer Tottenham Hotspur, dengan kritik keras terhadap para pemain dan pemilik klub usai ditahan imbang Southampton.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
AFP/ADRIAN DENNIS
Manajer Tottenham Hotspur Antonio Conte memberi instruksi kepada pemainnya di tengah laga Liga Inggris antara Southampton dan Tottenham Hotspur di Stadion St Mary, Southampton, Sabtu (18/3/2023). Conte berang setelah Spurs ditahan imbang Southampton, 3-3.
LONDON, MINGGU — Manajer Tottenham Hotspur Antonio Conte hanya berbicara sejujur mungkin saat meluapkan emosinya dalam konferensi pers. Namun, kemarahan yang menembak banyak pihak itu, dari pemain hingga pemilik klub, itu sudah kelewat batas. Conte tampak sudah menyerah untuk menularkan kultur pemenang di Spurs.
Conte marah besar setelah timnya ditahan Southampton, 3-3, di Stadion St Mary, Southampton, Inggris, Sabtu (18/3/2023) WIB. Spurs kehilangan poin penuh meski unggul 3-1 lebih dulu. Gol penalti gelandang Souhampton, James Ward-Prowse, pada injury time menjadi ironi tim tuan rumah.
Sang manajer menyebut, Harry Kane dan rekan-rekan sebagai sosok individualis. Mereka hanya bermain untuk diri sendiri, bukan demi tim. Hasil imbang itu hanyalah bagian dari rentetan tren buruk pada bulan Maret. Sebelumnya, mereka baru saja tersingkir dari Piala FA dan Liga Champions Eropa.
”Kami untuk kesekian kali memperlihatkan kelompok ini bukan kesatuan tim. Saya melihat pemain yang egois, tidak mau membantu satu sama lain, dan enggan memberikan segalanya. Pertama kali melihat hal seperti ini dalam karier saya,” ujar Conte yang meluapkan emosinya selama 10 menit konferensi pers.
AFP/ADRIAN DENNIS
Penyerang Tottenham Hotspur, Harry Kane, membalas sambutan pendukung usai laga Liga Inggris antara Southampton dan Tottenham Hotspur di Stadion St Mary, Southampton, Sabtu (18/3/2023).
Conte tidak pernah berbicara buruk tentang pemain Spurs seperti itu. Dia berkata, selama ini menahan diri agar tidak merusak atmosfer ruang ganti. Dia ingin para pemain bisa bangkit dari kondisi terpuruk. Namun, kesabarannya sudah habis.
Menurut sosok yang sukses menjuarai liga domestik bersama Chelsea, Inter, dan Juventus itu, ada yang salah dengan Spurs. ”Si Lili Putih” terakhir kali meraih trofi juara pada Piala Liga 2008, tetapi para pemain dan pemilik seolah tidak punya urgensi untuk juara lagi. Conte menyalahkan kultur klub yang minim ambisi.
”Mereka terbiasa dengan situasi ini. Mereka sudah nyaman. Mereka tidak bermain untuk sesuatu yang penting. Mereka tidak mau bermain di bawah tekanan. Lebih mudah seperti ini. Itulah kisah Tottenham, 20 tahun dengan sang pemilik, mereka tidak pernah menang. Pertanyaannya, mengapa?” lanjutnya.
Curahan hati pria asal Italia itu memperlihatkan, dirinya sudah menyerah dengan Spurs. Dia sudah menjadi manajer profesional lebih dari satu dekade. Dia paham profesionalitas dalam industri ini. Kurang etis untuk mengkritik keras klub yang menggajinya. Apalagi, prestasi klub adalah tanggung jawabnya.
AP/DAVID CLIFF
Manajer Tottenham Hotspur Antonio Conte berjalan tertunduk meninggalkan lapangan usai laga Liga Inggris antara Southampton dan Tottenham Hotspur di Stadion St Mary, Southampton, Sabtu (18/3/2023).
Jamie Carragher, pengamat Liga Inggris yang juga mantan bek Liverpool, menjelaskan, Conte terlihat ingin keluar segera dari Spurs. ”Conte ingin dipecat pada jeda internasional. Klub harus menghentikan kesengsaraan itu dan memecatnya segera,” ungkapnya.
