Dendang Argentina dan Dansa Maroko Jadi Penjaga Harapan Piala Dunia
Timnas Argentina memiliki lagu wajib baru selama Piala Dunia 2022. Pemain Maroko berdansa dengan orangtua mereka. Pendukung Inggris kini jauh lebih santun saat pembatasan minuman keras dilakukan di Qatar.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
·5 menit baca
Laga Piala Dunia Qatar 2022 antara Argentina dan Kroasia baru saja usai, Rabu (14/12/2022) dini hari WIB. Hasilnya tidak terduga untuk partai sekelas semifinal. Kroasia, salah satu tim dengan pertahanan kokoh, dihancurkan Argentina, 0-3.
Didukung lini pertahanan Argentina yang kuat, Lionel Messi lagi-lagi jadi pembeda. Dia mencetak satu gol dan satu asis. Setelah marah-marah seusai laga melawan Belanda di perempat final, senyumnya lebar saat memastikan diri masuk final.
Akan tetapi, kebahagiaan Messi tidak hanya sampai di situ. Bersama kawan-kawannya, dia lantas mendatangi kursi pendukung Argentina. Di sana, pemain dan fans bernyanyi bersama melepas ketegangan semifinal.
Lagunya sama seperti mereka menang atas Meksiko di laga penyisihan. Laga itu bisa disebut sebagai kebangkitan Argentina setelah ditaklukkan Arab Saudi di pertandingan pertama.
Lagu istimewa itu berjudul ”Muchachos, Ahora nos Volvimo' a Ilusionar”. Dalam terjemahan bebas bisa diartikan sebagai, ”Hei, Harapan Kita Muncul Kembali”.
Lagunya dinyanyikan bergaya campuran ska, rock, dan pop berbahasa Argentina. Penyanyinya adalah band La Moscas, band beranggotakan sembilan orang Argentina.
Lagu itu sebenarnya karya ulang dari lagu tahun 2003 yang awalnya berjudul ”Muchachos, Esta Noche Me Emborracho” (Boys, Tonight I'll Get Drunk). Versi awalnya jauh dari kata harapan, tetapi bercerita tentang kisah patah hati.
Akan tetapi, vokalis Las Moscas, Guillermo Novellis, menjelaskan, seorang penggemar bernama Fernando Romero lantas menulis lirik baru untuk merayakan perjalanan Argentina ke final Copa America 2021. Novellis dan anggota band lainnya kemudian merekam versi itu. Mereka lantas merilisnya sebelum Piala Dunia 2022 dimulai.
Baris pembuka dalam edisi baru itu secara eksplisit merujuk pada dua ikon sepak bola terbesar Argentina. Diego Maradona dan Messi adalah aktor utamanya.
”Saya lahir di Argentina, tanah Diego dan Lionel, dari anak-anak dari Kepulauan Falkland, yang tidak akan pernah saya lupakan,” begitu bunyi liriknya.
Maka tidak mengherankan jika Messi dan rekan satu timnya adalah penggemar. Messi sendiri awal tahun ini di televisi Argentina mengklaim bahwa ini adalah nyanyian sepak bola favoritnya.
Saat Messi bersabda, mudah bagi pendukung timnas Argentina untuk mencintai lagu yang sama. Di Qatar, lagu itu menemani ribuan penonton berpesta.
Ketika Argentina kemudian melaju melewati Australia di babak 16 besar, La Moscas mem-posting video ke akun Instagram mereka sendiri, memperlihatkan para penggemar di Stadion Ahmad bin Ali menyanyikan lagu mereka.
Menurut kantor berita AFP, kedutaan Argentina di Doha melaporkan ada 35.000-40.000 orang Argentina melakukan perjalanan ke Qatar. Seperti Messi, mereka ingin melihat Argentina mengangkat Piala Dunia untuk pertama kalinya dalam 36 tahun terakhir. Lagu ”Muchachos, Ahora nos Volvimo' a Ilusionar” menjadi penjaga harapan itu.
Maroko punya penjaga harapan lainnya. Tidak ada lagu populer. Mereka punya ibu yang beberapa di antaranya pandai berdansa.
