Dengan rerata 1,56 poin per laga, sulit bagi Liverpool untuk menembus zona Liga Champions Eropa, akhir musim ini. Mereka juga bakal hadapi persaingan sengit dari Newcastle United dan Tottenham Hotspur.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Musim ini, Liverpool menjadikan para pendukung laksana remaja labil yang bisa mengalami naik-turun mood dalam hitungan hari. Fans Liverpool baru saja memupuk optimisme untuk bisa bersaing menembus posisi empat besar Liga Inggris seiring perbaikan performa. Akan tetapi, dalam pekan ini, harapan itu kembali jatuh ke dalam jurang pesimisme.
Hanya dalam empat hari, hingar-bingar narasi kebangkitan “Si Merah” menyusul kemenangan atas Everton dan Newcastle United harus meredup. Mereka tumbang secara menyakitkan tumbang 2-5 dari Real Madrid, Rabu (22/2/2023) lalu, di kancah Liga Champions Eropa. Tak lama, mereka tidak bisa berbuat banyak menembus pertahanan berlapis Crystal Palace, Minggu (26/2) dini hari WIB, di Stadion Selhurst Park.
Hasil imbang 0-0 kontra Palace membangunkan kembali realita bahwa Liverpool di musim ini tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Sejak kompetisi dimulai setelah jeda Piala Dunia Qatar 2022, performa tim asuhan Juergen Klopp itu penuh anomali.
Mereka bisa tampil baik dengan mengemas dua kemenangan beruntun. Kemudian, Si Merah bakal gagal meraih kemenangan di tiga laga selanjutnya. Anomali itu tercipta ketika mereka bisa menumbangkan Aston Villa dan Leicester City di Liga Inggris, kemudian tumbang dari Brentford dan Brighton & Hove Albion, dan ditahan Wolverhampton Wandereres pada Piala FA di tiga laga selanjutnya.
Inkonsistensi kembali ditampilkan Liverpool seusai mengalahkan Wolves, 1-0, pada laga ulangan putaran ketiga Piala FA, 18 Januari lalu. Mereka ditahan Chelsea di liga, kemudian gugur di Piala FA karena dilibas Brighton, dan mengalami balas dendam dari Wolves di liga.
Setelah menumbangkan Everton dan Newcastle sekaligus mencatatkan dua laga clean sheet di awal tahun ini, Liverpool kalah dari Real Madrid dan ditahan Palace. Jika melihat siklus performa Si Merah dalam dua bulan terakhir, maka paceklik kemenangan juga bakal hadir ketika mereka menjamu Wolves di Stadion Anfield, Jumat (3/3) mendatang.
Kemenangan Liverpool baru akan kembali dikemas Mohamed Salah dan kawan-kawan ketika menghadapi Manchester United di Anfield, Minggu (5/3). Dengan performa saat ini, kans Liverpool mengalahkan MU terlihat mustahil. Akan tetapi, Si Merah pernah menumbangkan Manchester City, 1-0, pada pekan ke-11 musim ini di tengah performa tak konsisten.
Dengan performa labil itu, apakah Liverpool bisa memenuhi target tersisa untuk menembus peringkat empat besar guna tampil di Liga Champions musim depan?
Jika merujuk penampilan saat ini, jawaban pertanyaan itu singkat: Tidak. Jelas Tidak!
Rerata poin buruk
Setelah menjalani laga ke-23 di Selhurst Park, Liverpool hanya berjarak dua kemenangan atau enam poin dari Tottenham Hotspur yang menghuni peringkat keempat. Dengan perjalanan musim ini yang masih tersisa 15 pertandingan, maka mengejar ketertinggalan enam poin itu bukan perkara yang mustahil.
Namun, ada dua penyebab utama Liverpool akan kesulitan memenuhi ambisi tersisa mereka di musim ini. Pertama, rerata poin Liverpool di musim ini tidak memenuhi kualifikasi untuk menembus zona Liga Champions. Kedua, persaingan ketat dari dua tim, Spurs dan Newcastle United.
Melihat koleksi 36 poin Liverpool dari 23 laga, maka mereka meraup 1,56 poin per laga di Liga Inggris musim ini. Rerata poin milik Si Merah itu di bawah dari rata-rata poin dihasilkan tim yang mengakhiri musim di posisi keempat pada tiga edisi terakhir Liga Inggris.
