Ketika Legenda Hidup Tenis Berpamitan
Musim kompetisi 2022 menjadi tahun perpisahan para legenda tenis dunia. Keberadaan mereka tak akan tergantikan, tetapi dunia tenis bisa berhadap pada generasi baru.

Ekspresi petenis Swiss, Roger Federer (kiri), menahan haru setelah tampil bersama Rafael Nadal (kanan) di tim Eropa pada laga PIala Laver di Arena O2, London, Inggris, Sabtu (24/9/2022) dini hari WIB. Laga itu menandai akhir karier Federer di tenis profesional.
Dunia tenis profesional kehilangan beberapa nama besar yang pensiun pada 2022, termasuk Serena Williams dan Roger Federer. Peran dan pengaruh dua ikon global itu tak akan tergantikan, tetapi, secara perlahan, kekosongan yang ditinggalkan para senior di lapangan tenis diisi oleh hadirnya Iga Swiatek dan Carlos Alcaraz.
Petenis pertama yang mengumumkan pensiun pada tahun ini adalah petenis putri Australia, Ashleigh Barty, pada April. Ini menjadi kejutan karena Barty melakukannya saat berada di puncak dunia dan masih terbilang muda, yaitu ketika berusia 25 tahun.
Barty mengundurkan diri sebagai petenis profesional hanya berselang tiga bulan setelah menjuarai Australia Terbuka, Grand Slam di negaranya sendiri. Itu menjadi gelar ketiga Grand Slam bagi Barty setelah Perancis Terbuka 2019 dan Wimbledon 2021.
Lalu, dengan cara berbeda, Serena dan Federer mengumumkan berpamitan. Mereka memilih turnamen berbeda sebagai panggung terakhir, yaitu turnamen yang memberi kesan mendalam pada karier masing-masing.
Baca juga : Federer Pensiun, Nadal Pun Jadi Favorit Penggemar

Serena memilih Amerika Serikat Terbuka di New York, pada Agustus, yaitu Grand Slam pertama yang dijuarainya, pada 1999. Adapun Federer memberi salam terakhir dalam Piala Laver di London, Inggris. Ajang beregu putra ini adalah salah satu warisan Federer untuk tenis. Dia dan tim manajemennya membuat kejuaraan yang mempertemukan Tim Eropa dan Tim Dunia sejak 2017.
Melalui tulisan yang dimuat dalam majalah mode, Vogue, Serena bercerita tentang kecintaan pada tenis dan alasannya untuk mundur. Dia ingin fokus pada keluarga dan berbagai bisnis yang dirintis semasa aktif bertanding, diantaranya dalam perusahaan ventura.
Serena memulai tur perpisahan dengan tampil di WTA 1000 Montreal, lalu di Cincinnati, dan Grand Slam AS Terbuka. Momen perpisahan ini diwarnai juga dengan tampilnya Serena bersama kakaknya, Venus Williams, dalam ganda putri di AS Terbuka. Setelah tersingkir pada babak pertama dalam duet bersama Venus, “Sang Ratu” akhirnya meninggalkan kompetisi setelah kalah dari Ajla Tomljanovic pada babak ketiga tunggal.
Melalui tenis, yang telah memberinya 23 gelar juara Grand Slam, Serena memberi pengaruh besar pada kehidupan ras kulit hitam. Bersama Venus, mereka mengawali perjalanan dengan berlatih di lapangan tenis publik di Compton, Los Angeles, daerah yang dikenal rawan kriminalitas.
Baca juga : ”Brand Value” Serena Tak Hilang meski Pensiun

