Tim putri Indonesia nomor senapan angin 10 meter berhasil merebut perunggu setelah menekuk tim Bangladesh. Prestasi ini melengkapi pencapaian tim pistol yang telah mempersembahkan emas dan perunggu.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·5 menit baca
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Para petembak Indonesia yang terdiri atas Khairunnisa Salsabela, Masayyu Putri Fadillah, dan Audrey Zahra Dhiyaanisa (dari kanan) dalam final tim putri senapan angin 10 meter Piala Dunia Menembak Senapan dan Pistol 2023 di Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Mereka berhasil mempersembahkan perunggu karena unggul 16-10 atas Bangladesh.
JAKARTA, KOMPAS – Para petembak putri Indonesia merebut medali perunggu dalam Piala Dunia Menembak Senapan dan Pistol ISSF 2023 di Jakarta. Medali pertama untuk nomor senapan di kejuaraan ini didapatkan setelah mereka mengalahkan tim Bangladesh di Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Tim putri Indonesia nomor senapan angin 10 meter mengawali laga dalam babak kualifikasi pertama dan kedua dengan baik. Mereka bertahan pada posisi empat dengan total skor 931,8 (3 seri) pada babak pertama dan 618,5 (2 seri) pada babak selanjutnya.
Kolaborasi antara Masayyu Putri Fadillah, Audrey Zahra Dhiyaanisa, dan Khairunnisa Salsabela berjalan rapi, sehingga melaju ke babak final setelah unggul atas tim Korea Selatan, yang terdiri atas Yang Hwa Gyeong, Pyeon Ahae, dan Park Dahye yang mengumpulkan 616,6 poin pada kualifikasi kedua.
Dengan hasil itu, Indonesia maju ke babak terakhir untuk memperebutkan perunggu. Mereka beradu dengan petembak Bangladesh, yakni Kamrun Koly, Nafisha Tabasum, dan Sajida Haque. Pertandingan berjalan alot lantaran skor terus berkejaran sejak awal lomba.
Riuh rendah para pendukung tim Indonesia menggema di seluruh ruangan. Indonesia pun unggul atas Bangladesh dengan skor 16-10. Sementara, medali emas berhasil direbut Kazakhstan yang membuat Singapura harus puas dengan perak dengan skor 17-15.
Atlet menembak Indonesia, Audrey Zahra Dhiyaanisa, Khairunnisa Salsabela, dan Masayyu Putri Fadillah berfoto bersama pelatihnya, Ebrahim Inanlou atau Ali Reza dalam Piala Dunia Menembak Senapan dan Pistol 2023 di Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Mereka memperebutkan perunggu saat berhadapan dengan tim Bangladesh pada nomor tim putri senapan angin 10 meter.
Menurut Salsabela, dukungan para penonton dapat memompa semangatnya. Alhasil, permainan terakhir dapat dilakukannya dengan lebih cekatan dan akurat.
“Hari ini cukup tegang, tetapi kami masih bisa mengatasinya,” tambah Audrey.
Di tim Indonesia, Massayu merupakan atlet termuda dengan usia 16 tahun. Namun, kemampuan Massayu justru menopang pencapaian tim ini sebab bermain konsisten dan mengumpulkan poin terbanyak sejak awal permainan.
“Kuncinya tenang, jangan memikirkan apapun,” ujar Massayu, yang berlomba pada kejuaraan dunia pertama kalinya.
Latihan intens dan berdinamika bersama menambah kekompakan Massayu, Audrey, dan Salsabela. Mereka akan melanjutkan proses latihan, sembari mengasah mentalitas saat beradu di lapangan.
Mereka tidak bisa menembak dengan sempurna tiap hari, tetapi yang terpenting bisa belajar dari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi.
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Atlet tembak Indonesia, Paragra Duncan Taruma Negara berdiskusi dengan pelatihnya, Ebrahim Inanlou atau Ali Reza seusai babak kualifikasi ganda campuran senapan angin 10 meter Piala Dunia Menembak Senapan dan Pistol 2023 di Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Pelatih tim senapan Indonesia, Ebrahim Inanlou atau Ali Reza mengatakan, para petembak Indonesia termasuk yang termuda dibandingkan lawan-lawannya. Tekanan dalam pertandingan ini pun terasa, apalagi Indonesia menjadi tuan rumah.
“Mereka dapat menembak dengan baik, terutama dalam babak final. Tim Bangladesh memiliki pelatih mumpuni, dilengkapi pemain yang pernah menjadi finalis pada nomor tunggal. Negara itu diwakili tim yang kuat,” tutur Ali yang berasal dari Iran.
Pentingnya tekanan
Kondisi berbeda dialami tim putra Indonesia nomor senapan angin 10 meter. Dalam babak kualifikasi, mereka mengumpulkan 934,4 (3 seri) yang mendorongnya bertengger di posisi tiga, tepat di atas Korea Selatan (918,5). Lantaran hanya empat tim yang beradu, sehingga seluruhnya lolos masuk ke babak terakhir.