Spurs, misalnya, yang merebut jatah terakhir ke Liga Champions pada kompetisi musim 2021-2022 mengemas rarata-rata 1,86 poin per laga. Mereka mengemas 71 poin dari 38 laga.
Pada musim 2019-2020 dan 2020-2021, peringkat keempat dihuni oleh Chelsea yang pada masing-masing musim itu mengoleksi 66 dan 67 poin setelah menjalani laga pamungkas. Berkat raihan poin itu, “Si Biru” mencatatkan rerata 1,73 poin per laga pada edisi 2019-2020. Lalu, rerata poin mereka meningkat menjadi 1,76 poin pada musim berikutnya.
Liverpool harus memenangkan dua laga kandang (kontra Wolves dan MU) untuk mengembalikan kepercayaan diri yang sedikit hilang setelah ditumbangkan Real Madrid. Saya yakin hasil dua gim itu akan menentukan langkah mereka di musim ini. (Jamie Redknapp)
Maka itu, jika Liverpool “konsisten” dengan performa angin-anginan saat ini hingga akhir musim, mereka hanya bisa menggapai maksimal 59 poin. Dengan koleksi poin itu, mereka hanya akan duduk di peringkat keenam atau ketujuh.
Seandainya berada di posisi itu, Si Merah tetap akan tampil di Eropa, tetapi di level kompetisi yang lebih rendah dari Liga Champions, yakni Liga Europa atau Liga Konferensi Eropa. Tak mampu menembus Liga Champions musim depan akan menjadi musim penuh pertama Klopp gagal membawa Liverpool menembus peringkat empat besar Liga Inggris.
Kondisi itu akan mempertegas pernyataan Klopp seusai ditahan seri tanpa gol oleh Palace. “Ini tidak akan menjadi musim yang semua orang akan melihatnya lagi di buku sejarah. Lalu, tidak akan ada juga film tentang (perjalanan musim) ini,” kata Klopp dilansir BBC.
Pesaing berat
Selain harus menaklukan persoalan diri sendiri, Liverpool juga menghadapi dua pesaing berat yang mustahil akan membiarkan diri mereka mengalami penurunan performa di sisa musim ini. Dengan melihat rerata poin tim yang menembus peringkat empat besar tersebut, maka Newcastle dan Spurs punya peluang lebih besar tampil di Liga Champions edisi 2023-2024.
Sebagai contoh, Newcastle mencatatkan rerata 1,78 poin per laga di musim ini. Adapun Spurs mengoleksi rerata 1,75 poin per gim. Itu membuat salah satu dari kedua tim itu lebih layak menyempurnakan komposisi empat besar Liga Inggris 2022-2023 dibandingkan Liverpool.
Newcastle dan Spurs juga menargetkan diri mereka untuk lolos ke Liga Champions musim depan. Manajer Newcastle Eddie Howe dan Manajer Spurs Antonio Conte menganggap peringkat keempat adalah target yang paling mungkin untuk mereka.
Pendukung Liverpool yang masih optimis timnya menembus empat besar tentu bisa merujuk pada perjalanan tim di musim 2020-2021. Meski tampil terseok-seok di mayoritas durasi kompetisi saat itu, Si Merah bisa mengakhiri musim di peringkat ketiga setelah menjalani 10 laga terakhir tanpa kalah dengan catatan delapan menang dan dua imbang.
Namun, perlu diingat, pada musim itu baru dua posisi yang telah dipastikan timnya, yaitu City yang menjadi juara dan MU di peringkat kedua. Sementara pada musim ini, tiga posisi teratas seakan telah “disegel” oleh Arsenal, City, dan MU yang melaju tanpa bisa dibendung 17 tim lainnya.
“Liverpool harus memenangkan dua laga kandang (kontra Wolves dan MU) untuk mengembalikan kepercayaan diri yang sedikit hilang setelah ditumbangkan Real Madrid. Saya yakin hasil dua gim itu akan menentukan langkah mereka di musim ini,” ucap Jamie Redknapp, mantan pemain Liga Inggris, di Sky Sports.
Liverpool butuh kembali ke sikap sebagai pria dewasa yang ditunjukkan dalam beberapa musim terakhir, bukan remaja labil yang performa apiknya bisa cepat timbul, lalu tenggelam. Satu yang pasti, betapa buruknya penampilan Si Merah, pendukung tidak akan meninggalkan tim kesayangan mereka berjuang sendirian.