Palagan Dua Genre Permainan Memperebutkan Tempat di Final
Pertarungan tim menyerang dan bertahan tersaji di dua laga semifinal Piala Dunia 2022. Di sisi lain, keempat tim terbaik itu sama-sama bertumpu pada pemain sayap untuk menghukum lawan.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
DOHA, KOMPAS — Sepasang laga semifinal Piala Dunia 2022 bakal menjadi pertarungan dua genre permainan dari empat tim yang berduel memperebutkan tempat di partai puncak. Argentina dan Perancis diibaratkan musisi yang memainkan distorsi ala musik rock yang gemar menyerang dan menekan lawan, sedangkan Kroasia serta Maroko disebut piawai bermain tenang dan sabar seperti alunan irama jaz.
Pada palagan empat tim tersisa, Argentina akan menjamu Kroasia di Stadion Lusail, Lusail, Rabu (14/12/2022) pukul 02.00 WIB. Sehari kemudian, giliran Maroko ditantang juara bertahan, Perancis, di Stadion Al Bayt, Al Khor, Kamis (15/12/2022) pukul 02.00 WIB.
Dengan kualitas pemain bintang yang dimilikinya, Argentina dan Perancis adalah dua tim yang paling diunggulkan membentuk laga final ideal. Tak hanya itu, kedua tim juga menyajikan permainan menyerang yang menarik untuk disaksikan.
Berdasarkan data FIFA, Perancis dan Argentina adalah dua tim yang tampil di semifinal dengan koleksi tembakan dan gol terbanyak. Mereka adalah tim yang pandai beraksi di pertahanan lawan. Argentina mencatatkan 30 persen aksi di zona sepertiga akhir pertahanan lawan, sedangkan Perancis beraksi hingga 29 persen di zona serupa.
”Les Bleus”, julukan Perancis, menghasilkan rata-rata 15,4 tembakan dan 5,6 tendangan mengarah ke gawang per laga. Sebanyak 11 gol telah dihasilkan Perancis yang mayoritas merupakan kolaborasi penyerang Kylian Mbappe (5) dan Olivier Giroud (4).
Duo gelandang Perancis, Aurelien Tchouameni dan Adrien Rabiot, juga tidak kalah tajam. Keduanya telah menyumbang sebuah gol.
Dengan koleksi gol itu, Perancis hanya membutuhkan 2,54 tembakan mengarah ke gawang untuk menghasilkan satu gol di sebuah laga. Itu membuat Les Bleus menyandang predikat tim dengan serangan terefektif di Qatar 2022.
Pelatih Perancis Didier Deschamps mengakui, menyerang menjadi landasan permainan timnya. Efektivitasnya telah terbukti saat Perancis juara dunia di Rusia 2018. Namun, Deschamps menegaskan, pemain tidak boleh lengah dan membiarkan lawan leluasa menekan, seperti yang dilakukan Inggris di menit-menit akhir laga perempat final.
”Kami memang tidak bermain lebih defensif sebab tahu cara menyerang. Mencetak gol adalah kunci untuk menang di level tinggi (Piala Dunia). Namun, saya tekankan kepada pemain, mereka juga harus bisa mengatasi setiap tekanan yang dihadirkan lawan,” kata Deschamps seusai laga melawan Inggris, Minggu (11/12/2022) dini hari WIB, di Stadion Al Bayt.
Adapun Argentina mengkreasikan 14,6 tembakan per laga dan 6,4 tendangan mengarah ke gawang lawan per laga. Meski lebih banyak menghasilkan tembakan tepat sasaran, ”La Albiceleste” punya rasio gol lebih rendah dari Perancis. Mereka menghasilkan sembilan gol sehingga hanya membutuhkan 3,5 tembakan mengarah ke gawang lawan untuk menciptakan sebuah gol.
Lionel Scaloni, pelatih Argentina, memastikan tidak akan pernah mengubah identitas permainan menyerang Argentina. Setelah menyaksikan Brasil yang tampil dominan tumbang dari Kroasia, ia menganggap timnya bisa bermain lebih baik dari sang rival di Amerika Selatan itu.
