Kastil kokoh Inggris membawa kesuksesan di dua sisi lapangan sekaligus. Pertahanan mereka yang semula diragukan justru menjadi elemen terpenting.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Inggris baru kemasukan sekali dari permainan terbuka selama 270 menit. Kiper Pickford baru menghadapi 6 tendangan tepat sasaran.
Kunci utama pertahanan Inggris terletak di lini tengah. Dua gelandang, Jude Bellingham dan Declan Rice, memimpin dalam rerata tekel dan intersepsi.
Southgate belum memainkan senjata andalannya, yaitu formasi 3-4-3. Formasi bertipe defensif itu biasa digunakan untuk menghadapi tim besar.
AL RAYYAN, RABU-Inggris lolos ke 16 besar dengan mencatat gol terbanyak di babak grup dalam sejarah keikutsertaan mereka. Serangan “Tiga Singa” memang istimewa. Namun, jangan lupakan pertahanan mereka yang seperti kastil kokoh. Kastil itu adalah alasan utama Inggris bisa mendominasi.
Harry Kane dan rekan-rekan mengakhiri fase grup lewat kemenangan atas Wales 3-0 di Stadion Ahmad bin Ali, Kota Al Rayyan, pada Rabu (30/11/2022) dini hari WIB. Mereka melaju sebagai juara Grup B untuk bertemu runner-up Grup A Senegal di perdelapan final.
Lewat sumbangan gol dari penyerang Marcus Rashford (2) dan Phil Foden (1), Inggris mengoleksi total 9 gol di babak grup. Menurut Opta, jumlah itu merupakan terbanyak dalam sejarak keikutsertaan mereka di turnamen besar (Piala Dunia dan Piala Eropa). Gol disumbang 6 pemain berbeda.
Lini serang Inggris yang dipimpin Kane sangat istimewa. Pelatih Gareth Southgate menampilkan dua penyerang baru sebagai pemain mula versus Wales, Rasfhord dan Foden, tetapi Inggris tetap berpesta gol. Pemain yang digantikan, Bukayo Saka dan Raheem Sterling, juga sudah mengoleksi 3 gol.
Kami bertahan dengan brilian. Mereka tidak punya kesempatan sehingga kami hanya menunggu waktu untuk menyudahi laga saat peluang datang.
Namun, pondasi kemenangan itu sebenarnya berawal dari pertahanan. “Kami bertahan dengan brilian. Mereka tidak punya kesempatan sehingga kami hanya menunggu waktu untuk menyudahi laga saat peluang datang,” ucap Rashford yang mencetak total 3 gol hanya dari 107 menit.
Inggris baru kemasukan 2 gol dari 3 laga grup. Salah satunya berasal dari penalti ketika bertemu Iran. Pertahanan yang dikawal duet Harry Maguire dan John Stones itu tidak pernah kemasukan lebih dulu. Istimewanya, kiper Jordan Pickford baru menghadapi 6 tembakan tepat sasaran.
Realitas di pertahanan itu agak kontradiktif jika dibandingkan dengan keraguan publik Inggris sebelumnya. Banyak pendukung tidak setuju dengan keputusan Southgate memanggil Maguire ketimbang Fikayo Tomori. Maguire jarang mendapat kesempatan bermain di Manchester United musim ini.
Namun, sebenarnya Maguire dan Stones tidak mendapat beban terlalu berat untuk bertahan selama fase grup. Dua bek yang sudah tampil bersama di Piala Dunia Rusia 2018 itu lebih banyak bertugas menyapu bola atas dan menjaga kedalaman.
Kastil kokoh Inggris bermula dari lini depan dan difokuskan di lini tengah. Seperti tim dengan gaya main modern lain, Southgate menginginkan anak asuhnya menekan lawan setinggi mungkin saat kehilangan bola. Terbukti dua gelandang Inggris memimpin dalam rerata jumlah tekel (2,3 kali/ Jude Bellingham) dan intersepsi (2,3 kali/Declan Rice).
