Peralihan ”Gugusan Bintang Terang” di Piala Dunia Qatar
Era para bintang senja, seperti Messi, Ronaldo, dan Modric, telah berakhir di Piala Dunia. Turnamen di Qatar menjadi perpisahan bagi para calon legenda sekaligus menyambut lahirnya calon bintang baru, seperti Musiala.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
LUSAIL, MINGGU — Piala Dunia Qatar 2022 telah rampung setelah berlangsung 28 hari. Ajang yang dipenuhi berbagai momen manis dan pahit itu hanya menyisakan satu kepastian, yaitu perpisahan. Beberapa pemain bintang yang ikonik harus berpisah selamanya dari gelaran Piala Dunia karena sudah kehabisan waktu.
Lionel Messi (35), penyerang sekaligus kapten Argentina, adalah salah satunya. Pemain yang dijuluki greatest of all time itu tidak akan kembali setelah tampil di lima edisi Piala Dunia. Final Argentina versus Perancis di Stadion Lusail, Lusail, Minggu (18/12/2022) malam WIB, menjadi laga pamungkasnya.
Kata Messi, laga tersebut tetap menjadi yang terakhir, apa pun hasil di partai puncak. Dia merasa beban yang dipikul untuk bermain di Piala Dunia terlalu berat, apalagi empat tahun lagi pemain berjuluk ”Si Kutu” itu sudah berusia 39 tahun.
Messi akan menjadi kehilangan terbesar bagi publik Argentina maupun pencinta sepak bola dunia. Sulit mencari penggantinya. Dia adalah sosok pesepak bola paling dicintai saat ini. Bukti nyatanya, jersei Argentina dengan nama Messi habis terjual di seluruh dunia sebelum final itu digelar.
Arsene Wenger, mantan pelatih ternama asal Perancis, menyebut, belum ada pemain lainnya yang mencapai level sensasional Messi. ”Ia adalah pemimpin orkestra dalam tim Argentina. Musik akan dimulai ketika dia memegang bola. Dia juga seperti penjinak pemain bertahan lawan,” katanya.
Messi telah meraih segudang prestasi di Qatar. Dia menjadi pemain dengan penampilan terbanyak di Piala Dunia melewati catatan milik legenda hidup Jerman Lothar Matthaus (25 laga). Dia juga sukses menjadi pencetak gol terbanyak Argentina, melampaui catatan Gabriel Batistusta (10 gol).
Selain itu, Qatar juga menjadi panggung terakhir gelandang veteran Kroasia, Luka Modric. Dia tidak akan tampil lagi pada empat tahun mendatang. Kemenangan Kroasia, 2-1, di laga perebutan peringkat ketiga, Sabtu, menjadi laga terakhir pemain putra terbaik dunia 2018 versi Ballon d’Or itu.
Dia (Musiala) bisa menjadi Messi masa depan. Saya menyukai penampilannya dua musim terakhir (di Bayern Muenchen). Dia pintar, punya umpan hebat, dan yang terpenting mencintai sepak bola. Saya seperti melihat Messi pada usia 17 tahun. (Lothar Matthaus)
Modric menciptakan rentetan prestasi terbaik untuk Kroasia. Sebagai negara kecil berpenduduk 3,8 juta jiwa, Kroasia hanya pernah mencapai peringkat ketiga pada Piala Dunia Perancis 1998. Lalu, bersama Modric, mereka juga menjadi runner-up dan peringkat ketiga dalam dua edisi beruntun.
Modric, yang akan berusia 41 tahun di edisi selanjutnya, merasa pencapaian tersebut sudah cukup. ”Dengan medali ini, kami sudah bisa mengonfirmasi Kroasia memegang peranan penting dalam sepak bola dunia. Kami meninggalkan Qatar sebagai pemenang,” ucapnya.
Namun, Pelatih Kroasia Zlatko Dalic masih sulit melepasnya. Modric sudah berusia 37 tahun, tetapi dia selalu bermain seperti pemain berusia 25 tahun ketika bermain. Hal itulah yang membuat Dalic berharap sang kapten tim tetap akan tampil hingga Piala Eropa 2024.
