Misi IADO Kawal Atlet Berprestasi Murni Tanpa Doping
Penandatanganan nota kesepahaman antara Organisasi Anti-Doping Indonesia atau IADO dan sejumlah induk organisasi olahraga agar memudahkan menjangkau data atlet untuk pengawasan dan tes doping.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Anti-Doping Indonesia atau IADO akan rutin mengawasi atlet dalam negeri. Sebagai langkah awal, IADO melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MOU dengan sejumlah induk organisasi olahraga nasional di Jakarta, Rabu (30/11/2022). MOU ini akan memudahkan IADO menjangkau data atlet untuk pengawasan dan tes doping.
Sejumlah induk organisasi tersebut, yakni Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Pengurus Besar Wushu Indonesia (PBWI), Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI), Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI), Persatuan Angkat Berat Seluruh Indonesia (PABSI), Komite Nasional Paralimpiade Indonesia (NPC), dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Tes doping akan menyasar atlet berprestasi, misalnya juara dan pemecah rekor. IADO akan menggunakan data dari induk organisasinya sebagai acuan.
”Tes doping akan menyasar atlet berprestasi, misalnya juara dan pemecah rekor. IADO akan menggunakan data dari induk organisasinya sebagai acuan,” kata Ketua Umum IADO Gatot S Dewa Broto kepada Kompas.
IADO melakukan dua metode dalam melakukan tes doping, yakni tes saat turnamen dan tes di luar turnamen. Tes saat turnamen ini dilakukan kepada atlet yang sedang bertanding pada kejuaraan level internasional dan kejuaraan nasional skala besar. Tim IADO akan memilih sampel dari atlet untuk dilakukan tes.
”Sampel tersebut akan kami kirim ke laboratorium yang ditentukan WADA (Badan Anti-Doping Dunia). Setelah 21 hari, hasilnya keluar langsung dikirimkan kembali kepada atlet sehingga kemurnian hasil tes tetap terjaga,” kata Gatot.
Dia mencontohkan, Kejuaraan Dunia Wushu Junior 2022 yang akan digelar di Tangerang, Banten, tim IADO akan melakukan tes doping pada atlet lokal dan mancanegara. Sebelumnya, IADO juga sempat melakukan tes doping pada empat atlet di kejuaraan dunia panjat tebing di Jakarta, September 2022. Hasil yang keluar pada 19 Oktober tersebut menunjukan atlet dari empat negara berbeda menunjukkan negatif doping.
Selain itu, ada pula tes yang dilakukan di luar turnamen, yakni kepada atlet yang dicurigai IADO. Para atlet yang telah dipantau sebelumnya melalui induk organisasinya akan dilakukan tes secara mendadak. Menurut Gatot, dalam praktik metode ini memerlukan komunikasi yang baik dengan induk organisasi atlet.
Gatot melanjutkan, MOU ini merupakan langkah awal dalam membangun komunikasi IADO dengan semua induk organisasi olahraga di Indonesia yang kerap kali silang pendapat. Apalagi, ancaman sanksi dari WADA tidak hanya saat atlet terbukti menggunakan doping, tetapi juga ketika pengurus, pelatih, serta tenaga medis federasi menghalangi proses tes.
Menurut dia, sejatinya pengurus induk organisasi biasanya terbuka bekerja sama saat tes doping. Akan tetapi, dalam situasi tertentu, mereka kesulitan dalam akses informasi dan melakukan tes doping. ”WADA memiliki indikator, jika IADO kesulitan melakukan tes doping, hal itu bisa menjadi temuan dan alasan menghukum kembali olahraga Indonesia,” ujar Gatot.
Gatot menuturkan, ada 11 aturan antidoping yang tidak boleh dilanggar oleh atlet dan tim pendukung (pengurus organisasi, pelatih/manajer, serta tenaga medis). Dimulai dari adanya zat terlarang dalam sampel darah atau urine (presence), penggunaan atau percobaan penggunaan zat terlarang atau metode terlarang (use), menghindari atau menolak pengumpulan sampel (evasion), keberadaan sulit diketahui (whereabouts failures), dan merusak atau mencoba merusak bagian dari kontrol doping (tampering).
Kemudian, kepemilikan zat terlarang atau cara terlarang tanpa alasan yang bisa diterima (possession), memperdagangkan atau mencoba menjual zat terlarang atau metode terlarang (trafficking), pemberian atau percobaan pemberian zat terlarang atau cara yang dilarang kepada atlet (administration to an athlete), membantu, mendorong, bersekongkol, atau menutup-nutupi segala kegiatan yang melanggar (complicity), dan berasosiasi dengan pihak yang tidak memenuhi syarat (prohibited association). Terakhir, melarang atau mengancam terhadap pelaporan kepada pihak berwenang dengan itikad baik (discourage or retaliate).
Ketua Umum KOI Raja Sapta Oktohari mengatakan, keberadaan IADO sebagai reformasi lembaga anti-doping di dalam negeri. Apalagi, menurut dia, sanksi yang diterima Indonesia dari WADA karena buruknya pengelolaan organisasi antidoping di Indonesia.
Raja yang juga sempat menjadi Ketua Satgas Percepatan Penyelesaian Sanksi WADA mengungkapkan, alasan utama indonesia dijatuhi sanksi bukan semata-mata penggunaan doping atlet, tetapi akibat tidak adanya lembaga antidoping resmi. ”Bahkan, ketika kami cek di Kemenkumham, LADI justru terdaftar sebagai nama lembaga lain,” kata Raja.
Adapun Menteri Pemuda Olahraga Zainudin Amali yang membuka seminar dan acara MOU mengharapkan kehadiran IADO melahirkan prestasi murni bagi olahraga Indonesia. Menurut dia, IADO akan mendukung pemerintah mencapai target dalam Desain Besar Olahraga Nasional. ”Sehingga ketika kerja IADO berjalan benar, cita-cita meraih prestasi melalui pembinaan dan kerja keras bisa terwujud,” ujar Zainudin.