Tarian Tim "Samba" Dibayangi Kutukan Delapan Besar
Brasil sudah siap menari lagi di babak perempat final Piala Dunia Qatar. Namun, di laga itu, mereka telah dinanti kuda hitam menakutkan, Kroasia, dan kutukan delapan besar.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
AL RAYYAN, KAMIS - Sebagai peraih gelar terbanyak dan penghasil talenta yang tidak terhingga, Brasil selalu menjadi favorit juara di setiap edisi Piala Dunia. Namun, seperti kata legenda hidup Brasil, Cafu, status favorit di Qatar terasa berbeda. Neymar Jr dan rekan-rekan bermain dengan kebahagiaan hakiki.
Cafu, yang mengantar Brasil juara pada 2002, tidak melihat kesatuan dan kebahagiaan serupa di skuad dalam empat edisi terakhir. Wajar saja jika publik Brasil harus puas hanya dengan status favorit, tetapi terpaksa menanti dua dekade untuk meraih gelar ke enam kalinya.
Anak asuhan pelatih Tite itu selalu berdansa setiap mencetak gol di Qatar. Sang pelatih bahkan ikut dalam selebrasi pada babak 16 besar versus Korea Selatan. Saking semaraknya selebrasi itu, mantan pemain ternama Roy Keane sampai mengatakan mereka tidak menghormati tim lawan.
“Perjalanan kami masih panjang. Kami masih punya banyak selebrasi yang tersisa. Semoga kami bisa mencetak lebih banyak gol dan berdansa hingga ke final. Gol ini dirayakan bukan hanya untuk kami, tetapi untuk negara kami,” kata penyerang Brasil, Vinicius Jr.
Namun, kebahagiaan itu terancam dirusak kutukan tim “Samba” di babak delapan besar. Mereka selalu mulus melalui fase grup dan babak 16 besar sejak 2006. Lalu, mereka tiba-tiba tersandung di perempat final. Mereka tiga kali takluk dari empat laga terakhir di babak itu, termasuk empat tahun lalu ketika kalah dari Belgia di edisi Rusia.
Brasil akan menantang finalis edisi turnamen sebelumnya, Kroasia, di Stadion Education City Al Rayyan, Jumat (9/12/2022) WIB. Menilik prestasi dan pengalaman, Brasil lebih diunggulkan. Koleksi trofi mereka adalah lima gelar, sama dengan jumlah gabungan trofi dari total tujuh perempat finalis lainnya.
"Brasil tetap favorit. Itu adalah kenyataannya. Mereka sangat kuat dan tim terbaik sejauh ini di Piala Dunia. Ketika Anda melihat nilai skuad mereka, itu sangat menakutkan. Kami perlu datang dengan keyakinan setinggi mungkin jika ingin mengimbangi mereka," ujar Pelatih Kroasia Zlatko Dalic.
Meskipun begitu, Kroasia, yang dipimpin gelandang veteran, Luka Modric, tidak bisa diremehkan. Mereka adalah salah satu "kuda hitam" paling berbahaya di Qatar. Mereka menjadi salah satu tim yang belum terkalahkan sejak penyisihan grup.
Kroasia juga hanya sekali kalah sejak Piala Eropa tahun lalu. Mereka bahkan memenangi duel atas juara bertahan, Perancis, di Liga Nasional Eropa pada Juni lalu. Rentetan hasil positif akan menjadi modal besar mereka menghadapi Brasil.
Kami terbiasa berlaga di permainan mengandalkan fisik seperti Liga Inggris. Itu yang akan kami tampilkan ke Brasil. Saya pikir, kami diuntungkan karena punya Modric. (Mateo Kovacic)
Tite, yang juga gugur bersama Brasil di perempat final edisi sebelumnya, sangat yakin bisa melewati kutukan. Ego besar para bintang adalah ketakutan terbesar sang pelatih. Ego itu telah melebur berkat perannya. Dia menyamaratakan status setiap pemain, tidak ada bintang ataupun cadangan.
Pria yang dikenal sebagai motivator ulung itu sukses menjadi pelatih pertama dalam sejarah Piala Dunia yang menampilkan 26 pemain dalam satu edisi turnamen. Pelatih Italia pernah melakukan hal serupa, memainkan sebanyak mungkin pemain di Piala Eropa 2020. Berkat kekeluargaan itu, Italia berhasil merajai Eropa, bahkan tanpa diduga.
Bukan sekadar pesta
Tarian samba dalam selebrasi gol Brasil bukan sekadar pesta kosong. Tarian itu adalah wujud dari kekompakan dan kebahagiaan tim. Mereka tidak peduli siapa pun yang mencetak gol, asalkan Brasil menang. Semua akan berdansa di lapangan.
Kata Tite, tarian adalah salah satu usahanya meleburkan ego para pemain. “Kami ingin beradaptasi dengan karakteristik atlet. Mereka masih muda. Saya harus bisa masuk ke bahasa mereka. Suatu hari dalam latihan, saya berkata ke Richarlison, 'jika kamu mencetak gol, saya akan menari. Tidak ada maksud menghina tim lain,” tuturnya.
Di sisi lain, Brasil sangat terdorong oleh para legenda hidup. Pencetak gol terbanyak Brasil di Qatar, Richarlison (3 gol), menyampaikannya ketika bertemu dengan sang idola, Ronaldo Nazario, setelah babak 16 besar. "Kami bermain untuk kalian (Ronaldo, Cafu, Kaka) yang datang mendukung ke sini," ujarnya.
Ikon terbesar sepak bola Brasil, Pele, tidak bisa hadir karena sedang menjalani perawatan. Namun, para pemain tidak melupakan Pele. Setelah laga versus Korsel, mereka berjalan bersama di lapangan sambil membawa banner besar tentang Pele. Tim Samba ingin menghibur sang legenda yang terbaring sakit di Sao Paulo.
Brasil tidak terkalahkan dalam empat pertemuan sebelumnya versus Kroasia (3 menang, 1 seri). Kedua tim akan bertemu lagi setelah terakhir kali bersua pada laga uji coba, Juni 2018, yang dimenangkan Brasil, 2-0.
Gelandang Kroasia, Mateo Kovacic, menjamin timnya akan memberikan perlawanan dengan gaya keras untuk membatasi kualitas individu pemain Brasil. "Kami terbiasa berlaga di permainan mengandalkan fisik seperti Liga Inggris. Itu yang akan kami tampilkan ke Brasil. Saya pikir, kami diuntungkan karena punya Modric,” kata Kovacic.
Kroasia juga akan lebih siap secara moral jika laga nanti harus ditentukan lewat adu penalti. Mereka membawa modal kemenangan adu penalti atas Jepang di 16 besar. Kiper mereka, Dominik Livakovic, mengagalkan tiga tendangan penalti di laga tersebut.
Sementara Tite bisa sedikit lega karena bek sayap kiri Alex Sandro telah kembali berlatih seusai cedera. Sang pelatih pun tidak perlu menempatkan bek tengah Eder Militao untuk mengisi kekosongan itu. (AP/REUTERS/KEL)