”Saya pikir, ini adalah akhir generasi dari pemain tua kami di Piala Dunia. Modric adalah bagian terpenting tim ini. Tetapi, kami tidak terlalu khawatir karena kepergian pemain veteran akan diisi para pemain muda. Kami ingin menatap masa depan,” tutur Dalic.
Adapun akhir era yang pahit juga harus diterima Luis Suarez (Uruguay) dan Cristiano Ronaldo (Portugal). Mereka menyudahi kisah di Piala Dunia tanpa pernah meraih medali. Adapun bintang Belgia, Eden Hazard, telah memutuskan pensiun dari timnas pada usia 31 tahun akibat rentetan kegagalan di turnamen besar.
Calon penerus
Sirnanya sinar para bintang senja yang menghiasi jagat sepak bola dalam satu setengah dekade terakhir itu akan meninggalkan lubang di Piala Dunia edisi selanjutnya. Meskipun begitu, beberapa wajah debutan di Qatar sudah siap mengambil alih panggung itu, laiknya hukum alam: sirnanya bintang besar akan melahirkan bintang-bintang baru.
Gelandang berbakat Jerman, Jamal Musiala (19), menjadi sosok pemain muda paling disorot. Meskipun timnya gugur di fase grup, dia tetap kebanjiran pujian berkat aksi individu memukau. Mantan pemain timnas Jerman, Lothar Matthaus, sampai menyebutnya sebagai penerus Messi.
”Dia bisa menjadi Messi masa depan. Saya menyukai penampilannya dua musim terakhir (di Bayern Muenchen). Dia pintar, punya umpan hebat, dan yang terpenting mencintai sepak bola. Saya seperti melihat Messi pada usia 17 tahun,” ujar Matthaus.
Kelebihan terbesar Musiala terlihat saat dirinya mendribel bola. Dengan kaki jenjang, dia mudah melewati kepungan pemain lawan. Terbukti, Musiala mencatat 19 kali dribel sukses hanya dalam 259 menit bermain. Dia melampaui Messi yang mencatatkan 15 kali dribel sukses dalam 570 menit.
Gelandang Inggris, Jude Bellingham (19), tidak kalah menawan dalam debutnya di Qatar. Remaja yang menyumbang 1 gol dan 1 asis itu selalu dipercaya tampil sejak menit awal dalam lima laga oleh pelatih Gareth Southgate. Penampilan memukaunya langsung menarik perhatian klub Eropa, seperti Liverpool.
Southgate tidak percaya Bellingham bisa mencapai kedewasaan penampilan itu dengan usia yang masih remaja. ”Level permainannya melonjak sangat cepat. Dia sudah menjadi pemain berbeda dibandingkan lima bulan lalu sebelum Piala Dunia. Masa depan Inggris ada di tangan yang tepat bersama pemain sepertinya,” ujarnya.
Bellingham menjadi jembatan penyambung serangan Inggris sekaligus penghacur serangan lawan di lini tengah. Dia seperti menggabungkan dua kemampuan gelandang legendaris, Steven Gerrard dalam jiwa petarung dan keunggulan fisik, serta Andres Iniesta dalam kreativitas dan teknik olah bola.
Meskipun Inggris terhenti di perempat final, Bellingham berhasil menempati peringkat ketiga sebagai pemain dengan tekel terbanyak (16 kali). Jumlah tekelnya sama dengan pemain Maroko, Sofyan Amrabat, yang digadang-gadang sebagai gelandang paling agresif di Qatar. Adapun Bellingham bermain 245 menit lebih sedikit dibandingkan Amrabat.
Selain Bellingham dan Musiala, tim yang kehilangan ikon, seperti Messi dan Ronaldo, juga punya calon pengganti. Argentina punya Julian Alvarez (22), sementara Portugal memiliki Goncalo Ramos (21).
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitu juga dengan era, selalu ada akhirnya. Pemain legendaris selalu hadir di setiap era Piala Dunia, dari Pele, Maradona, hingga Miroslav Klose. Dulu, mungkin tidak ada orang yang percaya ada sosok yang dapat menggantikan Maradona, sampai akhirnya lahir seorang Messi. (AP/REUTERS)