Petenis AS Serena Williams melambaikan tangan ke arah penonton yang telah mendukungnya melawan petenis Australia Ajla Tomlijanovic pada laga babak ketiga AS Terbuka di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York, Jumat (2/9/2022) malam atau Sabtu (3/9) pagi WIB. Serena kalah dengan skor 5-7, 7-6 (4), 1-6. Serena memutuskan mundur dari dunia tenis usai kekalahan itu.
Selamat Serena! Terima kasih untuk dedikasi dan hatimu. Beberapa atlet telah menjadi sumber inspirasi banyak orang di dalam dan luar olahraga.
“Selamat Serena! Terima kasih untuk dedikasi dan hatimu. Beberapa atlet telah menjadi sumber inspirasi banyak orang di dalam dan luar olahraga,” ujar mantan Presiden AS Barack Obama.
Belum lagi momen emosional perginya Serena pergi dari ingatan, dunia tenis kehilangan Federer. Penggemar tenis tak lagi bisa melihat keindahan gerakan sang maestro setelah dia bermain ganda bersama rival utama yang juga sahabatnya, Rafael Nadal, dalam Piala Laver. Tangis dua sahabat dan semua yang hadir di stadion pun tak terelakkan.
Perginya Federer, yang disebut-sebut sebagai petenis terbaik yang pernah ada, meninggalkan kehampaan yang begitu besar, tak hanya bagi tenis, melainkan bagi dunia olahraga. Dia memberi pengaruh besar di lapangan dan luar lapangan. Nadal, bahkan, menyebut separuh dari jiwanya hilang bersama dengan kepergian Federer.
Pensiunnya Federer ditambah dengan kesulitan yang dialami Andy Murray untuk kembali ke performa terbaik, “Big Four” tampaknya akan segera mejadi sejarah. “Big Four” adalah julukan bagi Federer, Murray, Nadal, dan Novak Djokovic ketika mereka menguasai persaingan tunggal putra secara bersamanaan, setidaknya selama satu dekade pada 2008-2017.
Baca juga : Warisan Tidak Ternilai dari Serena

Petenis Australia Ashleigh Barty melambaikan tangan ke arah penonton setelah mengalahkan petenis AS Danielle Collins dalam pertandingan final Grand Slam Australia Terbuka di Melbourne, Sabtu (29/1/2022). Barty pensiun dari dunia tenis tiga bulan setelah menjuarai Australia Terbuka 2022.
Nadal memang masih aktif meski dengan deraan cedera membuatnya performanya sulit diprediksi. Dalam kondisi fisik yang tak ideal, dia masih bisa tampil luar biasa ketika memenangi pertandingan 20 kali beruntun yang mengantarkannya menjuarai ATP 250 Melbourne, Grand Slam Australia Terbuka, ATP 500 Acapulco, dan finalis ATP Masters 1000 Indian Wells.
Petenis Spanyol ini menjuarai Australia Terbuka dengan cedera kaki kiri yang tak pulih. Ini merupakan cedera bawaan sejak remaja akibat pertumbuhan tulang yang tak maksimal. Sekitar dua pekan sebelum berangkat ke Australia, pada Desember 2021, Nadal terinfeksi Covid-19 hingga diragukan bisa bersaing di Melbourne Park.
Setelah mendapat hasil negatif tes Covid-19, petenis berusia 36 tahun itu akhirnya menuju Melbourne pada “menit-menit akhir”. Puncak keajaiban terjadi pada final Australia Terbuka ketika mengalahkan Daniil Medvedev setelah kehilangan dua set terlebih dulu. Dia menambah trofi juara Grand Slam dari Perancis Terbuka hingga menjadi tunggal putra dengan gelar Grand Slam terbanyak, yaitu 22. Federasi Tenis Internasional (ITF) memilihnya sebagai petenis tunggal putra terbaik.
Performa Nadal masih konsisten hingga akhirnya harus batal tampil pada semifinal Wimbledon, Juli, melawan Nick Kyrgios. Cedera otot perut membuat Nadal tak bisa tampil optimal pada turnamen-turnamen berikutnya, termasuk dalam kejuaraan Final ATP World Tour di Turin, Italia, 13-20 November. Tersingkir pada fase penyisihan grup, Nadal pun lagi-lagi gagal mewujudkan target meraih gelar pertama dari ajang yang hanya diikuti delapan petenis terbaik itu.
Baca juga : Barty Pensiun dalam Posisi Nomor Satu Dunia

