“Si Profesor” Scaloni di Balik Kecemerlangan Messi
Ketika Messi tampil optimal, dewa sepak bola seperti tersenyum kepada skuad Argentina. Scaloni berhasil meracik formula agar magis Messi selalu terpancar.
LUSAIL, RABU – Status pelatih Argentina Lionel Scaloni dengan kapten tim Lionel Messi bertolak belakang. Scaloni hanyalah pelatih debutan di Piala Dunia, saat Messi mengikuti turnamen untuk kelima kali. Namun, perpaduan yang kontradiktif itu justru menghasilkan penampilan terbaik Argentina sejak juara dunia pada 1986.
Lewat kejeniusan Scaloni di papan strategi dan kecemerlangan Messi di lapangan, Argentina akan tampil keenam kalinya di final Piala Dunia. Mereka meraih tiket pertama partai puncak setelah menang atas Kroasia 3-0 dalam semifinal di Stadion Lusail, Rabu (14/12/2022) dini hari WIB.
Puja-puji datang dari koran Argentina. Salah satunya surat kabar Clarin yang menampilkan tajuk “Argentina akan Meraih Kejayaan Abadi”. Di bawahnya tertulis, Argentina merayakan alkimia sempurna yang diciptakan di laboratorium Scaloni dengan keajaiban Messi.
Kroasia, finalis edisi sebelumnya, tidak bisa berbuat banyak selain mengagumi kesempurnaan penampilan Messi dan rekan-rekan. Mereka baru kemasukan 3 gol dalam 5 laga sebelum semifinal. Lalu, tim yang dikenal dengan pertahanan kokoh itu kemasukan jumlah gol sama hanya dalam 90 menit.
“Argentina punya tim hebat. Strategi mereka menarik dengan menurunkan empat gelandang. Kami terpaksa bermain lebih agresif. Namun, pembedanya adalah Messi. Satu gerakannya bisa membuat perbedaan. Dia menunjukkan kualitas pemain terbaik di dunia,” kata pelatih Kroasia Zlatko Dalic.
Messi lagi-lagi terpilih untuk keempat kali, dari total enam laga, sebagai pemain terbaik pertandingan lewat sumbangan satu gol dan asis. Dia mencetak gol pembuka lewat penalti. Lalu, memberikan asis ke gol terakhir tim “Tango” yang dicetak penyerang Julian Alvarez.
“Si Kutu”, julukan Messi, menari-nari di tengah kebingungan pertahanan Kroasia. Di gol terakhir, dia bahkan mempermainkan bek muda Josko Gvardiol yang disebut pemain bertahan terbaik sepanjang turnamen. Gvardiol hanya berkedip, lalu Messi yang 15 tahun lebih tua sudah melewatinya.
Di usia 35 tahun, Messi justru menjalani Piala Dunia terbaiknya sepanjang karier. Sang penyerang Paris Saint-Germain menjadi pencetak gol terbanyak (5) dan asis terbanyak (3). Tidak ada yang bisa menghentikan ambisinya untuk meraih juara dunia pertama bersama Argentina.
Baca juga : Pesta Bola Qatar
Kami sudah tahu apa yang harus dilakukan dalam setiap detik di laga ini. Kami tahu Kroasia akan dominan menguasai bola, tetapi kami juga mengetahui kelebihan kami.
Namun, di tengah puja-puji pesona performa individu, Messi menilai kemenangan itu berkat kerja keras tim. Terutama pendekatan strategi Scaloni di semifinal. Sang pelatih berhasil menyulap kelebihan lawan menjadi kelemahan terbesar.
“Kami sudah tahu apa yang harus dilakukan dalam setiap detik di laga ini. Kami tahu Kroasia akan dominan menguasai bola, tetapi kami juga mengetahui kelebihan kami. Ketika mereka kehilangan bola, akan ada lubang besar yang bisa kami manfaatkan,” kata Messi.
Argentina yang biasa menciptakan peluang lewat penguasaan bola dominan, bermain lebih pasif. Kroasia dengan trio gelandang terbaik, Luka Modric, Mateo Kovacic, dan Marcelo Brozovic, dibiarkan mengambil alih lapangan tengah.
Modric dan rekan-rekan menguasai permainan hingga 60,9 persen. Dalic mencoba gaya permainan sama seperti saat menumbangkan Brasil di perempat final. Prinsipnya, tim lawan akan semakin tidak berbahaya jika gagal menguasai bola.
Baca juga : Kroasia Teperdaya Ilusi, Argentina Mendekati Mimpi
Namun, yang membuat berbeda, Scaloni menurunkan empat gelandang sekaligus dalam formasi 4-4-2. Mereka adalah Alexis Mac Allister, Enzo Fernandez, Leandro Paredes, dan Rodrigo De Paul. Kuartet itu membentuk formasi berlian di lini tengah, menjadikan serangan Argentina lebih tajam.
Strategi Scaloni untuk mengandalkan transisi serangan balik kilat pun berbuah manis. Dua gol pertama Argentina dalam rentang lima menit, ke-34 dan ke-39, diawali dari serangan balik. Kroasia tidak mampu membendung karena terlalu banyak gelandang yang bisa memberi umpan jauh.
