Rintis Atlet ”Lead” dan ”Boulder”, Regenerasi Tim Panjat Tebing
Atlet-atlet yunior panjat tebing Indonesia mulai dididik untuk menghadapi Olimpiade Los Angeles 2028. Mereka berupaya menaikkan pamor nomor ”lead” dan ”boulder” guna mengimbangi prestasi ”speed”.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Speed selama ini telah menjadi nomor andalan panjat tebing Indonesia untuk meraih prestasi yang mendunia. Meskipun demikian, para pelatih kini mulai merintis sekaligus membentuk tim panjat tebing untuk nomor lead dan boulder.
Nomor adu cepat atau speed tim panjat tebing nasional kerap mengukir prestasi bagi Indonesia. Banyak orang pun menyoroti nomor ini ketimbang lead (panjat tebing dengan pengaman tali) dan boulder (panjat tebing tanpa pengaman tali dengan ketinggian maksimal empat meter).
”Speed sampai kapan pun selama masih dalam permainan Olimpiade, insya Allah bisa. Sistem yang kami buat sudah berjalan semestinya dengan pola pelatihan yang akan terus ada,” ujar Hendra Basir, pelatih panjat tebing Indonesia, di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Jawa Barat, Kamis (12/1/2023).
Sementara, pengembangan atlet nomor lead dan boulder mulai diimbangi dengan investasi. Meski ada kekhawatiran keberlanjutan dukungan investasi pada kedua nomor ini, para pelatih meyakini lead dan boulder memiliki potensi yang sama seperti speed.
”Maka, sekarang speed jadi lokomotif panjat tebing, di belakangnya ada lead dan boulder sebagai gerbongnya. Gerbong tidak bisa jalan tanpa lokomotif,” ujar Hendra.
Para pelatih dalam pemusatan latihan nasional panjat tebing berupaya untuk fokus pada lead dan boulder dengan melakukan seleksi nasional pada 2020. Mereka sengaja memilih atlet yunior usia 15-17 tahun yang dinilai lebih mudah untuk ”dibentuk” baik mental maupun fisik.
Sebanyak delapan atlet yunior terpilih dari sejumlah daerah. Beberapa atlet di antaranya berasal dari DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Bangka Belitung, dan Aceh.
Pelatih lainnya, Mahfud Fauzan, mengatakan, timnya kini fokus pada nomor lead ketimbang boulder. Pola latihan menekankan pada aspek ketahanan. Mereka berlatih dua kali dalam sehari pada Senin-Selasa lalu berlanjut pada Kamis-Sabtu. Sementara Rabu dan Minggu digunakan untuk beristirahat.
Tim yunior ini tengah dipersiapkan untuk menghadapi serangkaian babak kualifikasi Olimpiade Los Angeles 2028. Walaupun demikian, mereka turut dilibatkan dalam sejumlah kejuaraan nasional dan internasional, seperti Kejuaraan Panjat Tebing Dunia dan Kejuaraan Panjat Tebing Asia.
Para pelatih berharap atelt-atletnya dapat beradaptasi pada beragam kompetisi. Selain soal mental, atlet yunior memahami karakter pegangan di dinding panjat tebing serta karakteristik para pesaing dari negara lain.
Jerih payah ini akhirnya membuahkan hasil. Sejumlah atlet yunior ketika mengikuti kejuaraan di level senior dapat menyamakan kedudukan, bahkan mengalahkan atlet-atlet lain yang lebih berpengalaman.
Selain itu, Hendra optimistis tim lead dan boulder nantinya dapat menorehkan sejumlah prestasi. Berkaca dari Rusia yang lebih berpengalaman dalam panjat tebing, speed juga jadi nomor andalannya. Kedua nomor lainnya didominasi oleh sejumlah atlet yang sama dari waktu ke waktu. Wilayah Eropa barat menitikberatkan pada lead dan boulder dengan kemenangan dari beberapa atlet yang sama pula.
”Artinya (nomor), ini bisa terkejar oleh mereka yang benar-benar bekerja dengan hati,” kata mantan pelatih panjat tebing Pekan Olahraga Nasional Jakarta itu.
Jam terbang merupakan salah satu modal utama para atlet untuk siap berkompetisi. Para atlet yunior lead dan boulder ikut bertanding dalam kejuaraan dunia dan Asia. Dua atlet di antaranya berlokasi di Korea Selatan dan Swiss. Sesuai dengan tahapannya, para atlet tak dibebani target medali. Alhasil, mereka fokus untuk mengumpulkan pengalaman.
Atlet yunior, Rizky Syahrafli Simatupang (18), mengatakan, perspektifnya seusai mengikuti sederet kompetisi menjadi semakin luas dan terbuka. Ia juga belajar dan mengetahui jalur-jalur yang biasa dipakai di luar negeri, lengkap dengan karakter pegangan-pegangan pada dinding panjat tebing. Selain itu, karakteristik lawan serta cuaca juga menambah pengetahuannya untuk bertanding di kancah yang lebih bergengsi.
Pengalaman bermain pada level nasional dan internasional mendorong para atlet untuk mengevaluasi kemampuan dirinya. Berkaca dari itu, peningkatan dan perbaikan dapat diterapkan dalam latihan-latihan selanjutnya sebagai bekal untuk bertanding di kemudian hari.
”Daya tahan (endurance)dan kekuatan (strength)lebih ditingkatkan. Beberapa teknik, seperti pijakan kaki, juga perlu diperbaiki,” ujar Sukma Lintang Cahyani (18), atlet lainnya asal Yogyakarta.
Selain itu, mengontrol diri agar tak gugup ketika bertanding juga jadi pekerjaan rumah Lintang. Ia berupaya untuk terus memperbaikinya seiring dengan banyaknya kompetisi yang akan dihadapi.