Dalam babak final, tim Indonesia yang diisi Fathur Gustafian, Paragra Duncan Taruma Negara, dan Davin Rosyid Wibowo bertemu dengan petembak Korea Selatan. Pada awal permainan, atlet Indonesia sempat tertinggal, tetapi berhasil mengejar hingga berimbang 3-3.
Serupa dengan tim putri Indonesia, sorak sorai suporter membahana. Pertandingan berjalan sengit lantaran kedua tim saling berkejaran poin. Hingga skor kembali sama, pada tembakan terakhir, Indonesia pun kalah dengan 15-17 atas tim Negeri Ginseng itu.
Atlet menembak Indonesia, Davin Rosyid Wibowo (tengah) setelah mendapat arahan pelatih Ebrahim Inanlou atau Ali Reza dalam final tim putra senapan angin 10 meter Piala Dunia Menembak Senapan dan Pistol 2023 di Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Mereka belum berhasil meraih perunggu setelah kalah dari tim Korea Selatan dengan 15-17.
Para pendukung tetap menyemangati petembak-petembak Indonesia, tetapi mimik muka kecewa pemain tidak tertutupi. Meski demikian, tim putra Indonesia mengakui performanya sudah cukup baik. Kurangnya jam terbang masih jadi persoalan utama kekalahan tim ini.
“Kami stabil seperti latihan. Mungkin setelah ini proporsi latihan ditambah atau program dimodifikasi, supaya ke depannya jadi lebih baik,” ujar Fathur yang menyumbang dua medali emas dalam SEA Games 2021 pada nomor tim senapan angin 10 meter dan tunggal putra senapan angin 10 meter.
Beberapa kali mengubah posisi berdirinya menghambat Fathur untuk tampil maksimal. Alhasil, ritme permainan pun tak sebaik laga-laga sebelumnya.
Pelatih Ali mengakui bahwa anak-anak didiknya cukup tertekan yang tampak dari mimik muka mereka. Namun, hal ini merupakan pelajaran yang baik untuk mengasah mentalnya.
“Mereka harus belajar untuk terbiasa menembak (dalam kompetisi), sehingga saat bertanding di luar negeri dapat tampil lebih baik. Namun, terkadang kita butuh tekanan untuk tahu bagaimana caranya mengontrol badan dan pikiran saat harus menembak di bawah tekanan,” tuturnya.
Atlet tembak Indonesia, Arista Perdana Putri Darmoyo dan Muhamad Iqbal Raia Prabowo dalam Piala Dunia Menembak Senapan dan Pistol ISSF 2023 di Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2023). Mereka beradu dengan pasangan Korea Selatan, Oh Min Kyung dan Kim Mose dalam final ganda campuran pistol angin 10 meter.
Pengalaman-pengalaman kejuaraan dunia ini dapat mendongkrak kemampuan atlet-atlet Indonesia untuk memperbaiki performanya.
'Membiasakan' kesalahan
Selama ini, senapan kerap jadi andalan tim menembak Indonesia dibandingkan pistol. Namun, hingga hari keempat pertandingan, justru pistol telah meraih medali perunggu dalam nomor pistol angin 10 meter dan emas dari nomor campuran pistol angin 10 meter.
Beruntung, persaingan di antara senapan dan pistol tak membuat para atlet yang belum meraih medali patah arang. “Saya pribadi senang, bangga bahwa Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain. Kita enggak boleh kecil hati, harus tetap mencoba. Jadi kalau gagal, coba lagi sampai berhasil,” ujar Fathur.
Ali mengatakan, jumlah atlet senapan dan pistol berbeda. Para petembak senapan yang berpartisipasi dalam ajang itu sangat beragam. Pemenang Olimpiade Tokyo 2020 dan pemenang kejuaraan-kejuaraan tingkat dunia serta Eropa ikut hadir. Jumlahnya lebih banyak dibanding pesaing pistol, terutama untuk senapan angin putri.
Para petembak Indonesia, yakni Davin Rosyid Wibowo, Fathur Gustafian, dan Paragra Duncan Taruma Negara dalam Piala Dunia Menembak Senapan dan Pistol 2023 di Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Mereka tengah berlaga dalam babak kualifikasi tim putra senapan angin 10 meter yang berakhir dengan skor 934,4, posisi tiga dari empat tim.
Para petembak Indonesia butuh lebih banyak pengalaman. Ali yakin, dalam 2-3 tahun mendatang dengan pengalaman yang makin kaya, mereka bisa melupakan tekanan-tekanan ini.
"Kita harus memberi mereka kesempatan untuk berbuat salah. Mereka tidak bisa menembak dengan sempurna tiap hari, tetapi yang terpenting bisa belajar dari kesalahan dan tak mengulanginya lagi. Biasanya setelah kompetisi, kami berdiskusi dan mengevaluasi performa untuk membuat improvement pada kesempatan selanjutnya," tuturnya.