”Menyerang selalu hal utama yang kami pikirkan. Pertandingan memang bisa menyajikan kondisi yang tidak sesuai harapan, tetapi yang terpenting bagi kami adalah berusaha untuk selalu mendekat gawang lawan,” ucap Scaloni.
Menunggu momen
Berbeda dengan Perancis dan Argentina yang tidak kenal lelah menggempur lawan, Maroko dan Kroasia adalah tim yang pandai bersabar dan menunggu momen tepat untuk menghadirkan derita bagi lawan. Tidak butuh banyak peluang, keduanya mencetak satu gol penting di babak perempat final.
Maroko sejauh ini menjadi tim yang memiliki pertahanan terkokoh. Mereka baru kemasukan satu gol, itu pun lewat bunuh diri. Namun, ”Singa Atlas” juga menjelma menjadi tim dengan serangan efektif. Mereka hanya butuh rata-rata 2,8 tembakan tepat sasaran untuk menghasilkan gol di satu pertandingan.
Berbeda dengan tim bertahan yang mengintip peluang lewat peluang bola mati, Hakim Ziyech dan kawan-kawan justru mencetak empat dari lima gol mereka melalui permainan terbuka (open play). Satu gol lagi baru diciptakan melalui peluang sepakan bebas.
Kiper Maroko, Yassine Bounou, menuturkan, mentalitas yang ditampilkan skuad Singa Atlas berperan bagi perjalanan mereka di Qatar. Menghadapi tim-tim besar Eropa, katanya, hal terpenting adalah tidak merasa gentar dan takut sebelum bertanding.
”Kami telah mengubah pola pikir. Kami bisa setara dan tampil lebih baik dari semua lawan. Mentalitas untuk berani melawan siapa pun tidak hanya penting bagi skuad Maroko saat ini, tetapi itu juga modal bagi perkembangan generasi sepak bola Maroko di masa depan,” ujar Bounou, kiper yang bermain untuk Sevilla di Liga Spanyol.
Serupa dengan Maroko, Kroasia juga tampil dengan pertahanan kokoh. Duet Dejan Lovren dan Josko Gvardiol di jantung lini belakang membantu kiper Dominik Livakovic tampil impresif. Mereka menjadi salah satu kunci tim berjuluk ”Vatreni” itu memulangkan Brasil di babak delapan besar.
Kroasia, yang telah menghasilkan enam gol, memiliki kreasi serangan yang apik melalui jenderal lapangan tengah, Luka Modric. Vatreni menjadi satu-satunya tim di babak semifinal yang tidak membutuhkan bola mati untuk menciptakan gol.
Mereka mencetak enam gol melalui hasil permainan terbuka. Gol itu dihasilkan lima pemain berbeda. Marko Livaja, Lovro Majer, Ivan Perisic, dan Bruno Petkovic menghasilkan satu gol. Andrej Kramaric bahkan menyumbang dua gol.
Akurasi tembakan yang berbuah gol Kroasia pun setara dengan Argentina. Modric dan kawan-kawan membutuhkan 3,5 tembakan mengarah ke gawang untuk menjaringkan sebuah gol ke gawang lawan. Di sisi lain, Kroasia telah membuktikan mental mereka dengan unggul di dua adu penalti secara beruntun untuk mengalahkan Jepang dan Brasil.
”Semua pemain telah menampilkan makna tidak pernah menyerah dan kolektivitas. Kemenangan atas Brasil dan Jepang adalah buah dari persiapan kami yang mempersiapkan diri untuk menghadapi setiap momen di pertandingan,” kata Zlatko Dalic, juru taktik Kroasia.
Pertarungan sayap
Meskipun menampilkan genre permainan berbeda, empat tim semifinal memiliki kesamaan. Mereka menjadikan sisi sayap sebagai poros permainannya.
Perancis, misalnya, menjadikan sisi sayap kiri sebagai sumber utama serangan dengan tingkat 40 persen. Di sana, Perancis memiliki Mbappe. Sisi kiri juga menjadi poros serangan Kroasia karena kehadiran Perisic.
Sementara itu, Argentina dan Maroko lebih dominan menyerang dari sisi sebelah kanan. Itu tak lepas dari pemain kreatif mereka yang berposisi di sayap kanan, yakni Lionel Messi untuk Argentina serta Achraf Hakimi dan Hakim Ziyech di Maroko.