Dampak Penghentian Liga, Pemain Sambung Hidup dengan "Tarkam", Klub Rugi Miliaran Rupiah
Penghentian Liga 2 dan Liga 3 sangat berdampak buruk untuk pemain dan klub. Pemain mesti menyambung hidup dengan bermain "tarkam", sedangkan klub menanggung kerugian finansial yang besar.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penghentian Liga 2 dan Liga 3 berdampak negatif yang luas kepada pemain dan klub. Akibat tidak ada kompetisi, pemain harus menyambung hidup bermain di kompetisi antar kampung atau "tarkam". Adapun klub menderita kerugian materiil hingga miliaran rupiah karena sudah mengontrak pemain, pelatih, dan tenaga pendukung.
Gelandang klub Liga 2 PSKC Cimahi Syahroni usai audiensi dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali di Kantor Kemenpora, Jakarta, Senin (16/1/2023), mengatakan, setelah PSSI mengumumkan Liga 2 dan Liga 3 dihentikan pada Kamis (12/1), ada pemain yang tetap menerima gaji dari klub dan ada yang tidak lagi menerima gaji karena timnya telah dibubarkan. Para pemain yang tak lagi menerima gaji mesti menyambung hidup dengan segala cara.
”Jadi, bermain tarkam juga tak pasti bisa mencukupi kehidupan sehari-hari. Ini benar-benar berpengaruh ke mental pemain.
Ada pemain yang fokus menjalani usaha sampingan yang sudah lama dirintisnya. Selebihnya, paling banyak pemain yang menyambung hidup dengan bermain tarkam. Namun, tarkam tidak ada setiap saat dan pemain harus berpindah-pindah daerah. ”Jadi, bermain tarkam juga tak pasti bisa mencukupi kehidupan sehari-hari. Ini benar-benar berpengaruh ke mental pemain,” ujar Syahroni yang anggota Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI).
Dari sisi pembinaan, kiper Persija Jakarta sekaligus Presiden APPI Andritany Ardhiyasa menuturkan, penghentian Liga 2 dan Liga 3 membuat para pemain kehilangan jam terbang dan motivasi. ”Itu menghilangkan harapan pemain yang ingin promosi ke jenjang lebih tinggi, terutama Liga 1. Tanpa adanya degradasi di Liga 1, itu pun mengurangi gereget kompetisi. Selama ini, pemain dibayar untuk memberikan yang terbaik, yang di papan atas berusaha juara dan di papan bawah berupaya terhindar dari degradasi,” katanya.
Maka itu, tambah Andritany, para anggota APPI yang bermain di Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 kompak ingin Liga 2 dan Liga 3 dilanjutkan. ”Tidak ada pemain dari Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 yang tak setuju Liga 2 dan Liga 3 berlanjut. Ketika ada Tragedi Kanjuruhan kemarin, kita teriak kenapa hanya Liga 1 yang dihentikan dan minta Liga 2 dan Liga 3 turut dihentikan. Sekarang, kebalikannya, teman-teman dari Liga 1 mendukung Liga 2 dan Liga 3 berlanjut. Kami telah membuat gerakan dukungan itu dengan spanduk sebelum laga Persija dan Bali United, serta postingan di media sosial,” tuturnya.
Kerugian klub
Bukan cuma pemain yang dirugikan, manajer klub Liga 2 Persipura Jayapura Yan Permenas Mandenas menyampaikan, klub juga mengalami kerugian besar. Sponsor menjadi ragu untuk melanjutkan kerja sama. Padahal, kini, klub dituntut untuk mandiri. Dukungan anggaran hanya bisa berasal dari sponsor, tidak bisa lagi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
”Pertanggung jawaban kami kepada pihak sponsor itu kan dengan menuntaskan kompetisi. Sekarang, kompetisi tidak jalan, bagaimana menjaga kepercayaan tersebut. Klub bisa menjaga eksistensinya cuma saat kompetisi berputar,” ungkap Yan.
Menurut Yan, tidak semua klub yang tega memutus kontrak dengan pemain, pelatih, dan tenaga pendukung. Persipura misalnya, mereka tetap membayar gaji anggota timnya yang mencapai 60an orang sampai detik ini. Risikonya, mereka menanggu kerugian materil yang tak sedikit, yakni sekitar Rp 10 miliar. ”Masalahnya, penghentian liga yang tiba-tiba ini pun tidak ada kompensasinya (dari operator liga atau federasi),” ujarnya.
CEO klub Liga 2 Semen Padang Win Bernadino menjelaskan, kerugian finansial itu terjadi karena klub sudah mengaji pemain, pelatih, dan tenaga pendukung sejak Liga 2 dihentikan karena Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022. Dengan tidak membubarkan tim, mereka berharap kompetisi bisa dilanjutkan. Nyatanya, kompetisi justru dihentikan.
Akhirnya, mulai 2 Desember kemarin, anggota tim Semen Padang diliburkan. Memang, manajemen tetap memberikan gaji. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan gaji itu dihentikan. ”Biayanya menjadi tinggi karena klub tidak ada tujuan yang jelas. Kami tetap berusaha memenuhi hak kami kepada pihak terkait tetapi kami akan hitung-hitungan juga. Pemain sudah diliburkan pada 2 Desember dengan tetap digaji penuh. Tetapi, untuk Januari, kami pikir-pikir lagi. Sebab, ini masuk bulan keempat kami tidak berkompetisi,” pungkas Win.