Benny Dollo dikenal sebagai pelatih yang tegas, tidak semua pemain bisa menerima sikapnya. Pemain yang bisa menerima, kini menjadi legenda sepak bola nasional.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
KOMPAS/HASANUDDIN ASSEGAFF
Benny Dollo, Pelatih timnas senior PSSI untuk SEA Games XVII di Singapura, saat menyertai latihan fisik para pemain di kompleks Krakatau Beach Resort, Pantai Carita, Pandeglang, Banten, Sabtu 15 Mei 1993. Benny Dollo meninggal dunia pada Kamis (2/2/2023) dalam usia 72 tahun.
JAKARTA, KOMPAS - Pesepakbola asing, Franco Martin Hita Gonzalez alias Franco Hita tidak akan pernah melupakan tamparan keras ke kepalanya dari pelatih Benny Dollo di ruang ganti saat mereka membela Arema Malang. Tamparan itu yang membuat penyerang asal Argentina itu bersinar di kompetisi tertinggi di Indonesia.
Kejadian itu terjadi saat Arema menjamu Persib Bandung di Stadion Kanjuruhan pada 2005, tahun pertamanya membela "Singo Edan". Hita bercerita, pelatih yang akrab disapa dengan akronim namanya, "Bendol", itu tiba-tiba marah dan menampar dirinya karena dianggap bermain jelek.
Hita mengaku sempat emosi dan ingin melawan balik, tetapi dia merasa tamparan itu seperti tamparan sayang ayah yang sedang mendidik anaknya. Setelah itu, Hita membuktikan ke Bendol ia mampu membawa Arema menjuarai Copa Dji Sam Soe 2005 dan 2006.
Saya tidak akan pernah melupakan momen itu, saat itu kami belum berteman, saya tidak pernah dipukul ayah saya tetapi dia memukul saya. Namun, saya tetap respek karena saya tahu orangnya dia, dan kami juara di tahun itu.
"Saya tidak akan pernah melupakan momen itu, saat itu kami belum berteman, saya tidak pernah dipukul ayah saya tetapi dia memukul saya. Namun, saya tetap respek karena saya tahu orangnya dia, dan kami juara di tahun itu," kata Hita, saat dihubungi, Kamis (2/2/2023).
TANGKAPAN LAYAR INSTAGRAM
Ungkapan duka cita dalam tangkapan layar dari akun Instagram Franco Hita @francohita_coach untuk Benny Dollo. Benny Dollo meninggal dunia pada Kamis (2/2/2023) dalam usia 72 tahun.
Hita didatangkan Arema dari Persita Tangerang pada 2005 sesuai keinginan Bendol untuk menggantikan Junior Lima Filho yang saat itu "mandul". Sempat menjadi transfer yang diragukan Aremania, Hita berhasil membuktikan bahwa ia pantas menjadi legenda "Singo Edan". Total 22 gol dibubuhkannya dari 44 laga membela Arema pada 2005-2006.
Namanya kemudian didepak dari skuad Arema seiring dengan kepindahan Benny Dollo ke Persita Tangerang pada 2007. Hita yang tidak menjadi proyeksi pelatih baru Arema, Miroslav Janu turut pindah juga ke Persema Malang.
"Dia pelatih kasar, tetapi seperti ayah sendiri, kami semua seperti anak dia. Dia kasih contoh kita bukan sekadar sepak bola, tetapi keluarga, semua orang panggil dia om Benny tapi dia adalah ayah," ucapnya.
"Dia memilih saya, dia mempercayai saya, dia mengajari saya, dan dia mengeluarkan yang terbaik untuk saya. Terima kasih banyak Om Benny, salam surga," kata Franco Hita.
Ketegasan dan kedisiplinan Benny Dollo memang dikenal berhasil membentuk sejumlah pemain sepak bola nasional menjadi pemain yang berkarakter. Ponaryo Astaman dan Ferry Rotinsulu juga pernah merasakan didikannya hingga menjadi penggawa tim nasional Indonesia.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pelatih Persija Benny Dollo (tengah) memberi intruksi kepada para pemainnya saat berlatih sekaligus uji lapangan di Stadion Utama Gelora Bung karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (9/8/2014). Persija sore ini akan menjamu Persib Bandung dalam laga lanjutan Liga Super Indonesia.
