Halang Rintang Pembinaan “Lead” dan “Boulder” Panjat Tebing Indonesia
Selain speed, masih ada lead dan boulder dalam panjat tebing Indonesia yang patut diperhatikan. Beragam tantangan membayangi, sehingga dukungan beragam pihak belum maksimal pada kedua nomor tersebut.
JAKARTA, KOMPAS – Pembinaan atlet panjat tebing nomor lead dan boulder masih belum menjadi perhatian, padahal memiliki potensi yang serupa dengan speed. Guna mengejar prestasi, lead dan boulder perlu dukungan dan kerja sama beragam pihak.
Hendra Basir, pelatih panjat tebing Indonesia, membeberkan sejumlah masalah yang menghambat perkembangan pembinaan lead (panjat tebing dengan pengaman tali) dan boulder (panjat tebing tanpa pengaman tali dengan ketinggian maksimal empat meter).
Industri olahraga berperan penting sebagai pendukung sarana dan prasarana panjat tebing, seperti pegangan dan dinding. Hingga kini, belum ada gebrakan untuk memberanikan diri berinvestasi, seperti membantu produsen pegangan panjat tebing untuk memiliki lisensi internasional.
Baca juga: ”Speed”, Tumpuan Panjat Tebing Indonesia Dongkrak Nomor Lain
Ia mencontohkan, satu pegangan panjat tebing dihargai sekitar Rp 1,5 juta untuk di dalam negeri. Namun, ketika berbelanja di luar negeri, harganya meningkat menjadi Rp 6 juta, belum termasuk biaya ongkos kirim. Padahal, tim panjat tebing Indonesia butuh hingga ribuan pegangan, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat mencapai miliaran rupiah untuk memenuhi sarana-prasarana berlatih.
Hendra menambahkan, sumber daya manusia (SDM) yang belum diikuti inovasi berimbas pada stagnannya perkembangan lead dan boulder. Persoalan fisik dan psikologi dapat disiasati ketika kemampuan atlet mengalami kemajuan. Tak hanya mengandalkan daya tahan, tetapi atlet juga perlu beradaptasi dengan medan dan pegangan yang berbeda agar dapat mengantisipasi kegugupan saat bertanding.
Kemampuan atlet perlu didukung banyak pihak, seperti pelatih, federasi, dan pemerintah. Potensinya akan tergarap kala tak bersinggungan dan diperebutkan dengan kepentingan sejumlah pihak.
“Kadang atlet-atlet Indonesia itu mau menang, tapi enggak mau kerja keras. Mau menang, tapi enggak mau disiplin. Nah, kalau tidak diatur, kita akan berjalan di tempat,” ujar Hendra sesuai melatih atlet-atletnya di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Bekasi, Kamis (12/1/2023).
Baca juga: Rintis Atlet ”Lead” dan ”Boulder”, Regenerasi Tim Panjat Tebing
Sementara Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) menargetkan lead dan boulder serupa dengan speed. Namun, organisasi mengakui lead dan boulder memang membutuhkan penyesuaian dan pendekatan pola latihan yang perlu diubah.
“Butuh pendekatan pola latihan yang harus diubah. Selama ini, yang kita lakukan di panjat tebing masih mengandalkan latihan-latihan yang otodidak, tanpa didasarkan sport science yang mendalam,” kata penasehat Pengurus Pusat FPTI, Sapto Hardiono, Jumat (13/1).
Ia juga menyayangkan dukungan pengurus yang masih terbelah. Alasannya, tak seluruh pengurus memiliki pandangan yang sama terhadap masalah yang dihadapi lead dan boulder, sehingga dukungan untuk kedua nomor ini pun masih minim.
Sekretaris Umum FPTI Florenciano Hendricus Mutter mengatakan, perhatian memang masih lebih banyak diberikan pada speed lantaran lead dan boulder tak diproyeksikan untuk saat ini. Frekuensi kompetisi internasional pun akan berbeda. Dukungan Kementerian Pemuda dan Olahraga terealisasi berdasarkan prestasi, sehingga sejauh ini speed masih diutamakan.
Oleh karena itu, FPTI kemudian membentuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) yunior khusus lead dan boulder. Proses merintis dan mendorong kedua nomor ini untuk mengukir prestasi pun dimulai.
Mengejar ketertinggalan
Guna mengimbangi prestasi dengan speed, FPTI dan pelatih memutar otak untuk mendorong lead dan boulder agar dapat bersaing. Mereka optimistis bahwa kedua nomor ini nantinya bisa mengejar ketertinggalan yang ada.
Hendra menuturkan, seleksi pelatnas menjaring para atlet berusia 15-17 tahun. Alasannya, atlet pada usia-usia tersebut dapat berdiskusi dan lebih mudah untuk “membentuk” kemampuan serta karakternya.
Baca juga: Siasat Tim Panjat Tebing Indonesia Bersaing di Kancah Global
Perbedaan kemampuan antara para atlet yunior Indonesia dan asing masih tak begitu jauh, sehingga akan memudahkan untuk mengejar ketertinggalan. Sebaliknya, disparitas kemampuan antar atlet senior Indonesia dan dunia terlalu jauh, sehingga kurang efektif untuk mengimbanginya.
