Atlet Disabilitas Intelektual Butuh Apresiasi yang Setara
Atlet berkebutuhan khusus, termasuk disabilitas intelektual berhak mendapatkan apresiasi yang setara. Proses berlatih yang serupa dengan atlet pada umumnya diharapkan mendorong seluruh pihak memberi perhatian yang sama.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bonus atlet peraih medali Olimpiade cenderung meningkat dari tiap perhelatan. Atlet-atlet Olimpiade Khusus penyandang disabilitas intelektual pun turut mengukir prestasi serupa, tetapi besaran bonus yang diterima berbeda dengan peraih medali Olimpiade pada umumnya.
Special Olympics Indonesia (SOIna) telah mengikuti beragam kejuaraan nasional maupun internasional. Para atlet rutin mengikuti Special Olympics World Summer Games (SOWSG) sejak 2007 di Shanghai, China. Dalam tiap perhelatannya, mereka selalu membawa pulang sejumlah medali emas, perak, dan perunggu.
Dalam dua Olimpiade terakhir di Los Angeles, Amerika Serikat (2015) dan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (2019) besaran bonus yang diterima atlet SOIna berbeda dengan atlet-atlet Olimpiade lainnya. Direktur Kepelatihan Olahraga SOIna Harison Sirait menyebut, bonus terbaik yang pernah diterima atlet setelah berkompetisi di Los Angeles.
Kala itu, atlet dapat mengantongi Rp 200 juta untuk satu medali emas. Sementara, medali perak sebesar Rp 50 juta, diikuti perunggu senilai Rp 30 juta. Dalam SOWSG Los Angeles, Amerika Serikat, mereka meraih 19 emas, 12 perak, dan sembilan perunggu.
Hal itu tak didapatkan tim SOIna empat tahun setelahnya, seusai bertanding pada SOWSG Abu Dhabi. Padahal mereka mengantongi 11 emas, enam perak, dan empat perunggu.
“Dari informasi yang kami terima, atlet dan pelatih hanya menerima uang saku,” ujar Harison saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (29/1/2023).
Dalam catatan Kompas.id, (3/8/2021), bonus atlet Indonesia peraih medali dalam Olimpiade Rio de Janairo (2016) dan Tokyo (2020) mencapai Rp 5 miliar (emas), Rp 2 miliar (perak), dan Rp 1 miliar (perunggu). Besaran ini berbeda dengan yang diterima tim SOIna saat berlaga pada level yang serupa.
Senada dengan Harison, Komandan Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) SOIna Hanu Resinurjati Pitrosandi mengungkapkan hal serupa. Anak tunagrahita perlu mendapatkan hak yang sama seperti atlet-atlet lainnya. Bonus yang didapat bisa membantu orangtua atlet untuk biaya berobat ke rumah sakit maupun psikolog, belum lagi beban lain yang diterima.
“Mereka punya orangtua yang berjibaku membesarkannya, (apalagi) dengan pandangan masyarakat yang mencibir. Kan, itu beban luar biasa,” tambah Hanu.
Mereka punya orangtua yang berjibaku membesarkannya, (apalagi) dengan pandangan masyarakat yang mencibir. Kan, itu beban luar biasa.
Sementara itu, Ketua Umum SOIna Warsito Ellwein mengatakan, sejauh ini tak ada masalah terkait besaran bonus bagi tim yang berangkat ke Olimpiade. Mereka mendapat apresiasi yang baik, termasuk diterima presiden pula.
Ia menekankan, misi terpenting adalah memberi ruang untuk anak-anak “bertalenta khusus” karena masih banyak yang belum terekspos. Sebagian ada yang dipasung dan ditutupi oleh keluarga sebab dianggap jadi beban dan aib.
Ketika ditanya mengenai besaran bonus untuk para atlet, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali menyebut pemerintah memberi apresiasi dan penghargaan atas prestasi tiap warga negara.
“Pasti ada-lah (apresiasi). Saya enggak berani bilang apa-apa, tetapi mereka ini kita bina, kita fasilitasi, kita dukung saja sudah luar biasa,” ujar Zainudin seusai penggalangan dana untuk SOIna, Rabu (25/1).
Dalam memperjuangkan bonus atlet, Hanu dan Horison tengah mengumpulkan data-data administrasi pada Kemenpora. Harapannya, atlet dan pelatih bisa meraih apresiasi, baik berupa natura maupun bonus ketika pulang membawa medali.
Mereka berharap agar pemerintah dapat terus mendukung secara berkala maupun berkesinambungan untuk mewujudkan komitmennya dalam pengembangan SOIna. Setidaknya hingga kini, tim tersebut mendapatkan rumah, uang pembinaan, serta fasilitas pendukung latihan dari pemerintah sebagai bentuk apresiasi natura.
Bukan sembarang target
SOIna tengah fokus untuk menghadapi SOWSG XVI di Berlin, Jerman pada 17-25 Juni 2023. Mereka akan turun pada tujuh cabang olahraga (cabor), yakni renang, atletik, bowling, bulu tangkis, senam atletik, senam ritmik, dan tenis meja.
Horis mengatakan, SOIna menargetkan bisa mempersembahkan sejumlah medali emas dan perak dari cabor unggulannya yang terdiri atas atletik, renang, bulu tangkis, dan bowling. Untuk rinciannya, ia belum dapat memberikan gambaran lantaran latihan masih tahap awal.
Namun, Warsito mengatakan para atlet bisa mendapatkan delapan medali emas sudah memenuhi ekspektasinya. “Karena hanya sedikit sekali kuotanya sekarang, tidak bisa pasang target banyak,” ujarnya.
Ia menekankan, perjuangan SOIna tak melulu soal perolehan medali. Alasannya, atlet-atlet “bertalenta khusus” ini dapat menunjukkan kemampuannya pada dunia. Hal ini berbeda dengan Paralimpade dan Olimpiade pada umumnya yang ketat dalam menargetkan medali.
“Kalau di Special Olympics itu kebersamaan, solidaritas penting. Jadi ini yang kami munculkan. Kami mencoba mendorong (pemahaman) di Indonesia, mereka bukan orang cacat karena mereka makhluk ciptaan Allah yang punya kekurangan dan kelebihan, sama seperti kita,” tuturnya.