Reaksi petenis Spanyol Rafael Nadal setelah kehilangan poin melawan petenis AS Tommy Paul, dalam pertandingan babak kedua ATP Masters 1000 Paris di Accor Arena, Rabu (2/11/2022) atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Nadal kalah dengan skor 6-3, 7-6 (4), 1-6.
Tahun ini juga diwarnai dengan mundurnya Francisco Roig, salah satu pelatih Nadal. Roig memulai perjalanan baru dengan menjadi pelatih petenis putri AS, Sloane Stephens. Namun, Nadal rupanya belum berniat meninggalkan kompetisi dengan mendatangkan pengganti Roig, yaitu pelatih asal Argentina, Gustavo Marcaccio.
Salah satu yang menjadi motivasinya adalah keberadaaan Djokovic. “Big Four”, yang kemudian menjadi “Big Three” setelah penampilan Murray merosot, lahir menjadi petenis-petenis terbaik karena saling termotivasi oleh prestasi rival mereka.
Pada 2022 misalnya, Djokovic memiliki ambisi besar untuk melampaui Nadal dalam jumlah gelar Grand Slam. Namun, pilihan untuk tak pernah menerima vaksin Covid-19 membuat perjalanan Djokovic terhambat. Petenis Serbia ini dilarang masuk Australia dan Amerika Utara karena vaksin tersebut menjadi syarat untuk kedatangan internasional.
Momen pahit ini bisa memicu lahirnya motivasi baru bagi Djokovic pada 2023, apalagi setelah Pemerintah Australia mencabut peraturan vaksin. Sebagai petenis dengan kondisi paling fit di antara “Big Three” yang masih tersisa, Djokovic bisa melampaui pencapaian Nadal.
Baca juga : "Lubang" Karier Bintang Besar

Petenis Serbia Novak Djokovic (kanan) dan petenis Norwegia Casper Ruud berpose dengan trofi yang mereka raih usai laga final turnamen Final ATP di Turin Italia, Minggu (20/11/2022). Djokovic menjadi juara setelah menang dengan skor 7-5, 6-3.
Generasi Baru
Kepergian Barty, Serena, dan Federer menjadi momen besar tenis dunia pada 2022. Lubang yang ditinggalkan mungkin saja tak dapat ditutup oleh petenis lain. Meski demikian, pamor tenis setidaknya tak akan menurun terlalu drastis dengan masih aktifnya Nadal dan Djokovic. Keduanya selalu menjadi daya tarik turnamen.
Tak hanya di antara mereka, persaingan dengan generasi penerus akan menambah daya tarik itu. Berkaca dari momen sepanjang 2022, Carlos Alcaraz dan Iga Swiatek, menjadi sosok yang sedikitnya bisa menambal lubang dengan pensiunnya para legenda.
Pada usia 19 tahun, Alcaraz meraih gelar pertama dari ajang Grand Slam, yaitu dari AS Terbuka, dan menjadi petenis nomor satu dunia termuda sejak sistem ranking komputerisasi diperkenalkan pada 1973. Dengan status ini, yang didapat berkat lima gelar juara, Alcaraz mendapat penghargaan petenis paling berkembang pada 2022 dari ATP.
Baca juga : Awal Baik Ons Jabeur Menuju Musim 2023
Swiatek tampil lebih dominan, tak lama setelah Barty mengundurkan diri. Petenis Polandia berusia 21 tahun itu meraih delapan gelar juara, termasuk Grand Slam Perancis dan AS Terbuka. Dia pun dinobatkan menjadi tunggal putri terbaik oleh ITF dan WTA.
Hampir tak ada petenis yang bisa konsisten memberi perlawanan ketat pada Swiatek. Akan tetapi, dunia tenis bisa berharap akan terciptanya sejarah pada tahun mendatang jika petenis Tunisia, Ons Jabeur, bisa memperbaiki kekurangan ketika kalah dari Elena Rybakina pada final Wimbledon dan dari Swiatek di final AS Terbuka. Seandainya Jabeur bisa melepas tekanan saat tampil di final, tak ada kata terlambat baginya untuk menjadi petenis bangsa Arab pertama yang menjuarai Grand Slam.