Janji ”Singa Atlas” Maroko dan ”Lidah Api” Kroasia Terus Menjadi Inspirasi
Walau tidak menjadi yang terbaik di Piala Dunia 2022, baik Maroko maupun Kroasia telah menjejakkan awal cerah untuk sepak bola negaranya. Mereka pun percaya bisa melangkah lebih jauh pada ajang dunia berikutnya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Maroko dan Kroasia berlaga dalam perebutan tempat ketiga Piala Dunia Qatar 2020, Sabtu (17/12/2022). Semuanya tidak segemerlap partai final. Namun, jejak mereka tetap menjadi inspirasi dunia.
Kiprah gahar Maroko dalam Piala Dunia Qatar 2022 seperti julukannya, ”Singa Atlas”. Meski hanya menjadi terbaik keempat, Maroko membuka jalan bagi semua tim tidak diunggulkan, khususnya Afrika, untuk berani bermimpi.
”Kami melangkah lebih jauh dari yang diprediksi. Saya harap semua orang Afrika belajar dari pengalaman ini. Kami memiliki masa depan cerah dan akan terus bergerak maju. Tentu, kami punya tujuan memenangkan Piala Dunia suatu hari nanti. Mudah-mudahan, ada lebih banyak tim Afrika yang mengikut dan bersaing dengan tim-tim top dunia,” ujar Pelatih Maroko Walid Regragui sehabis laga perebutan tempat ketiga.
Perjalanan Maroko dianggap sebagai dongeng di Piala Dunia 2022. Setelah gagal lolos pada Piala Dunia 2018, tim Afrika Utara itu justru memuncaki Grup F. Tim kuat Belgia, Spanyol, dan Portugal disingkirkan. Hanya juara bertahan Perancis dan runner-up edisi sebelumnya, Kroasia, yang bisa menjinakkan Maroko.
”Ada yang yang sangat berharga ketimbang kemenangan, menjaga mimpi anak-anak Maroko maupun Afrika menjadi pesepak bola dan pergi ke Piala Dunia. Kami meninggalkan standar tinggi untuk masa depan negara dan benua kami,” ungkap Regragui.
Dengan alasan itu juga Regragui percaya masa depan bagi Maroko bakal cerah. Dia yakin bakal ada wakil Afrika lainnya yang memenangkan Piala Dunia 15-20 tahun ke depan.
Pernyataan itu bukan tanpa alasan. Di tahun 2026, jumlah peserta Piala Dunia akan bertambah. Dari awalnya hanya 32 tim menjadi 48 tim. Zona Afrika akan mendapatkan tambahan jatah peserta, dari lima menjadi sembilan tim.
”Dengan sembilan peserta, kami akan mendapatkan banyak pelajaran. Untuk itu, kami perlu membangun DNA juara itu dari sekarang dengan kerja keras dan motivasi kuat,” kata Regragui.
Sebagai tahap awal, Regragui mendesak para pemainnya untuk menjuarai Piala Afrika Pantai Gading 2023 pada Januari. ”Saya berkata kepada para pemain di ruang ganti, jika kalian ingin mencatat sejarah di pentas dunia, harus memulainya dengan memenangkan Piala Afrika. Kita harus mendominasi benua kita lebih dahulu,” tegas pelatih berusia 47 tahun tersebut.
Sejauh ini, sejak Piala Afrika pertama kali dimulai dari Sudan 1957, Maroko baru sekali juara saat digelar di Etiopia 1976. Selanjutnya, prestasi terbaik mereka juara dua Piala Afrika Tunisia 2004, peringkat ketiga Piala Afrika Nigeria 1980, dan urutan keempat Piala Afrika Mesir 1986 serta Piala Afrika Maroko 1988.
Keinginan itu seharusnya bukan hal sulit bila kerangka tim saat ini masih bertahan. Maroko bersama kiper Yassine Bounou, bek sayap kanan Achraf Hakimi, gelandang Sofyan Amrabat, pemain sayap Hakim Ziyech, dan penyerang Youssef En Nesyri tengah percaya diri. Mereka sangat optimis dapat menghadapi siapa saja.
Kini, pekerjaan rumah Regragui tinggal menjaga momentum dan kekompakan para pemain. ”Kami telah melakukan pencapaian fantastis di Piala Dunia dan mendapatkan banyak pengalaman dalam waktu singkat,” tutur Regragui.
Kroasia juga masih jauh dari kata menyerah. Meski tidak seindah Rusia, peringkat ketiga Piala Dunia 2022 jelas membanggakan. Konsistensi Kroasia teruji dan menjadi modal kuat untuk regenerasi.
”Medali perunggu sangat penting bagi tim, saya, dan negara. Kami menegaskan Kroasia memainkan peran penting dalam sepak bola dunia. Kroasia bukan keajaiban yang muncul setiap 20 tahun. Kami konsisten dan tidak bisa dilihat sebagai kuda hitam, tetapi salah satu kekuatan sepak bola dunia,” ujar kapten sekaligus gelandang Kroasia, Luka Modric.
Tahun ini, era generasi Modric mungkin sudah berada di pengujung karier. Modric berusia 37 tahun, gelandang serang Ivan Perisic 33 tahun, bek Dejan Lovren 33 tahun, penyerang Andrej Kramaric 31 tahun, dan gelandang Marcelo Brozovic 30 tahun.
Namun, beberapa pemain muda potensial telah mengorbit dan siap melanjutkan tongkat estafet. Gelandang Lovro Majer (24) mampu melapisi Modric, Brozovic, dan Mateo Kovacic (28). Kiper Dominik Livakovic (27) juga tidak kalah perkasa. Dia kunci Kroasia lolos dari dua kali adu penalti.
Juga jangan lupakan Josko Gvardiol. Palang pintu RB Leipzig itu masih berusia 20 tahun. Di Piala Dunia 2022, hanya Lionel Messi yang bisa mengelabui pemain yang mencetak satu dari dua gol kemenangan Kroasia atas Maroko. Kemenangan itu membuat Kroasia berhak atas hadiah 27 juta dollar AS atau sekitar Rp 420 miliar.
Tidak heran bila Gvardiol lantas diisukan mendapat penghargaan pemain muda terbaik di turnamen itu. Namun, ia menyebut tidak terlalu peduli dengan isu itu.
”Saya tidak tertarik dengan penghargaan pemain muda terbaik tersebut. Yang saya pedulikan adalah medali perunggu dan memenuhi impian saya berprestasi untuk Kroasia,” kata Gvardiol yang selalu menggunakan masker pelindung wajah saat tampil di Qatar.
Pelatih Zlatko Dalic mengatakan, waktu terus berjalan untuk para pemain senior. Namun, dengan pondasi pemain muda, Dalic yakin Kroasia bisa membuka lembaran prestasi yang lebih baik pada ajang Eropa dan dunia berikutnya.
”Kami punya pemain muda yang sangat bagus. Mereka harapan cerah untuk masa depan. Kroasia tidak perlu takut dengan generasi ini (yang baru),” tutur Dalic yang bersiap memimpin timnya menuju putaran final Liga Nasional 2022/23 dan kualifikasi Piala Eropa Jerman 2024. (AP/AFP/REUTERS)