Qatar membangun kawasan khusus untuk pusat kebudayaan di Katara. Tidak hanya aktivitas kesenian, berada di Katara bisa juga menyaksikan kehidupan para nelayan Timur Tengah.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR dari Doha, Qatar
·4 menit baca
Jika ingin menyaksikan pementasan seni sekaligus kehidupan nelayan Arab di Qatar, pilihan utamanya adalah datang ke Katara, di Doha, Qatar. Desa Budaya Katara, begitu Pemerintah Qatar menamakan kawasan yang diresmikan pada 2010 itu.
Bangunan di Katara juga merupakan kantor dari berbagai pusat kesenian dan kebudayaan Qatar, di antaranya Qatar Philharmonic Orchestra, Qatar Fine Arts, Qatar Music Academy, dan Poet Majles.
Ketika keluar dari Stasiun Metro Katara, Selasa (6/12/2022) sore, Kompas disambut serupa alun-alun tua di Eropa. Jalannya bebatuan tidak rata dengan kolam air mancur. Saat malam, kolam itu akan terasa lebih estetik karena dilengkapi lampu sorot warna-warni.
Katara diambil dari penamaan Qatar yang muncul di peta-peta penjelajah Eropa pada abad kedelapan. “Katara” juga telah digunakan para ahli geografi yang menyusun peta Ptolemaeus pada abad kedua masehi.
Untuk menjaga nuansa budaya itu, Pemerintah Qatar menjadikan kawasan Katara seperti perkampungan Timur Tengah di masa lampau. Bangunan di sana dibangun dengan batuan kotak berwarna cokelat.
Jarak antar-bangunan di sana juga cenderung rapat. Hal itu membuat pengunjung serasa masuk ke lorong waktu menikmati berjalan di desa-desa Arab.
Satu-satunya hal yang membuat pengunjung sadar ada di abad ke-21 ialah pintu-pintu bangunan dari kaca. Bahannya bukan dari kumpulan batang pelepah pohon kurma atau kayu.
Ketika keluar dari “labirin” bangunan itu, terdapat salah satu bangunan pusat dari kompleks Katara, yaitu amphitheatre. Dengan luas 3.275 meter persegi dan bergaya Yunani kuno, tempat itu menjadi pusat penyelenggaraan acara kesenian besar di Katara. Daya tampungnya hingga 5.000 penonton.
Setelah melewati amphitheatre, pemandangan kapal-kapal kayu akan menjadi santapan mata selanjutnya. Selain punya “Desa Arab”, Katara juga dilengkapi garis pantai sepanjang 1,5 kilometer.
Nuansa kuno juga dihadirkan di kawasan pantai itu. Selain kapal-kapal kayu yang bersandar—bahkan ada pula kapal yang masih dibuat—terdapat pula barisan toko-toko khas milik nelayan. Dindingnya kayu, batang pohon menjadi tiang pancang, dan batang pelepah kurma untuk melindungi toko dari sinar matahari.
Toko-toko itu menjual sejumlah hasil laut dan kerajinan nelayan. Ada gelang dan kalung yang berbahan kerang kecil, lalu berbagai hiasan kerang berukuran besar. Tak ketinggalan, miniatur kapal kayu dan alat kemudi kapal juga dijual untuk hiasan di rumah.
Namun, ada satu hal yang membuat Kompas merasakan suasana otentik kawasan nelayan di Katara, aroma ikan asin. Benar saja, ada seorang nelayan tengah menggantungkan beberapa ikan besar yang telah dikeringkan di batang kayu sepanjang tiga meter.
Banyak wisatawan asing memfoto ikan-ikan itu. Namun, ada pula yang tidak nyaman dengan bau menyengat ikan. Mereka menutup hidung dengan kaos.
Akan tetapi, para nelayan dan penjual di kawasan pantai Katara bukan warga Qatar asli. Mereka berwajah Arab dan mengenakan thobe, pakaian khas laki-laki Qatar serupa gamis berwarna putih. Namun, umumnya berasal dari Oman.
Hassan (65), nelayan yang menyandarkan kapal kayunya di Katara mengungkapkan, berasal dari Oman. Dia sudah menjajakan hasil tangkapan ikannya di Katara sejak satu dekade terakhir. Selain itu, Hassan juga membuat kapal kayu yang ada di pantai Katara.
“Selain untuk memancing, kapal digunakan untuk mengantarkan pengunjung yang ingin menikmati Teluk Persia,” kata Hassan.
Kesenian Indonesia
Sesuai namanya, Katara menyajikan beragam pertunjukkan seni yang menampilkan kesenian beragam bangsa. Selain Arab dan India, seni dari Indonesia unjuk gigi selama Piala Dunia 2022.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), misalnya, punya pertunjukkan “Saung Angklung Udjo” di Al Ibdaa Courtyard, 18- 28 November. Ada juga ekshibisi “Kebudayaan Batik”, 1 hingga 8 Desember. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno meresmikan langsung pembukaan ekshibisi batik itu di Katara, Doha, 1 Desember.
Ali Murtado, Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial, Budaya KBRI Qatar, menuturkan, dua agenda bernuansa Indonesia merupakan wujud hubungan erat Pemerintah Indonesia dengan pengelola Desa Budaya Katara.
Tidak berhenti di Piala Dunia, Indonesia dan Qatar pun akan melanjutkan kerja sama kebudayaan dengan menggelar Tahun Kebudayaan (Year of Culture) Indonesia-Qatar, selama 2023.
“Hadirnya beragam kesenian Indonesia di Katara seperti mikraj (jalan) diplomasi budaya Indonesia. Bisa mendapat kesempatan tampil di Katara adalah wujud apresiasi kekayaan budaya kita oleh (Pemerintah) Qatar. Sebab, mereka melakukan kurasi sangat ketat sebelum mengizinkan penampilan budaya di Katara,” ujar Ali, awal pekan ini.
Salat Maghrib di Masjid Katara menjadi penyempurna satu hari berada di kawasan itu. Mata kembali dimanjakan arsitektur masjid yang indah dengan balutan keramik biru yang terinspirasi dari Istana Dolmabahce di Turki.