“Kami berpikir, lebih baik merekrut yunior agar bisa bersaing dengan yunior asing yang masih beberapa level di atasnya. Belum terlalu jauh kita kejarnya. Itu yang kita kejar pada 2028 sebagai finalis Olimpiade, belum medali. Pada 2032-2036, baru lead kita sudah sama levelnya dengan speed, bersaing di level dunia,” tutur Hendra.
Ia juga selalu menekankan pada anak-anak didiknya untuk memasang standar internasional pada latihan dan kompetisi yang dihadapi. Harapannya, mereka akan terbiasa untuk melihat persaingan dalam skala global.
Menyiasati pemenuhan sarana-prasarana yang memakan banyak biaya, pelatih mengusulkan agar atlet-atlet yunior dapat berlatih (training camp) di Eropa untuk sementara waktu. Dari delapan atlet yunior, setidaknya ada dua orang dikirimkan untuk mengasah kemampuannya di negeri orang yang dinilai lebih efektif.
Faktor antropometri berperan besar pada dinamika pembentukan boulder.
Rencananya, tahun 2020-2024 merupakan fase pengembangan dan pembangunan fondasi bagi atlet yunior lead dan boulder. Dalam tahap ini, daya tahan jadi fokus utamanya, sesuai dengan karakteristik nomor panjat tebing. Setelah itu, tahun 2025-2028, atlet akan belajar berkompetisi, sehingga jam terbang untuk beradu dalam berbagai kompetisi akan bertambah. Ketika fase itu berjalan dengan benar, fase terakhir adalah berlatih untuk menang. Tahap ini setara dengan speed saat ini.
“Pada 2029, mereka (para atlet) siap bertransformasi menjadi atlet elite dunia, meski enggak delapan atlet yunior berada di fase itu. Mereka ada yang kita kirim ke luar negeri. Sedangkan yang tidak masuk kriteria itu akan tergantikan adik-adiknya,” lanjut Hendra.
Baca juga: ”Speed” Andalan Tim Panjat Tebing Indonesia Rebut Tiket Olimpiade 2024
Sapto menambahkan, lead dan boulder pun perlu dukungan dari luar pelatnas. Peningkatan sumber daya pembuat jalur melalui kursus internasional serta pengadaan dinding panjat tebing dapat dimaksimalkan. Hal ini menyokong kemampuan atlet-atlet Indonesia agar dapat bersaing.
Baca juga: Prestasi Atlet Membuat Panjat Tebing Semakin Populer
FPTI juga akan mendukung atlet-atlet untuk bertanding pada level internasional, meski secara pembiayaan masih bergantung pada pendanaan pemerintah. Pihaknya terbuka pada bantuan pihak eksternal lain, seperti sponsor, supaya para atlet dapat menjajal lebih banyak kompetisi.
Prioritas terakhir
Lead digadang-gadang akan menjadi pesaing pertama speed karena potensi para atlet tampak menonjol ketimbang boulder. Belum lagi pelatih dan atlet Indonesia yang dihadapkan sejumlah tantangan pada nomor cabang olahraga ini.
Sapto tak menampik jika masih ada pekerjaan rumah yang butuh diperhatikan untuk menggarap boulder. “Boulder ini memang punya karakter yang sangat berbeda karena selain tuntutan fisik, atlet juga harus cerdas untuk melihat penyelesaian tiap jalurnya,” tambahnya.
Risiko boulder pun lebih tinggi ketimbang nomor lainnya, terutama cedera atlet. Posisi jatuh yang tak tepat, bahkan ketika dilakukan atlet profesional, pun bisa membahayakan atlet.
Baca juga: Kala Panjat Tebing Masuk Kompleks
Selain itu, Hendra mengatakan para pemanjat tebing tingkat dunia tengah beralih pada nomor ini. Alhasil, para pesaingnya pun makin banyak, sebab mereka dapat berlatih di pusat-pusat kebugaran, tanpa bantuan pelatih. Sifatnya menjadi lebih umum ketimbang lead dan speed.
“Saking banyaknya peserta, juaranya selalu berubah-ubah,” kata Hendra.
Faktor antropometri berperan besar pada dinamika pembentukan boulder. Ukuran dinding yang lebih pendek serta tingkat kesulitan pegangan-pegangan lebih tinggi akan berpengaruh pula pada arah gerakannya. Postur tubuh yang tinggi merupakan salah satu solusinya, sementara ukuran badan atlet Indonesia berbeda dengan Eropa, pesaing terberat panjat tebing.
Alhasil, berbagai upaya dan kerja sama perlu difokuskan untuk lead dan boulder. Meski masih merintis guna menggapai prestasi, tiap pihak dapat bekerja sama sekaligus menyamakan visi-misinya demi kemajuan cabang olahraga panjat tebing dari seluruh nomor.