Makna laga perebutan peringkat ketiga tetap besar di mata Maroko dan Kroasia. Kedua tim mengejar warisan penting bagi sejarah sepak bola mereka.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Maroko berpeluang menjadi tim Afrika pertama berkalung medali perunggu Piala Dunia.
Maroko bertekad menjadi tim ketujuh yang tak kebobolan pada lima laga dalam satu edisi Piala Dunia.
Kroasia belum pernah kemasukan pada tiga laga menghadapi wakil Afrika di Piala Dunia.
DOHA, KOMPAS — Maroko dan Kroasia akan mengejar legasi masing-masing pada laga perebutan juara ketiga, Sabtu (17/12/2022) pukul 22.00 WIB, di Stadion Internasional Khalifa, Doha. Jika Maroko berambisi menjadi tim Afrika pertama berkalung medali perunggu Piala Dunia, Kroasia ingin memberikan perpisahan manis bagi sang kapten, Luka Modric.
Namun, setelah kalah di laga semifinal, kedua tim menghadapi kendala yang membuat mereka sulit tampil optimal. Kelelahan mental dan cedera pemain menjadi masalah yang harus diatasi dua pelatih.
Kekalahan dari Perancis di semifinal memberikan pukulan telak bertubi-tubi bagi skuad Maroko. Tim berjuluk ”Singa Atlas” itu terbukti gagal memugar kembali kondisi mental setelah kemasukan lebih dulu oleh Perancis. Mereka juga berpeluang kehilangan dua pemain utama, yakni kapten dan bek tengah, Romain Saiss, dan bek sayap kiri, Noussair Mazraoui, yang menderita cedera.
Pelatih Maroko Walid Regragui dalam konferensi pers jelang laga, di Doha, Qatar, Jumat (16/12), menuturkan, kendala utama yang menghampiri timnya jelang duel perebutan tempat ketiga adalah kelelahan mental. Hal itu disebabkan kekalahan dari Perancis yang membuat mayoritas pemain sedih dan kecewa.
Meski demikian, Regragui yakin skuadnya akan melupakan kekalahan itu ketika memasuki lapangan di hari pertandingan, Sabtu ini. Mantan pelatih Wydad AC itu meyakini semua pemain Maroko akan mengeluarkan semangat dan daya juang tersisa mereka untuk menciptakan sejarah lainnya bagi tim Afrika, yaitu meraih medali perunggu di Qatar 2022.
”Kami memahami banyak kendala yang hadir setelah kekalahan kemarin, tetapi saya yakin semua pemain paham pentingnya laga melawan Kroasia. Setelah gagal menembus final, target kami ialah mengakhiri kompetisi dengan posisi setinggi mungkin yang bisa kami capai,” ujar Regragui.
Juru taktik kelahiran Corbeil-Essonnes, Perancis, itu mengungkapkan, timnya akan menampilkan permainan berbeda ketimbang duel pertama dengan Kroasia di laga pembuka fase grup yang berakhir imbang, 0-0.
Pada laga melawan Perancis, Maroko menderita kekalahan, tetapi mereka tampil sebagai tim menyerang. Singa Atlas mencatat 62 persen penguasaan bola. Angka itu jauh melebihi rerata penguasaan bola mereka pada lima laga sebelumnya, yakni 33 persen.
Selain itu, Regragui juga berencana merotasi sejumlah pemain untuk memberikan kesempatan kepada pemain yang jarang atau belum tampil di enam laga sebelumnya. Ia yakin keputusan itu tidak akan menurunkan kualitas Maroko.
”Siapa pun pemain yang tampil, mereka tahu apa yang harus dilakukan dan tampil dengan maksimal. Saya optimistis laga kedua kami dengan Kroasia akan menghadirkan pertandingan yang menyenangkan untuk disaksikan,” kata Regragui, yang telah merasakan menjadi juara di dua liga Timur Tengah, yaitu Liga Maroko dan Liga Qatar.
Selain berpeluang menjadi tim Afrika pertama yang menempati posisi ketiga Piala Dunia, Maroko juga bisa mengemas catatan bersejarah lain. Singa Atlas berpeluang menjadi tim ketujuh yang tak kebobolan pada lima laga dalam satu edisi Piala Dunia.
Enam tim terdahulu yang mengemas rekor itu ialah Belanda (1974), Italia (1990), Perancis (1980), Jerman (2002), Italia (2006), dan Spanyol (2010).
Demi Modric
Bagi Kroasia, mereka ingin memberi kado indah bagi Luka Modric, yang akan menjalani laga terakhir di Piala Dunia. Modric akan menjalani pertandingan ke-19 di pesta sepak bola terakbar itu, yang menegaskan dirinya sebagai pemain Kroasia dengan penampilan terbanyak di Piala Dunia.
”Kami akan berusaha memberikan kesan positif bagi pertandingan terakhir Luka di Piala Dunia. Apakah ia akan tampil di (Piala Eropa) 2024? Tunggu saja keputusannya,” ucap Pelatih Kroasia Zlatko Dalic.
Pada laga semifinal melawan Argentina, Modric ditarik keluar pada menit ke-81 untuk digantikan Lovro Majer. Sebanyak 88.966 penonton yang memadati Stadion Lusail memberikan tepuk tangan saat pemain Real Madrid itu meninggalkan lapangan.
Dalic mengungkapkan, timnya juga menghadapi masalah cedera sejumlah pemain, misalnya Marcelo Brozovic dan Mario Pasalic, yang cedera di laga semifinal. Selain itu, mayoritas pemainnya mulai mengalami kelelahan setelah menjalani laga padat yang menguras fisik dan mental.
Siapa pun pemain yang tampil, mereka tahu apa yang harus dilakukan dan tampil dengan maksimal.
Di tengah kondisi tidak ideal itu, timnya tetap berusaha bermain dengan performa maksimal. Menurut Dalic, predikat peringkat ketiga adalah capaian yang pantas dibawa pulang untuk membahagikan para pendukung Kroasia. Sebelumnya, Kroasia pernah meraih medali perunggu di Piala Dunia 1998.
”Peringkat ketiga adalah capaian besar bagi negara kecil seperti Kroasia. Kami akan berjuang keras untuk pulang dengan mengalungkan medali perunggu,” kata Dalic.
Hal serupa juga disampaikan gelandang Kroasia, Mateo Kovacic. Menurut dia, memenangi laga melawan Maroko akan menjadi pelipur lara yang mujarab untuk melupakan kekalahan dari Argentina.
”Kami tentu amat ingin kembali bermain di final, tetapi sayangnya itu tidak terjadi. Kami sangat fokus mempersiapkan diri untuk meraih hasil positif pada laga ketujuh kami di Piala Dunia ini,” tutur Kovacic.
”Vatreni”, julukan Kroasia, memiliki modal berharga untuk menjadi tim kedua yang menumbangkan Maroko di Qatar. Mereka belum pernah kemasukan pada tiga laga menghadapi wakil Afrika di Piala Dunia.
Menurut Opta, catatan itu hadir ketika menang 4-0 atas Kamerun di Brasil 2014, unggul 2-0 atas Nigeria di Rusia 2018, serta bermain imbang tanpa gol menghadapi Maroko di penyisihan Qatar 2022.
Selain itu, Kroasia juga bertekad menambah panjang dominasi duta Eropa di laga perebutan tempat ketiga Piala Dunia. Dalam 10 laga terakhir atau sejak edisi Spanyol 1982, medali perunggu selalu diraih tim Eropa.