Butuh Komitmen untuk Membenahi Wushu Sanda Yunior Indonesia
Tim wushu yunior Indonesia kategori sanda tak mencapai target dalam Kejuaraan Dunia Wushu Yunior 2022. Butuh komitmen seluruh pihak untuk membenahi tim ini.
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Kejuaraan Dunia Wushu Yunior 2022 meninggalkan sejumlah catatan bagi tim wushu Indonesia. Kategori sanda diharapkan berbenah dengan komitmen banyak pihak, sedangkan taolu perlu mempertahankan prestasinya guna menjaga kualitas atlet.
Ajang internasional yang berlangsung di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City pada 5-10 Desember 2022 ini mempertemukan 807 peserta. Mereka datang mewakili 60 negara dan dua wilayah, Hong Kong dan Makau, yang berebut 71 medali emas.
Baca Juga: Tambah Dua Emas, Indonesia Kokoh di Puncak Kejuaraan Dunia Wushu Yunior
Iran berhasil menyandang gelar juara umum dengan 13 emas, 5 perak, dan 5 perunggu. China menyusul dengan 10 emas, 3 perak, serta 2 perunggu. Indonesia sebagai tuan rumah di posisi ketiga dengan mengumpulkan 10 emas, 2 perak, dan 5 perunggu.
Tim wushu yunior Indonesia kategori sanda (pertarungan) menyumbang dua medali perunggu. Medali itu diraih Kiemas Sakti Negara (12) dari kategori prayunior (45 kilogram) dan Denis Darmawan (17) mewakili kelas yunior (52 kilogram). Pencapaian itu masih di bawah target Pengurus Besar Wushu Indonesia (PB WI), yakni satu medali emas.
”Kemarin napas masih cepat habis, power juga masih kurang,” ujar Kiemas, Sabtu (10/12/2022).
Pernyataan serupa juga dikatakan Denis karena kurangnya waktu untuk pemanasan sehingga tarikan napas lebih pendek. Pengaturan napas ini malah lebih baik saat berlatih ketimbang di panggung pertandingan.
”Udara yang dingin karena pendingin ruangan berpengaruh juga pada performa. Jadi, belum sempat beradaptasi,” ujar Denis menambahkan.
Keduanya gugur di semifinal setelah kalah dari wakil Vietnam. Kiemas dikalahkan Nguyen Dang Khoa, sedangkan Denis ditaklukkan Hua Van Doan.
Baca Juga: Mental Atlet Wushu Sanda Indonesia Harus Turut Diperhatikan
Kiemas dan Denis mengakui sejumlah faktor, yakni fisik, kekuatan, dan kecepatan, perlu diperbaiki. Ini dilakukan untuk menyamai kemampuan atlet sanda dari negara lain.
Menurut pelatih tim sanda, Herman Syah Monginsidi, kekuatan atlet Indonesia terletak pada kelincahan. Namun, perlu diakui bahwa kekuatan atlet negara lain memang lebih baik. Ia menilai, kondisi fisik dan asupan nutrisi harus diperbaiki.
”Hal ini sangat memengaruhi (performa) sehingga postur atlet kita lebih kecil, lebih pendek. Lawan-lawan Indonesia, dengan pola makan yang baik, posturnya akan lebih tinggi. Itu salah satu yang harus kita kejar,” kata pelatih asal Jawa Tengah ini.
Sementara itu, manajer tim sanda, Sudarsono, mengatakan, perkembangan wushu dunia di kategorinya begitu luar biasa. Padahal, saat Kejuaraan Dunia Yunior 2018 di Brasil, tim sanda dapat menyumbang dua perak dan satu perunggu. Perkembangan signifikan ini tampak dari sejumlah negara, seperti India dan kekuatan Vietnam di ASEAN.
”Anak-anak tim nasional ini merupakan ’permata’ terbaik yang kita miliki. Masa depan mereka masih jauh sehingga kita harapkan mereka tak dilepas begitu saja, tetapi perlu dibina secara terprogram dan intensif,” tutur Sudarsono.
Baca Juga: Tampil Percaya Diri, Kiemas Tundukkan Atlet Wushu Malaysia dalam Semenit
Meski pelatih asing dari China dan lokal mendukung tim nasional, tak mengubah fakta bahwa persiapan yang dilakukan terlalu singkat. Upaya itu tak dapat menyulap kemampuan para atlet secara instan sebab latihan-latihan ini butuh proses.
Serupa dengan Herman, Sudarsono menyebut faktor paling kentara terletak pada perbedaan postur tubuh atlet Indonesia dengan negara Timur Tengah, seperti Iran dan Mesir. Dari kelas berat badan yang sama, mereka tampak lebih kekar dengan karakter otot besar pula. Hal ini berbeda dengan postur atlet-atlet Tanah Air sebab asupan nutrisinya belum seimbang.
