Modric dan Generasi Kroasia di Ambang Ketidakpastian
Kroasia memasuki era ketidakpastian setelah Luka Modric menyelesaikan laga di Piala Dunia terakhirnya. Hingga saat ini, belum ada sosok yang dinilai mampu menyamai visi dan kualitas kepemimpinannya
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Kekalahan dari Argentina pada semifinal Piala Dunia Qatar yang berlangsung di Stadion Lusail Iconic, Rabu (14/12/2022) dini hari WIB, terasa menyesakkan bagi Luka Modric, bintang Kroasia. Qatar 2022 kemungkinan besar menjadi Piala Dunia terakhir baginya. Secara bersamaan, muncul tanda tanya bagi keberlanjutan kiprah generasi ”emas” Kroasia.
Ketika asisten wasit di tepi lapangan mengangkat papan bertuliskan nomor 10, Modric berlari kecil sembari mengangkat kausnya ke atas hingga menutupi wajah. Ribuan pendukung Kroasia yang tengah duduk lalu segera bangkit dan menghujani tepuk tangan. Pemandangan tersebut bisa jadi momen terakhir salah satu pemain terbaik Kroasia itu berada di arena Piala Dunia.
Pelatih Kroasia Zlatko Dalic mengganti Modrid pada menit ke-81. Saat itu, Kroasia sudah tertinggal 0-3 dari Argentina. Modric tampak muram saat digantikan Lovro Majer. Ia kecewa tidak bisa banyak membantu timnya mengatasi Argentina di laga yang kemungkinan menjadi perpisahannya di Piala Dunia.
Laga itu merupakan ulangan penyisihan grup Piala Dunia Rusia 2018. Saat itu, Modric memimpin Kroasia melumat Argentina, 3-0. Piala Dunia saat itu bisa jadi adalah yang paling dikenang Modric sepanjang hayatnya. Ia membawa Kroasia melaju hingga final, kendati kalah 2-4 dari Perancis. ”Kami hanya ingin berada di final lagi. Tapi, sayangnya tidak,” kata Modric.
Semifinal tahun ini adalah yang kedua bagi Kroasia secara beruntun. Maka, di usia yang menginjak 37 tahun, Modric berharap Kroasia kembali tampil di final dan menjuarai Piala Dunia sebagai hadiah penutup kariernya di timnas.
Walaupun gagal kembali ke final, Kroasia setidaknya bisa membuktikan kepada dunia bahwa negara kecil berpenduduk kurang dari 4 juta jiwa itu tidak bisa dipandang sebelah mata dalam sepak bola.
Berulang kali Kroasia mampu menundukkan negara-negara besar yang punya tradisi kuat di Piala Dunia, salah satunya Brasil. Pada perempat final, Kroasia tidak difavoritkan ketimbang Brasil yang sedang berada dalam performa menanjak dengan skuad mewahnya.
Mungkin, ini adalah akhir dari generasi Piala Dunia bagi beberapa dari mereka yang telah mencapai usia tertentu. Akan sangat bagus sebetulnya jika mereka meraih trofi sebagai momen puncak kariernya. (Zlatko Dalic)
Namun, realitas di lapangan berkata sebaliknya. Kroasia mampu tampil solid dan menyingkirkan Brasil lewat drama adu penalti. Modric berperan besar dalam kemenangan Kroasia tersebut. Walaupun tak mencetak gol atau asis, visi bermain serta pergerakannya mampu membatasi ruang gerak para pemain Brasil untuk mencetak banyak gol. Di laga itu, Modric juga menjadi pemain Kroasia dengan sentuhan terbanyak, yaitu 139 sentuhan.
Masa suram
Modric mengawali debut di timnas Kroasia pada Maret 2006. Saat itu, sepak bola Kroasia sedang berada dalam masa suram seusai membuat kejutan dengan menempati peringkat ketiga di Piala Dunia Perancis 1998. Pencapaian itu termasuk fenomenal lantaran Kroasia baru pertama kali mengikuti Piala Dunia.
Setelah itu, prestasi Kroasia di Piala Dunia merosot drastis seusai ditinggal para bintangnya, seperti Davor Suker, Igor Tudor, dan Dario Simic. Mereka selalu gagal lolos dari fase grup pada edisi 2002, 2006, dan 2014. Kroasia bahkan gagal lolos ke edisi 2010.
Modric, yang mulai matang di level klub, lantas hadir untuk memberikan harapan baru. Ia menjadi kapten tim pada edisi 2018, menggantikan Darijo Srna. Berkat peran dominannya di lini tengah, baik sebagai pengatur tempo permainan dan serangan, tim berjuluk ”Vatreni” itu mematahkan banyak prediksi dan melaju hingga final. Ketika itu, Kroasia masih diperkuat dua striker tajam, Mario Mandzukic dan Andrej Kramaric.
Dengan pensiunnya sejumlah pilar penting di Qatar, Modric sendirian mengemban tugas membimbing generasi baru Kroasia. Setelah ia pergi, ada kekhawatiran bagaimana kiprah Kroasia selanjutnya.
Pertanyaan pun muncul, apakah Kroasia akan kembali ke masa suram seperti sebelumnya? ”Mungkin, ini adalah akhir dari generasi Piala Dunia bagi beberapa dari mereka yang telah mencapai usia tertentu. Akan sangat bagus sebetulnya jika mereka meraih trofi sebagai momen puncak kariernya,” kata Dalic.
Sepeninggal Modric, nantinya, harapan besar bangsa Kroasia berada di pundak Mateo Kovacic. Sejauh ini, hanya gelandang klub Chelsea itu yang punya kemampuan memimpin rekan-rekan satu timnya, mendekati apa yang telah dilakukan Modric. Untuk beberapa tahun ke depan, Kroasia setidaknya masih bisa berharap pada kiper Dominik ”King Livi” Livakovic yang sedang dalam puncak performa. Selain itu, ada benih harapan di sektor pertahanan seiring penampilan gemilang dari bek muda Josko Gvardiol.
Namun, permasalahan serius bagi Kroasia datang dari lini serang. Kroasia masih kesulitan menemukan calon penerus Mandzukic di ujung tombak. ”Terutama (masalah Kroasia) adalah dalam fase menyerang. Kami tidak konkret, kekurangan satu penyerang sejati untuk menerobos (pertahanan lawan). Kami tidak bisa melakukannya,” ucap Dalic kemudian. (AFP)