Menurut Messi, skuad Argentina kali ini sangat cerdas berkat pemahaman strategi sang pelatih. Mereka dibekali taktik detail untuk melawan tim yang punya gaya berbeda. ”Scaloni selalu total dalam urusan sepak bola. Dia mencintai permainan ini. Dia juga pantas mendapatkan semua ini,” tuturnya.
Fleksibilitas Scaloni
Bagi Scaloni, turnamen ini sudah seperti laboratorium pribadinya. Dia terus bereksperimen sejak kalah di laga pembuka dari Arab Saudi. Sejak itu, sang pelatih selalu punya pendekatan taktik dan daftar skuad mula yang berbeda-beda. Semua tergantung ketersidaan pemain dan strategi lawan.
Saat melawan Kroasia. Scaloni menurunkan empat gelandang tengah sekaligus untuk pertama kali. Tidak ada pemain bertipe penyerang sayap. Serangan dari kedua sayap difokuskan dari bek sayap. Hal itu dilakukan untuk mengimbangi kekuatan trio gelandang Kroasia.
Baca juga : Suka Cita di Buenos Aires
Formasi berbeda total ditampilkan di perempat final, versus Belanda. Scaloni untuk pertama kali memainkan formasi 3-5-2 sejak awal laga. Dia mencontek taktik pelatih lawan Louis van Gaal dengan formasi tiga bek. Scaloni bertujuan meredam tiga penyerang Belanda yang tampil dalam formasi 3-4-1-2. Dia juga ingin mematikan bek sayap lawan yang sangat aktif saat menyerang.
Scaloni, pelatih termuda di Qatar (44), juga pernah memainkan formasi 4-3-3 ketika laga terakhir fase grup versus Polandia. Ketika itu, mereka menunjukkan penampilan paling ofensif di sepanjang turnamen. Formasi itu tidak pernah dipakai lagi karena penyerang sayap Angel Di Maria cedera.
Pemain dalam formasi tersebut pun berganti-ganti, kecuali Messi. Scaloni sempat mencoba gelandang serba bisa Alejandro Papu Gomez dan penyerang Lautaro Martinez sebagai pemain mula pada laga pembuka, sebelum diganti karena permainan tim berjuluk “Albiceleste” itu tidak berkembang.
Berkat eksperimen terus-terusan, Argentina telah menemukan kameo terbaik pendukung Messi. Ada empat pemain yang wajib mendampingi sang kapten, yaitu De Paul, Mac Allister, Fernandez, dan Alvarez. Adapun hanya De Paul yang sudah bermain terus sejak laga pertama. Sisanya hasil eksperimen di laga kedua dan ketiga.
Baca juga : Duel Dua Maestro Berkaki Emas, Lionel Messi-Luka Modric
Mac Allister dan Fernandez menambah kreativitas di lini tengah. Mereka menjadi jembatan untuk ke lini serang. Berkat mereka, Messi tidak perlu lagi terlalu sering mundur menjemput bola. Messi bisa lebih fokus mengatur serangan di sepertiga akhir lawan.
Sementara itu, sejak Fernadez dimainkan reguler pada laga terakhir grup, De Paul lebih beroperasi di sisi kanan. Dia sangat nyaman di posisi itu karena bisa lebih banyak membantu serangan. Adapun dia menempati sisi halfspace kanan, area vertikal antara tengah dan sisi lapangan, untuk menyokong Messi.
Alvarez yang sudah mencetak 4 gol, menjadi salah satu pemain paling krusial. Penyerang 22 tahun itu bertugas menghantui garis pertahanan akhir lawan. Dengan sprint cepat, dia bisa memanfaatkan gravitasi lawan yang terpusat kepada Messi. Seperti ketika mencetak 2 gol ke gawang Kroasia.
Menurut Scaloni, dirinya adalah pelatih paling diberkahi di muka bumi karena memiliki pemain seperti Messi. Bersama peraih tujuh kali gelar Ballon d’Or itu, segalanya terasa lebih mudah. Dia tinggal menciptakan ekosistem yang bisa memaksimalkan potensi sang megabintang.
Baca juga : Ibrahimovic Jagokan Messi dan Argentina, Ronaldo Pilih Perancis
“Saya pikir tidak perlu diragukan lagi Messi adalah yang terbaik sepanjang sejarah. Mungkin Anda berpikir saya mengatakannya sebagai orang Argentina. Tetapi tidak. Setiap dia bermain, dia menciptakan sesuatu. Sebuah keistimewaan dia mengenakan serangan biru muda dan putih,” ujar Scaloni.
Scaloni sempat menenangkan asisten pelatih Pablo Aimar yang menangis akibat keindahan gol Messi pada fase grup. Namun, kali ini, dia yang tidak mampu menahan tangis setelah dipeluk Messi seusai peluit panjang.
Asisten pelatih Argentina di Rusia 2018 itu emosional. Dia tidak percaya hanya butuh satu pertandingan lagi untuk menebus mimpi seluruh rakyat Argentina. Sebelumnya, Scaloni sempat diragukan karena tidak punya pengalaman melatih tim senior.
Messi menyampaikan, final nanti akan menjadi akhir perjalanan panjangnya selama 16 tahun di Piala Dunia. “Saya sangat bahagia bisa mengakhiri perjalanan di final. Semua yang saya jalani di Piala Dunia sangat emosional, melihat betapa besarnya itu dinikmati warga Argentina. Untuk mengakhirinya seperti saat ini adalah cara yang brilian,” pungkasnya. (AP/REUTERS)