Ponaryo mengatakan, tidak semua pemain bisa menerima gaya melatih Benny Dollo yang dikenal keras dan tidak mudah mengapresiasi pemain, meski sudah bermain baik di lapangan. Tak jarang, umpatan kasar dilontarkannya ketika pemain berbuat kesalahan, namun hal itu demi kebaikan pemain dan tim.
"Selama karier saya, almarhum adalah pelatih paling keras dan disiplin di Indonesia. Kalau tidak kuat mental, habis sama dia. Almarhum sangat pandai memotivasi pemain untuk tampil maksimal. Duka mendalam untuk almarhum om Bendol," kata Ponaryo.
Pemain yang berposisi sebagai gelandang itu lalu didatangkan Benny Dollo pada 2014 saat melatih Persija Jakarta dengan status pinjaman dari PSM Makassar. Kerja sama mereka terus berlanjut hingga ke Sriwijaya FC.
Hal serupa juga dirasakan oleh kiper timnas Indonesia, Ferry Rotinsulu. Kiper asal Palu, Sulawesi Tengah itu merasa pelatih yang akrab disapa dengan akronim namanya, "Bendol", itu menjadi salah satu pelatih yang berjasa untuk kariernya.
KOMPAS/EMILIUS CAESAR ALEXEY
Foto tangkapan layar dari akun Instagram Firman Utina. Mantan pemain Arema Malang Firman utina (kanan) bersama mantan pelatih Arema Benny Dolo saat mereka menjuarai Copa Dji Sam Soe 2006. Benny Dolo meninggal pada Kamis (1/2/2023) di Tangerang Selatan.
"Saya sempat kaget dengar berita semalam ternyata om Bendol meninggal. Beliau orangnya sangat tegas ketika di lapangan dan melatih. Saya sempat merasakan didikannya saat di timnas," kata Ferry.
Tak heran, Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) memberikannya penghargaan "Prestasi Seumur Hidup" pada 2020 silam. Dia adalah orang yang berjasa besar untuk dunia sepak bola Indonesia.
Sebelum Arema, Pelita Jaya juga pernah menjadi tim yang menakutkan di kepemimpinan Benny. Tercatat Pelita Jaya berhasil menjadi runner-up Galatama dan Piala Galatama pada 1987 dan 1988, juara Galatama pada 1989, 1990, dan 1993. Setelah itu Persita Tangerang juga pernah dibawanya menjadi runner-up Liga Indonesia 2002.
Sederet prestasi di klub ini membuat Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) memanggil dirinya untuk mengabdi di timnas Indonesia. Dia dipercaya mengarsiteki timnas sebanyak tiga kali, yakni pada 2000-2001 dan 2008-2010, serta pada 2015 walau hanya sebagai pelatih sementara setelah ditinggal Alfred Riedl.
Meski hanya mampu membawa menjuarai Piala Kemerdekaan 2008 karena Libya mengundurkan diri pada laga final, Benny tetaplah sosok yang berjasa besar bagi sepak bola nasional. Hingga sekarang, ini adalah piala terakhir yang pernah diraih timnas Indonesia.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pelatih Persita Tangerang Benny Dollo
Sejumlah klub besar juga pernah menggunakan jasanya seperti Persija Jakarta (2009-2010, 2013-2014), Mitra Kukar (2010-2011), hingga terakhir Sriwijaya FC (2014-2016).
Kini, coach Bendol wafat dalam usia 72 tahun pada Kamis (1/2/2023). Pria kelahiran Manado, 22 September 1950 itu sudah merasakan sakit sejak melatih Sriwijaya FC. Dia diketahui mengalami tumor usus dan telah mendapatkan perawatan intensif sejak Juli 2020 di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan.
Berat badannya menurun drastis dan diperparah dengan sempat terpapar Covid-19. Kondisi fisiknya semakin menurun dan sering sesak nafas. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka di Ciputat, Tangerang Selatan.