Tertua dan Termuda dalam Duel Van Gaal dengan Scaloni
Belanda boleh saja punya pelatih segudang pengalaman, seperti Van Gaal. Namun, Argentina tidak takut karena sudah berhasil meraih prestasi bersama pelatih muda, Scaloni.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LUSAIL, KAMIS — Belanda dengan Argentina berbeda bagai bumi dan langit dalam urusan sosok pelatih. Belanda dipimpin pelatih tertua di Piala Dunia Qatar 2022, Louis van Gaal (71), sementara Argentina diasuh pelatih termuda dalam sosok Lionel Scaloni (44). Tidak hanya lebih senior, van Gaal juga jauh unggul dari sisi pengalaman.
Keduanya akan saling berhadapan ketika laga perempat final antara Argentina dan Belanda di Stadion Lusail, kota Lusail, Sabtu (10/12/2022) dini hari WIB. Laga itu merupakan ulangan semifinal Piala Dunia 2014 Brasil. Saat itu, tim asuhan van Gaal takluk pada babak adu penalti.
Scaloni sebagai pelatih debutan di Piala Dunia sudah sangat menanti pertemuan tersebut. Dia mengidolakan Van Gaal sejak masih menjadi pemain di Liga Spanyol bersama klub Deportivo La Coruna pada 1997.
”Saya masih bermain di Deportivo ketika dia sudah melatih Barcelona. Dia sudah menjadi sosok terkemuka di sana. Saya bangga bisa melawannya. Semua tahu apa yang telah dilakukannya di sepak bola,” kata Scaloni yang pernah membawa Deportivo juara liga pada musim 1999/2000, mengalahkan tim asuhan Van Gaal.
Pengalaman Scaloni sebagai pelatih tidak ada apa-apanya ketimbang Van Gaal yang sudah malang melintang di Eropa selama tiga dekade terakhir. Scaloni baru mencicipi dunia kepelatihan di Sevilla pada 2016. Ketika itu, dia dipercaya menjabat sebagai asisten pelatih.
Setahun setelah itu, Scaloni direkrut sebagai asisten pelatih Argentina. Dia mendampingi pelatih Jorge Sampaoli pada Piala Dunia Rusia 2018. Namun, Sampaoli dipecat karena gagal di Rusia. Argentina yang menembus final pada edisi sebelumnya terhenti di 16 besar.
Sempat promosi menjadi pelatih timnas U-20 Argentina selama sekitar empat bulan, Scaloni akhirnya menjadi pelatih timnas senior pada November 2018. Istimewanya, timnas Argentina adalah pengalaman pertamanya sebagai pelatih kepala.
Dengan pengalaman yang minim, Scaloni sempat diragukan Lionel Messi dan rekan-rekan. Namun, seiring waktu, dia membuktikan kapabilitasnya. Titik balik itu adalah ketika mengantar tim ”Tango” juara Piala Amerika 2021, mengalahkan Brasil di markas lawan.
Gelar itu merupakan pertama kali bagi Argentina sejak 1993. Scaloni sukses mencapai sesuatu yang tidak bisa diraih pelatih ternama sebelumnya, mulai dari Daniel Passarella, Marcelo Bielsa, Alejandro Sabella, Gerardo Martino, hingga Diego Armando Maradona.
”Awalnya ada ketidakpercayaan. Sekarang Scaloni bisa meyakinkan kami tentang apa saja,” kata gelandang Argentina, Rodrigo de Paul.
Kepemimpinan Scaloni terlihat sejak babak grup. Setelah kalah dari Arab Saudi pada laga pembuka 1-2, dia tidak panik. Dia justru menenangkan para pendukung lewat konferensi pers. Sang pelatih berkata, dirinya akan mengubah situasi buruk itu dan memenangi dua laga selanjutnya.
Ucapannya terbukti. Argentina mengakhiri fase grup sebagai pemuncak klasemen. Mereka menang atas Meksiko dan Polandia. Tren itu dilanjutkan saat menang pada laga 16 besar atas Australia. Scaloni melakukan banyak perubahannya. Beberapa, di antaranya, memainkan gelandang Enzo Fernandez hingga penyerang Julian Alvarez sejak menit awal.
Scaloni memegang prinsip sangat sederhana. Dia hanya meminta pemain untuk memberikan segalanya di lapangan. ”Matahari tetap akan bersinar esok hari, menang atau kalah. Hal terpenting adalah Anda melakukan yang Anda bisa,” ucap pelatih kelahiran kota Pujato, Argentina, tersebut.
Berbanding terbalik dengan Van Gaal. Skuad Belanda sangat tenang ketika di lapangan karena punya sosok pelatih berpengalaman.
Van Gaal sudah malang melintang di dunia kepelatihan sejak melatih Ajax Amsterdam pada 1991. Sejak itu, dia meraih juara liga domestik bersama Ajax, Barcelona, Bayern Muenchen, dan Manchester United.
Setelah pelatih Belanda sebelumnya, Frank de Boer, mundur setahun jelang Piala Dunia, Van Gaal pun dipilih sebagai figur paling tepat. Adapun Van Gaal telah menukangi Belanda dalam tiga kesempatan terpisah, yaitu 2000-2001, 2012-2014, dan 2021-sekarang.
Van Gaal adalah pelatih yang dikenal keras kepala. Dia sangat percaya terhadap formasi tiga bek. Padahal, formasi itu sempat dikritik oleh beknya sendiri, Virgil van Dijk, dan media Belanda. Namun, karakter itu pula yang membuat ”Si Oranye” bisa melangkah sejauh ini.
Formasi tiga bek memang terlihat pragmatis. Belanda bermain monoton saat fase grup. Namun, formasi sama ternyata sangat ampuh pada babak gugur. Mereka berhasil menghukum Amerika Serikat yang bermain terbuka.
”Jika saya harus memercayai media Belanda, kami tidak akan pernah menjadi juara dunia. Pada 2014, persis sama. Sangat negatif (pemberitaan tentang saya). Sekarang semuanya sama lagi. Saya sudah terbiasa dengan itu, dan saya pikir para pemain saya sudah terbiasa, jadi kami akan melanjutkan dengan tenang,” ucap Van Gaal.
Van Gaal juga selalu punya kejutan yang tidak diperkirakan lawan, bahkan anak asuhnya. Seperti di Qatar, dia memberikan kiper Andries Noppert kesempatan debut. Padahal, penjaga gawang asal klub Heerenveen itu belum punya pengalaman sekali pun di level internasional.
”Bagi saya, yang membuatnya (Van Gaal) istimewa adalah bisa membuat semua pemain nyaman. Termasuk untuk pemain yang tidak tampil. Tidak mudah bagi kami untuk bermain dan fokus 100 persen, tetapi dia bisa menciptakan suasana agar kami bisa tampil optimal,” ujar Noppert.
Di antara perbedaan Van Gaal dan Scaloni, ada satu hal yang menyatukan mereka. Keduanya sama-sama belum pernah meraih trofi Piala Dunia. Hadiah itu yang menjadi misi utama mereka saat saling berhadapan nanti. (AP/REUTERS)