Antonio Conte mulai kehilangan identitasnya sebagai manajer spesialis bertahan pada musim ini. Kekalahan Spurs dari Manchester City pada ajang Liga Inggris, Jumat (20/1/2023), memperjelas masalah itu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANCHESTER, JUMAT — Manajer Tottenham Hotspur Antonio Conte terjebak dalam masa tersulit sepanjang kariernya. Conte, yang selalu dekat dengan kesuksesan berkat ide bermain pragmatis, kehilangan identitasnya pada musim ini. Alih-alih menguatkan, pertahanan kini justru menjadi kelemahan terbesar mereka.
Lubang besar pertahanan Spurs terpampang jelas di Stadion Etihad, kota Manchester, Jumat (20/1/2022) dini hari WIB. ”Si Lili Putih”, julukan Spurs, takluk 2-4 dari tuan rumah Manchester City setelah kemasukan empat gol dalam 45 menit paruh kedua.
Conte berkata, wajah asli Spurs tidak muncul. Dia masih mengingat betapa kokohnya pertahanan mereka ketika menang di Stadion Etihad musim lalu, 3-2. ”Kami bertahan hebat musim lalu. Tidak seperti hari ini, kami kemasukan empat gol dalam satu babak. Itu untuk pertama kali terjadi dalam karier saya,” ujarnya.
Tragedi Spurs pada paruh kedua tidak semestinya terjadi. Conte datang dengan ide pragmatis lewat formasi cenderung defensif, 3-4-2-1, yang bisa berubah menjadi lima bek sejajar ketika bertahan. Lalu, dia menginstruksikan garis pertahanan agar lebih rendah lagi setelah unggul dua gol.
Si Lili Putih juga memakai komposisi pemain nyaris sama seperti duel musim lalu. Hanya pemain di posisi bek sayap kiri yang berubah, yaitu dari Ryan Sessegnon menjadi Ivan Perisic. Pertahanan mereka dipimpin bek tim nasional Argentina, Cristian Romero, dan kiper Perancis, Hugo Lloris, yang baru saja bertemu di final Piala Dunia Qatar 2022.
Pada saat bersamaan, City tampil tanpa gelandang kreatif terbaiknya, Kevin De Bruyne. Tim tuan rumah kehilangan roh permainan di lini tengah. Namun, dengan segala fakta itu, Spurs tetap kebobolan empat gol, termasuk dua gol yang terjadi beruntun hanya setelah 8 menit babak kedua dimulai, yaitu pada menit ke-51 dan ke-53.
Tragedi itu terjadi karena pertahanan Spurs kurang disiplin, juga terlalu banyak membuat kesalahan fatal. Lloris misalnya. Sang kapten tim Spurs kembali gagal mengantisipasi perubahan arah bola di tiang dekat. Lantas, penyerang sayap City, Riyad Mahrez, mencetak gol ketiga tim setelah umpan silangnya berbelok arah karena membentur pemain Spurs.
Kami sedang dalam periode kurang beruntung dan membuat sangat banyak kesalahan. Tetapi, itulah sepak bola. Saya tidak bisa menunjuk satu pemain. Ini tanggung jawab saya sebagai pelatih. (Antonio Conte)
Refleks Lloris kembali dipertanyakan. Kiper 36 tahun itu juga kemasukan gol serupa saat melawan Arsenal di derbi London Utara, akhir pekan lalu. Dia panik setelah bola tendangan Bukayo Saka berubah arah, lalu menepis bola ke dalam gawang sendiri.
Lubang besar juga terlihat di sisi kiri pertahanan Spurs. Empat gol City bermula dari Mahrez yang beroperasi di sisi tersebut. Perisic sering salah posisi saat mengantisipasi serangan tim lawan. Adapun di laga sebelumnya, dua gol juga bermula dari sisi yang sama.
”Pastinya kami sangat kecewa jika melihat bagaimana proses gol itu terjadi. Kami sedang dalam periode kurang beruntung dan membuat sangat banyak kesalahan. Tetapi, itulah sepak bola. Saya tidak bisa menunjuk satu pemain. Ini tanggung jawab saya sebagai pelatih,” ujar Conte.
Tamparan dari City itu hanyalah cerminan kecil betapa buruknya pertahanan Lloris dan rekan-rekan pada musim ini. Mereka kemasukan dua gol atau lebih dalam 9 dari 10 laga terakhir di Liga Inggris. Sebanyak 6 laga di antaranya berujung kekalahan.
Terburuk
Spurs juga sudah kemasukan 31 gol setelah 20 pertandingan liga. Menurut BBC Sport, catatan kemasukan tersebut merupakan yang terburuk sejak musim 2007-2008. Rekor pertahanan mereka sejauh ini bahkan lebih buruk dibandingkan tim zona degradasi, Everton (26 gol) dan West Ham United (25 gol).
Bagi Spurs, pertahanan sangat vital untuk hasil akhir laga. Conte menciptakan tim untuk bermain pragmatis dengan mengandalkan transisi serangan balik cepat. Jika tertinggal lebih dulu, rencana awal mereka akan buyar. Semua akan lebih mudah seandainya mereka yang membuka keunggulan.
Alhasil, performa lini serang Spurs tidak terlalu istimewa musim ini. Mereka terlalu mengandalkan penyerang Harry Kane yang sudah mencetak 15 gol di liga. Pemain lainnya tidak ada yang bisa menyumbang lebih dari empat gol. Adapun peraih Sepatu Emas musim lalu, Son Heung-min, baru menyumbang empat gol.
Son juga hanya mencetak satu gol dalam 10 penampilan terakhir di liga. Sementara penyerang yang didatangkan dari Everton seharga 60 juta euro, Richarlison, bahkan belum mencetak satu gol pun setelah 469 menit bermain di liga.
Menurut mantan pemain Aston Villa, Gabriel Agbonlahor, Spurs harus merombak pemain di lini pertahanan pada jendela transfer Januari ini. Beberapa yang harus dilepas di antaranya adalah Lloris dan bek tengah Erick Dier. ”Mereka sudah terlalu lambat untuk bermain di Liga Inggris,” ujarnya kepada Talksport.
Adapun manajemen Spurs cenderung hening pada jendela transfer kali ini. Mereka tidak seperti tim tetangga, Arsenal dan Chelsea, yang terus bergerak mencari pemain. Tanpa perubahan berarti, sulit bagi Spurs mempertahankan prestasi musim lalu untuk finis di empat besar. (AP/REUTERS)