Di laga versus Wales, gol kedua Inggris bahkan berasal dari jebakan pertahanan tinggi. Lima pemain sekaligus menekan sampai sepertiga akhir Wales. Rashford berhasil menekel pemain lawan. Lalu, hanya butuh dua sentuhan dari Kane dan Foden untuk menjadi gol.
“Kami memenangi banyak bola di lapangan lawan. Itu adalah kunci bagi kami untuk terus menyerang dan menjaga mereka tidak berkembang. Hendo (Jordan Henderson) menghadirkan intensitas tinggi saat bertahan. Saya dan Dec (Rice) menjadi semakin agresif berkat itu,” kata Bellingham.
Henderson untuk pertama kali menjadi pemain mula, menggantikan gelandang serang Mason Mount. Formasi Inggris berubah dari 4-2-3-1 jadi 4-3-3. Tiga gelandang sejajar dengan daya jelajah tinggi membuat tekanan Inggris jauh lebih intens saat tanpa bola.
Berkat pertahanan reaktif itu juga, Inggris bisa lebih mendominasi permainan. Mereka menguasai bola rerata 62,2 persen. Catatan itu meninggalkan tim pesaing lain. Hanya Amerika Serikat yang terdekat dengan rerata 51,5 persen.
Kastil kokoh sangat dibutuhkan Inggris di babak gugur. Mereka terhenti di semifinal Rusia 2018 karena gagal mempertahankan keunggulan setelah memimpin 1-0 melawan Kroasia. Pertahanan mereka kurang konsisten, sepanjang turnamen Pickford hanya mencatat sekali nirbobol dari 7 laga.
Menariknya, Southgate masih menyimpan senjata rahasianya di Qatar. Sang pelatih belum menampilkan strategi andalan bertipe defensif, 3-4-3, yang biasa dipakai melawan tim besar. Inggris belum bertemu lawan dengan kualitas tim juara sejauh ini.
Di sisi lain, Stones dan Maguire lebih dimanfaatkan untuk menjadi pengatur serangan dari bawah. Keduanya memimpin jumlah rerata umpan sukses Inggris, Stones (96,7 kali) dan Maguire (79,7 kali). Mereka juga sama-sama menghasilkan umpan jauh terbanyak, 7,7 kali.
“Saya sangat senang dengan cara kami membangun serangan dari belakang. Mereka (Stones dan Maguire) membuat serangan kami sulit untuk dibendung. Kami memiliki masalah dengan itu di masa lalu. Saya berpikir orang kurang menghargai betapa bagusnya mereka,” kata Southgate.
Kecemerlangan AS
Amerika Serikat sukses mendampingi Inggris lolos dari Grup B. Mereka menjadi runner-up grup setelah mengudeta posisi Iran lewat kemenangan tipis 1-0. Gol penyerang Chelsea, Christian Pulisic, menandakan kembalinya mereka ke babak gugur setelah absen di turnamen sebelumnya.
Sama seperti Inggris, AS juga memperlihatkan pertahanan kokoh selama babak grup. Mereka baru kemasukan sekali dari tiga laga, yaitu dari penalti penyerang Wales Gareth Bale. Kiper Matt Turner belum pernah dibobol dari permainan terbuka.
Pendekatan bermain tim pelatih Gregg Berhalter sangat menarik. Mereka mampu menekan lawan dengan pertahanan tinggi dan sangat agresif sepanjang 90 menit. Semua itu berkat keunggulan fisik para pemain muda mereka. Tim AS merupakan tim termuda kedua di Qatar, 25,2 tahun.
“Kami berhasil menunjukkan kualitas permainan dan determinasi tinggi. Anak-anak bekerja keras, memberikan segalanya agar kami bisa menuju babak selanjutnya tanpa satu kekalahan pun,” ucap Berhalter yang merupakan pelatih debutan di Piala Dunia.
Gaya agresif itu akan menjadi modal AS untuk menghadapi juara Grup A Belanda. Pulisic dan rekan-rekan sepatutnya tidak takut. Mereka adalah salah satu tim paling agresif di turnamen kali ini, jauh meninggalkan Belanda yang belum menemukan roh “Total Football”. (AP/REUTERS)