Program regenerasi yang di pelatnas renang bisa berujung percuma dan hanya mengorbankan perenang terbaik saat ini.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
NASRUN KATINGKA
Penampilan perenang Indonesia pada hari ketiga Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka atau IOAC 2022 di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (14/12/2022).
Regenerasi selalu menjadi kata yang begitu menggiurkan dalam olahraga prestasi. Namun, tanpa rencana dan program pembinaan jelas, kata itu hanyalah kiasan belaka. Para perenang nasional sudah mengalami sendiri dalam beberapa tahun terakhir, regenerasi tidak otomatis berujung manis.
Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI) pernah menerapkan regenerasi perenang di SEA Games Filipina 2019. Banyak perenang muda diturunkan, seperti Farrel Armandio Tangkas yang masih berusia 17 tahun. Harapannya mereka bisa berprestasi di ajang edisi selanjutnya.
Delapan perenang muda nasional di Filipina, termasuk Farrel, dibawa kembali ke SEA Games Vietnam 2021 pada tiga tahun kemudian. Hasilnya tidak satu pun meraih emas. Mayoritas catatan waktu mereka justru menurun dibandingkan uji coba selama di Jakarta.
Emas justru disumbang dua perenang debutan berusia 17 tahun, Masniari Wolf dan Flairene Candrea Wonomiharjo. Faktanya, Masniari berlatih terpisah di Jerman dan Flairene belum genap setengah tahun masuk pelatnas. Keduanya sama-sama kejutan yang tidak direncanakan sejak 2019.
Flairene Candrea Wonomiharjo (17), perenang muda putri Indonesia tampil di nomor 100 meter gaya punggung pada Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka atau IOAC 2022 di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (14/12/2022). Dia berhasil finis pertama dengan catatan waktu 1 menit 4,14 detik, mengungguli Masriani dengan capaian waktu 1 menit 4,52 detik.
Prestasi perenang muda di Filipina stagnan akibat program yang tidak berjalan optimal. Salah satunya karena efek pandemi Covid-19. Pelatnas sering terputus. Pelatih asing David Armandoni yang menangani perenang muda terpaksa diganti akibat ketidakpastian dana pelatnas. Hasilnya nihil.
Jelang SEA Games dan Asian Games 2023, program regenerasi kembali dijalankan PB PRSI. Kali ini permintaan langsung dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang meminta peremajaan pelatnas demi Desain Besar Olahraga Nasional (DBON). Tujuannya berprestasi di Olimpiade pada masa depan.
Sebanyak 8 perenang veteran dari total 23 nama dicoret dari pelatnas, pada Oktober lalu. Salah satunya adalah perenang spesialis gaya punggung, I Gede Siman Sudartawa (28). Sebagai pengganti, perenang berusia di bawah 20 tahun dimasukkan, antara lain Nicholas Karel Subagyo (19) dan Adellia (18).
Namun, seperti kekhawatiran awal, program regenerasi itu tidak direncanakan dengan baik. Menurut Ketua Tim Review Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) Kemenpora, Mochammad Asmawi, perenang yunior di pelatnas saat ini belum tentu akan berangkat ke SEA Games Kamboja.
Perenang pelatnas Indonesia, Masniari Wolf (17) saat Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka atau IOAC 2022 di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Kemenpora masih membuka peluang atlet senior yang sudah dicoret untuk kembali berangkat. Hasilnya baru akan ditentukan pada seleksi nasional pada awal 2023. Hanya perenang yang berpotensi meraih medali yang akan dikirim ke Kamboja. Pandangan prestasi pragmatis itu kontradiktif dengan tujuan regenerasi.
Jika fokus regenerasi, para perenang yunior semestinya diberikan panggung sebanyak mungkin, termasuk SEA Games, meskipun kecil kemungkinan berprestasi.
Rencana itu terbilang tanggung. Jika fokus regenerasi, para perenang yunior semestinya diberikan panggung sebanyak mungkin, termasuk SEA Games, meskipun kecil kemungkinan berprestasi. Seperti kata mantan pelatih dan perenang nasional, Albert C. Sutanto, pertumbuhan atlet bergantung terhadap banyaknya ajang yang diikuti. Adapun pengalaman di ajang tunggal dan multicabang berbeda.
Perenang yunior diharapkan menjadi tumpuan masa depan, tetapi perenang senior yang akan kembali diandalkan. Skenario itu mungkin terjadi. Padahal, perenang veteran sudah terdepak dari pelatnas dalam persiapan ke SEA Games. Mereka akan kehilangan waktu berlatih dengan fasilitas terbaik milik pelatnas.
Tanpa rencana konkret, pengorbanan untuk regenerasi terlalu besar. Contohnya pada kasus Siman. Dia adalah perenang nasional dengan kesempatan berprestasi terbesar di level Asia. Dia seharusnya ditargetkan meraih prestasi pada Asian Games nanti. Namun, rencana itu diganggu perombakan pelatnas.
Perenang senior Indonesia, I Gede Siman Sudartawa (28) pada nomor 50 meter gaya punggung Kejuaraan Akuatik Indonesia Open atau IOAC 2022 di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Adapun jarak antara seleksi nasional dengan SEA Games Kamboja hanya berselang sekitar tiga bulan. Artinya, jika Siman kembali lolos seleknas nanti, waktunya berlatih di luar pelatnas akan lebih lama untuk persiapan ke Kamboja. Empat bulan setelah dari Kamboja, dia harus mengadapi Asian Games lagi. Hasilnya hampir bisa dipastikan akan kontraproduktif.
Di sisi lain, program regenerasi di pelatnas bukanlah jalan terbaik bagi perenang nasional. Sejarah membuktikan, program atlet pelajar di luar negeri, seperti Amerika Serikat, merupakan cara paling efektif melahirkan perenang hebat. Para perenang Olimpian, Lukman Niode sampai Richard Sam Bera, sudah membuktikannya.
Suasana keruh
Perombakan pelatnas turut berdampak terhadap perubahan struktur kepelatihan. Albert yang semula menjabat pelatih kepala tidak lagi di pelatnas. Posisinya digantikan Michael Piper yang awalnya mendapingi sebagai pelatih asing.
Adapun Albert merupakan pelatih di klub untuk banyak perenang nasional, termasuk nama yang dicoret seperti Siman dan Glenn Victor. Beberapa anak asuhnya di klub Millennium Jakarta bahkan masih berada dalam pelatnas, seperti Flairene dan Joe Aditya.
Hari pertama Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka 2022 di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (12/12/2022). Turnamen dibagi ke dalam berbagai kelompok umur.
Buntut dari perombakan, enam perenang pelatnas kembali dicoret akibat tidakan indisipliner pada awal Desember. Mereka adalah Flairene, Joe, Farrel, Angel Gabriella Yus, Azzahra Permatahani, dan Erick Ahmad Fathoni. Mereka mangkir dari latihan karena kurang puas dengan kepemimpinan Piper.
Keenam perenang tersebut sudah meminta maaf. Pintu pelatnas juga dibuka kembali untuk mereka. Namun, ketidakcocokan pelatih dan perenang itu harus menjadi fokus PB PRSI pada tahun depan. Program pelatih yang didatangkan jauh-jauh dari Australia itu akan percuma jika tidak dipercaya anak asuhnya.
Tentunya keinginan Piper untuk mengikuti banyak kejuaraan di luar negeri juga perlu difasilitasi. Dia selalu mengeluhkan jumlah kejuaraan yang minim sebagai penyebab prestasi stagnan perenang nasional sejauh ini.