Problematika Spurs
Kekesalan Conte berawal dari tekanan besar yang membebani pundaknya pada beberapa pekan terakhir. Dia dikritik oleh para penggemar karena penurunan performa Spurs. Bahkan saat tersingkir dari Liga Champions, para pendukung sempat meneriakkan nama mantan Manajer Mauricio Pochettino di hadapannya.
Saya melihat pemain yang egois, tidak mau membantu satu sama lain, dan enggan memberikan segalanya. Pertama kali melihat hal seperti ini dalam karier saya.
Padahal, manajer 53 tahun itu sudah bekerja semaksimal mungkin dengan skuad Spurs yang terbilang medioker. Sejak kedatangannya pada November 2021, Si Lili Putih merupakan tim keempat dengan koleksi poin terbanyak di liga (105). Mereka hanya kalah dari Manchester City (134), Arsenal (118), dan Liverpool (112).
AP/DAVID CLIFF
Gelandang Southampton, James Ward-Prowse, mencetak gol dari titik penalti yang menyamakan kedudukan 3-3 pada masa injury time laga Liga Inggris antara Southampton dan Tottenham Hotspur di Stadion St Mary, Southampton, Sabtu (18/3/2023).
Conte memang belum mampu menyudahi paceklik gelar Spurs. Namun, manajer bukanlah pesulap. Mereka butuh waktu. Lihat saja proyek Arsenal bersama Manajer Mikel Arteta. Diperlukan setidaknya tiga musim sampai Arteta bisa membawa ”Si Meriam” ke jalur yang tepat.
Sama halnya seperti Conte. Dia membutuhkan para pemain tepat yang bisa mendukung sistemnya. Dia baru melewati sekali jendela transfer musim panas, waktu paling tepat untuk merombak tim. Tidak adil menghakiminya hanya dalam 16 bulan.
Apalagi, Spurs juga masih berada dalam target untuk masuk zona Liga Champions musim ini. Mereka menempati peringkat ke-4 klasemen, di atas tim-tim yang memiliki skuad lebih baik seperti Liverpool dan Chelsea. Adapun Spurs berhasil finis empat besar dalam setengah musim pertama Conte.
Tentu ada beberapa hal yang belum ideal. Pembelian di masanya, seperti Richarlison dan Yves Bissouma, masih jauh dari harapan. Gaya main pragmatis ala Conte juga kurang dinikmati para pendukung. Namun, semua kekurangan itu tidak cukup untuk menekan posisinya.
AP/DAVID CLIFF
Manajer Southampton Ruben Selles (kanan) menyalami gelandang James Ward-Prowse yang mencetak gol di saat terakhir laga Liga Inggris antara Southampton dan Tottenham Hotspur di Stadion St Mary, Southampton, Sabtu (18/3/2023).
Di sisi lain, Spurs semakin tidak tertolong. Mereka sudah berupaya membangun skuad juara dengan pelatih berpengalaman, seperti Conte dan Jose Mourinho. Hasilnya, mereka tidak mampu membawa perubahan. Hal itu menandakan masalah yang lebih mendasar dalam manajemen dan kultur klub.
Mourinho adalah salah satu bukti kegagalan terbesar manajemen klub. Dia dipecat jelang final Piala Liga. Padahal, dia berpeluang besar mengakhiri paceklik gelar klub ketika itu. Bahkan, Mourinho masih mempertanyakan keputusan aneh tersebut setelah pindah klub.
Sebelumnya, jurnalis spesialis transfer, Fabrizio Romano, mengungkapkan, Conte masih akan memimpin Spurs hingga kontraknya habis pada akhir musim, terlepas kegagalan di Piala FA dan Liga Champions. Namun, masa depan itu menjadi abu-abu setelah pernyataan keras sang manajer.
Spurs dikabarkan telah mengincar beberapa kandidat pengganti, seperti Pochettino dan Thomas Tuchel. Reuni dengan Pochettino yang pernah mengantar Spurs ke final Liga Champions menjadi pilihan paling ideal. Dia sudah mengenal kultur klub dan para pemain. (AP/REUTERS)