Kuat Bertahan, Maroko Menerkam Saat Ada Kesempatan
Cuma dengan lima gol dan satu kebobolan dari gol bunuh diri, Maroko menoreh sejarah menembus semifinal Piala Dunia Qatar 2022. Pertahanan kokoh dan transisi permainan menjadi resep kemenangan Maroko.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Gol perdana Maroko di Piala Dunia Qatar saat melawan Belgia di penyisihan Grup F pada 27 November 2022.
Penguasaan bola yang rendah, pertahanan solid, dan ditunjang transisi permainan kilat menjadi landasan penting Maroko menorehkan sejarah di Piala Dunia Qatar 2022. Tim berjuluk ”Ousud Al-atlas” atau ”Singa Atlas” itu menjadi yang pertama menembus semifinal pesta bola terakbar dengan catatan nyaris sempurna, hanya kebobolan sebiji gol, itu pun dari bunuh diri.
Pencapaian di Qatar itu seolah aufklarung atau pencerahan yang mengalahkan 36 tahun kegelapan sepak bola Maroko. Prestasi terbaik tim dicapai di Piala Dunia Meksiko 1986. Saat itu, mereka imbang 0-0 dengan Polandia dan Inggris serta menang 3-1 atas Portugal. Langkah mereka terhenti di perdelapan final setelah kalah 0-1 dari Jerman Barat.
Setelah era generasi emas itu, sepak bola Maroko tenggelam. Semuanya seperti menguatkan identitas sebagai Negeri Maghribi, tempat matahari terbenam.
Akan tetapi, sentuhan midas Walid Regragui menjadi pembeda. Dia mampu membangunkan kekuatan agung Singa Atlas sehingga kini hanya berjarak dua langkah saja dari mahkota sepak bola dunia. Di semifinal, Maroko sudah ditunggu Perancis, juara Piala Dunia 1998 dan Rusia 2018.
Jika mampu menang, Maroko akan bertarung di final. Entah melawan Kroasia (finalis 2018) atau Argentina (juara 1978 dan 1986).
Menantang para juara dunia, jalan yang harus ditempuh Regragui tidak mudah. Bek sayap Maroko 2001-2009 itu baru menggantikan Vahid Halilhodzic (Bosnia-Herzegovina) pada Agustus 2022 atau tiga bulan sebelum Piala Dunia Qatar. Apalagi, dia harus menyatukan tim yang sangat beragam. Sebagian besar punggawa tim dilahirkan di luar Maroko.
Dengan latar belakang itu, jejak Maroko diiringi keraguan. Sempat imbang tanpa gol melawan Kroasia, mereka lalu menang 2-0 atas Belgia dan 2-1 atas Kanada sehingga menjadi juara Grup F. Maroko hanya kemasukan karena gol bunuh diri Nayef Aguerd.
Di perdelapan final, Maroko menang lagi, 3-0 (0-0), atas Spanyol dalam drama adu penalti. Berikutnya, Singa Atlas menumbangkan Portugal dengan skor 1-0.
Uniknya, Maroko tidak mendominasi permainan. Kemenangan dicapai dengan penguasaan bola rata-rata 28 persen. Mengutip FIFA, penguasaan bola saat meladeni Kroasia, Belgia, dan Kanada maksimal 32 persen. Menghadapi Spanyol dan Portugal, Maroko bahkan hanya menguasai bola sebesar 22 persen.
Khusus saat mengempaskan Spanyol, Yassine Bounou, kiper Sevilla (La Liga Spanyol) kelahiran Kanada, menjadi pembeda. Latihan 1.000 tendangan yang dilakukan pemain Spanyol kandas di pertandingan sesungguhnya.
”Yang tidak diantisipasi Spanyol adalah atmosfer pertandingan,” tulis Owuraku Ampofo dari The Analyst.
Spanyol abai Bounou, yang dijuluki Bono seperti panggilan vokalis grup kondang U2, berhasil menggagalkan lima dari 19 tendangan penalti untuk Sevilla di semua kompetisi di luar adu penalti.
Selepas membela Wydad AC (Maroko) 2010-2012, Bounou hijrah membela klub-klub La Liga, yakni Atletico Madrid, Zaragoza, Girona, lalu Sevilla. Tiada kiper Maroko yang mengetahui bagaimana pola tendangan penalti para pemain Spanyol selain Bounou. Inilah yang kemudian menjadikan Bounou sebagai senjata rahasia Singa Atlas menerkam ”Matador” Spanyol.
Spanyol juga bisa dibilang menjadi kiblat bagi gaya kepelatihan Regragui. Saat menangani klub seperti Faith Union Sport/FUS, Al Duhail (Qatar), dan Wydad AC, Regragui terinspirasi Josep ”Pep” Guardiola yang pernah menangani Barcelona. Kepala plontos, brewok, penampilan rapi, ekspresi, hingga permainan dari kaki-kaki milik Regragui mirip Pep.
Hasilnya tidak sia-sia. Regragui sukses mengantar Wydad merajai Liga Champions Afrika 2022 sekaligus menjadi pelatih kedua dari Maroko yang sukses di kompetisi itu.
Regragui juga amat mengagumi gaya kepelatihan Diego Simeone (Atletico Madrid) dan Carlo Ancelotti (Real Madrid). Kedua pelatih itu dianggapnya berani membuat terobosan bermain di luar pakem dan gaya untuk kemenangan. Mungkin dengan kekaguman itu juga Maroko mampu menumbangkan Spanyol.
Hanya menguasai permainan sebanyak 22 persen saat menghadapi Spanyol, Maroko lebih mirip gaya Simeone ketimbang Pep. Maroko membuat 229 operan atau jauh di bawah Spanyol yang 967 operan. Namun, mayoritas operan lawan berhenti di sektor tengah. Pertahanan Maroko terlalu kuat untuk ditembus Spanyol.
Pertahanan solid juga membuat Maroko hanya menghadapi 7,6 kesempatan serangan lawan dalam 90 menit, yang termasuk rendah. Ditambah ketangkasan kiper Bounou, kekokohan garis pertahanan Maroko menjadi jauh lebih lengkap.
Hal ini tidak mengagetkan. Gaya serupa diterapkan lebih dulu oleh Halilhodzic. Maroko hanya kemasukan 12 gol dari 10 laga terakhir saat ditangani pelatih Bosnia-Herzegovina tersebut.
Meski tidak setangguh lini pertahanan, Maroko tetap jago membangun serangan. Hakim Ziyech, Sofyan Amrabat, dan Achraf Hakimi bergerak cepat melakukan transisi permainan ke jantung pertahanan lawan. Maroko hanya menciptakan 0,71 kesempatan menembak dan 6,9 tembakan dalam 90 menit laga berjalan alias rendah.
Akan tetapi, kesempatan rendah itu efektif dikreasi menjadi gol. Romain Saiss dan Zakaria Aboukhlal menjebol gawang Belgia, Hakim Ziyech dan Youssef En-Nesyri saat melawan Kanada, dan En-Nesyri ketika meremukkan Portugal.
Tidak sia-sia, tim ini dijuluki Singa Atlas. Dalam senyap, mereka mencari kelemahan lawan dan menerkam cepat saat ada kesempatan. Ketika perburuan itu tuntas, mereka bersama-sama balik kandang untuk menjaga ketat wilayahnya.