Mario Lawalata bernazar akan mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, dengan mengenakan celana bercorak oranye Belanda dan menambah tato bintang di atas tato logo Singa Belanda di betisnya.
Oleh
Stephanus Aranditio
·2 menit baca
Meski jadi penggemar berat tim Belanda, Mario Lawalata tak mau berekspektasi terlalu tinggi kepada tim Oranye ini di Piala Dunia 2022 Qatar. Dia meyakini, capaian tertinggi Belanda ini adalah semifinal.
Aktor berusia 42 tahun itu melihat permainan Belanda pada pertandingan perdana melawan Senegal, Senin (21/11), belum meyakinkan. Suporter dipaksa tegang hingga gol pertama pemecah kebuntuan tercipta pada menit ke-80 melalui sundulan Cody Gakpo.
”Kami beruntung Sadio Mane tidak main, tetapi pertandingan ini sesuai dengan ekspektasi dan layak menang. Ini awal yang bagus untuk kami. Target realistisnya semifinal, cuma agak ngeri kalau quarter final bertemu Argentina,” kata Mario seusai nonton bareng Oranje Indonesia di Triboon Hub, Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
Faktor skuad yang dihuni mayoritas pemain muda dan sempat absen pada Piala Dunia 2018 Rusia membuat Mario mencoba realistis. Dia tidak terlalu menaruh harapan tinggi kepada Belanda dengan hanya berharap tim asuhan Louis van Gaal itu mampu melaju sampai ke semifinal.
Namun, jika Virgil van Dijk dan kawan-kawan berhasil mengangkat trofi emas, Mario bernazar akan mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, dengan mengenakan celana bercorak oranye Belanda dan menambah tato bintang di atas tato logo Singa Belanda di betisnya.
”Ini nazar sejak 2010 karena saya yakin pasti suatu hari Belanda pasti juara Piala Dunia. Semoga tahun ini,” ujarnya.
Pria keturunan Kanada dan Ambon ini mengaku sudah mencintai Belanda sejak 1988 ketika trio Belanda: Marco van Basten, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard, berhasil membawa Belanda menjuarai Piala Eropa. Sejak saat itu, tidak ada lagi piala yang diraih Belanda hingga dijuluki tim juara tanpa mahkota. Ambon sendiri dikenal sebagai daerah yang banyak mendukung timnas Belanda setelah timnas Indonesia.
”Saya suka Belanda sejak 1988 era trio Belanda. Meski tanpa mahkota, saya tetep cinta karena total football-nya yang tidak membosankan, permainan cantiknya, tidak pasif atau bertahan,” ujar Mario.