Salah satu yang menarik perhatian adalah ibu dari Sofiane Boufal, gelandang serang Maroko. Ibu dan anak itu menari, berpegangan tangan, dan berputar-putar saat Cristiano Ronaldo menangis sesenggukan setelah Portugal dikalahkan.
”Bagi saya, ibu adalah hal terpenting dalam hidup,” kata Boufal. ”Tentu saja, emosi (ibunya menangis) dalam gim ini membuat Anda gila. Dukungan keluarga adalah hal paling penting,” kata pemain kelahiran Perancis dan membela Angers di Ligue 1 itu.
Bek Achraf Hakimi menambah haru lewat unggahan gambar di media sosial. Di sana, dia mencium pipinya setelah mencetak penalti kemenangan melawan Spanyol di babak 16 besar pekan lalu. ”Aku mencintaimu ibu,” tulisnya.
Ciuman dan tarian ibu-anak itu muncul tidak lepas dari keputusan pelatih Walid Regragui. Dia berhasil membujuk Federasi Sepak Bola Maroko untuk membawa serta ibu para pemain turut datang ke Qatar. Sejak itu, mama-mama itu siap sedia hadir di hotel Wyndham Doha West Bay, markas Maroko.
”Kesuksesan kami tidak mungkin tanpa kebahagiaan orangtua kami,” kata Regragui.
Regragui membuktikannya dengan mendatangi tempat duduk ibunya di tribune penonton. Dia lama memeluk dan mencium ibunya, Fatima, seusai memastikan Maroko menjadi negara Afrika dan Arab pertama yang mencapai semifinal Piala Dunia. Kesempatan itu adalah laga pertama Fatima menonton langsung aksi Regragui sepanjang sejarahnya di dunia sepak bola.
”Kami mewakili Maroko, jadi kami memiliki citra yang harus disebarkan ke seluruh dunia. Saat Piala Dunia adalah etalase terbaik, kami ingin menunjukkan seberapa dekat tim dengan keluarga mereka. Itu bagian dari budaya kami, dari sanalah kami berasal,” katanya.
Akan tetapi, inspirasi Piala Dunia kali ini bukan hanya berasal dari tim yang menorehkan kejutan dan kemenangan. Tim yang kalah pun memiliki ”perayaan” lainnya di Qatar.
Inggris menjadi contoh ideal. Sebelum memulai di Piala Dunia, mereka menebar simpati saat mengundang pekerja migran di Qatar ke tempat latihan. Isu keadilan pekerja migran kencang di tengah persiapan pesta bola dunia.
Meski kalah dari Perancis di perempat final, Inggris menjadi salah satu tim menjanjikan. Tim asuhan Gareth Southgate ini banyak diisi anak muda, mulai dari Bukayo Saka (21), Phil Foden (22), Declan Rice (23), hingga Jude Bellingham (19).
Akan tetapi, bukan tim saja yang membanggakan. Hooligan, pendukung ”Tiga Singa” yang kerap berbuat rusuh, begitu alim di Qatar.
Kepolisian Inggris memuji perilaku penggemar sepak bola selama di Qatar. Tidak ada insiden penangkapan warga negara Inggris di Qatar.
Sebelumnya, petugas kepolisian Inggris dikerahkan ke negara itu untuk bertindak sebagai ”penerjemah budaya”. Mereka menjadi jembatan antara penggemar dan penegak hukum setempat untuk mencegah kerusuhan.
Kepala Polisi Urusan Sepak Bola Inggris Mark Roberts mengatakan, pembatasan alkohol di Qatar membantu perilaku penggemar ”sampai taraf tertentu”. Dia menggambarkan sikap itu sebagai ”perilaku teladan”.
”Perilaku (pendukung) Inggris di Qatar benar-benar patut dicontoh,” katanya kepada BBC.
Kondisi itu berbeda dengan pendukung yang berada di Tanah Inggris. Tercatat ada 531 insiden terkait sepak bola di Inggris.
Dari jumlah tersebut, 150 insiden terjadi pada Sabtu malam ketika Inggris kalah dari Perancis di perempat final. Secara total, ada 115 penangkapan sejak dimulainya turnamen. Sebagian besar terkait dengan insiden di tempat berlisensi.