Selain itu, teknik bantingan tim Indonesia masih lemah. ”Kelemahan mendasar lainnya, ketika mereka dibanting jadi tidak berdaya. Kita sering kehilangan angka dari itu. Jadi, kelemahan mendasar bantingan karena (kurang) penguasaan teknik,” tutur Sudarsono.
Demam panggung jadi isu lain yang perlu diperhatikan. Berdasarkan pengalaman Kejuaraan Dunia Wushu Yunior 2022, atlet-atlet nasional tampak gugup ketika di arena pertandingan. Solusi atas permasalahan itu menambah intensitas bertanding ke luar negeri guna meningkatkan jam terbang atlet.
Baca Juga: Airlangga Tambah Target Medali Emas Tim Yunior Wushu
Sudarsono berharap pembinaan intensif jangka panjang sebaiknya menyentuh atlet-atlet yunior, tak terbatas pada senior. Selama ini, latihan dengan frekuensi tinggi baru berlaku pada atlet senior untuk persiapan multicabang, seperti SEA Games dan Asian Games. Selain itu, pemusatan latihan nasional dapat dilakukan secara desentralisasi di kantong-kantong pembinaan, seperti di Jawa Tengah, Sumatra Utara, dan DKI Jakarta.
Asupan nutrisi para atlet perlu memadai, apalagi saat berlatih di daerah masing-masing. ”Kecenderungan di daerah tidak berorientasi program, tetapi pada anggaran. Jadi karena anggarannya terbatas, penyediaan asupan juga terbatas,” kata Sudarsono. Ia optimistis, ketika sistem pembinaan atlet dibenahi menyeluruh akan meningkatkan kualitas.
Persiapan matang
Proses latihan yang matang karena persiapan jauh-jauh hari ternyata membuahkan hasil. Hal ini tecermin dari prestasi tim wushu taolu atau peragaan yang mempersembahkan 10 medali emas, 2 medali perak, dan 3 perunggu.
”Saya sangat puas dengan performa mereka karena anak-anak tak melakukan kesalahan fatal. Dari segi stamina bagus, tak terlihat lemas, tak lapar, gerakan-gerakannya cukup sempurna. Kemenangan ini bisa dipertanggungjawabkan,” ujar manajer taolu Indonesia, Herman Wijaya.
Baca Juga: Melestarikan Budaya hingga Terpengaruh Film, Sederet Alasan Wushu Mendunia
Kerja sama antara pelatih dan atlet terjalin baik diawali sejak 2021. Hal itu terjadi sejak pemilihan atlet kemudian pelatnas desentralisasi pada pengurus provinsi masing-masing hingga pembekalan intensif sejak September 2022.
Strategi mempertahankan prestasi pun tak gampang. Dalam kejuaraan kali ini, tim taolu turut diuntungkan karena berperan sebagai tuan rumah.
Herman berharap agar pelatnas berlanjut lagi pada Januari atau Februari 2023 untuk Kejuaraan Asia Yunior 2023. Para atlet perlu ditangani pelatih asing yang mumpuni, tetapi upaya itu membutuhkan biaya yang tak sedikit. Persoalan ini perlu jadi sorotan karena selama ini tim yunior tak didukung pemerintah, sedangkan latihan intensif idealnya berkesinambungan.
”Pelatnas harus dilakukan. Atlet itu cuma butuh latihan, latihan, latihan. Latihan harus disokong dengan sarana dan prasarana baik yang didukung pelatih dan ditunjang visi-misi,” kata mantan atlet wushu ini.
Baca Juga: Atlet Wushu Muda Indonesia Josh Tiesto Menuju ke Level Senior
Menanggapi evaluasi kedua kategori tim wushu Indonesia, Sekretaris Jenderal PB WI Ngatino berencana diskusi dengan Wakil Ketua Umum I dan Bidang Pembinaan dan Prestasi untuk taolu. Berdasarkan catatan-catatan terhadap kategori tersebut, baru akan ditetapkan langkah selanjutnya.
Setelah kejuaraan ini, tim PB WI akan mengevaluasi pula performa tim sanda kalah dari negara-negara lain, seperti Iran, India, dan China. Walau begitu, Ngatino menilai pelatnas perlu dilakukan intensif sebab hanya berlatih ketika mendekati pertandingan perlu dihindari.
”Saya melihat sanda harus dibedah, dirombak total untuk mencari cara untuk melahirkan atlet-atlet sanda. Kalau saya sendiri mengamati, atlet dilihat dari talent bukan karena (predikat) juara,” ujarnya.