Dengan menghabiskan 220 miliar dollar AS sebagai pesta bola termahal sepanjang masa, Piala Dunia Qatar 2022 juga tidak ramah bagi kantong suporter dari kelas menengah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
Dengan menghabiskan 220 miliar dollar AS atau Rp 3.344 triliun, Piala Dunia Qatar 2022 menjadi yang termahal sepanjang 22 edisi pesta bola terakbar tersebut. Angka itu hampir 15 kali lipat daripada Piala Dunia Brasil 2014 yang termahal kedua senilai 15 miliar dollar AS.
Bahkan, biaya pesta bola terakbar di negeri kaya minyak dan gas bumi itu melampaui belanja negara Indonesia 2023 yang belum lama disepakati senilai Rp 3.061 triliun. Biaya penyelenggaraan 220 miliar dollar AS itu mungkin cukup lama baru bisa dipecahkan olah calon tuan rumah baru.
Menghabiskan lebih dari nilai setahun belanja Indonesia mungkin tidak menjadi masalah bagi Qatar, dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita terkuat keempat di dunia. Menurut catatan Bank Dunia, nilainya 93.508 dollar AS, di bawah Irlandia, Singapura, dan Luxemburg. Indonesia di urutan 101 dengan nilai PDB per kapita 12.222 dollar AS.
Situasi kemahalan itulah yang setidaknya memengaruhi pesta bola yang dibuka dengan laga Grup A antara tuan rumah Qatar melawan Ekuador, Minggu (20/11/2022) pukul 23.00 WIB.
Persiapan yang telah dilaksanakan tuan rumah setelah Piala Dunia Afrika Selatan 2010 itu berujung “kesulitan” bagi pengunjung atau fans sepak bola. Tiket pertandingan kali ini lebih tinggi 40 persen daripada Rusia 2018.
Menurut studi Keller Sport, harga tiket laga di Rusia rata-rata 214 poundsterling atau 339 dollar AS per orang. Namun, di Qatar yang rerata harga tiket per orang mencapai 684 poundsterling atau 812 dollar AS, naik 2-3 kali lipat.
Dari studi perusahaan apparel olahraga berbasis di Munchen, Jerman, karcis pesta bola Qatar menjadi yang termahal dalam 20 tahun terakhir piala dunia. Tiket final lebih tinggi 59 persen dibandingkan dengan partai puncak pesta bola sebelumnya.
“Inilah piala dunia termahal yang pernah ada,” tulis studi itu. Konstruksi enam stadion baru dan renovasi di dua stadion lainnya sudah menyedot anggaran 3 miliar dollar AS atau 1,36 persen dari total pengeluaran 220 miliar dollar AS. Pengeluaran lebih banyak untuk pengembangan prasarana dan sarana di Ibu Kota Doha, misalnya jalur transportasi umum terpadu, bandar udara, pelabuhan, pusat belanja, perhotelan, rumah sakit, dan residensial termasuk yang mewah.
FIFA tidak mempersoalkan pengeluaran luar biasa Qatar untuk memastikan keikutsertaan perdana tim nasional berjuluk Si Marun itu di piala dunia. Ini juga pesta bola terakbar kedua di Asia setelah Korea-Jepang 2002, dan menjadi yang pertama di Timur Tengah. FIFA cuma mengklaim 3 juta tiket di delapan stadion yang mencakup seluruh laga pada 20 November-18 Desember 2022 telah ludes terjual. Pengunjung internasional diperkirakan 1,2 juta jiwa.
Sejauh ini, tiket Piala Dunia Jerman 2006 dianggap sebagai yang paling terjangkau dalam dua dekade. Karcis untuk menonton laga sepak bola senilai 100 poundsterling, dan tiket laga final di Stadion Olimpiade Berlin antara Italia dan Perancis saat itu rata-rata seharga 221 poundsterling.
Dua hari jelang sepak mula, FIFA dan Qatar mengeraskan kebijakan yakni larangan penjualan bir atau minuman beralkohol di sekitar delapan stadion. FIFA berdalih, perubahan mendadak itu atas permintaan Qatar dengan hukum Islam yang ketat termasuk peredaran dan konsumsi minuman beralkohol. Fans yang dianggap bertindak asusila terutama perempuan yang memperlihatkan tubuh juga terancam hukuman terkait hukum di negeri konservatif itu.
The Times menilai, perubahan mendadak itu merupakan intervensi dari keluarga Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani yang memerintah negeri berpopulasi 2,93 juta jiwa itu, yang setara dengan populasi Surabaya, ibu kota Jawa Timur. Keputusan itu bisa berdampak terhadap FIFA yang sudah menjalin kerja sama dengan sponsor AB InBev, produsen bir. Fans sepak bola diperingatkan agar waspada dan memerhatikan potensi perubahan kebijakan selama turnamen.
FIFA menyatakan, minuman beralkohol cuma tersedia di zona fans. Selain itu, ruang VIP di stadion atas seizin dan pengawasan FIFA, zona fans yang privat atau eksklusif, dan 35 hotel dan bar yang telah mendapat izin serta dalam pengawasan otoritas Qatar. Perubahan ini mendapat kritik pedas dari Asosiasi Suporter Sepak Bola Inggris (FSA). Perubahan mendadak mencerminkan ada masalah besar di Qatar. Fans jelas dirugikan karena potensi perubahan kebijakan tidak diumumkan atau dikomunikasikan oleh penyelenggara.
Padahal belasan tenda penjualan bir telah didirikan di sekitar stadion pembukaan laga antara Qatar dan Ekuador. FIFA dan Qatar dianggap telah mencederai semangat piala dunia yang terbuka. Perubahan mendadak tanpa penjelasan itu tidak akan mengompensasi misalnya kebijakan yang mungkin saja baik dalam akomodasi, transportasi, dan budaya.
CEO Piala Dunia Qatar 2022 Naser Al-Khater beberapa waktu lalu mengatakan, ketersediaan bir atau minuman beralkohol menjadi tantangan yang dianggap negeri itu tidak adil. “Ada kesalahpahaman tentang penjualan alkohol di stadion,” ujarnya. Naser mengklaim, penyelenggara tetap berusaha mewujudkan piala dunia yang tak berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya.
Padahal, FIFA mendapat setidaknya 10 juta dollar AS per tahun dari kerja sama kontrak dengan AB InBev, produsen bir dunia dengan merek Budweiser. “Penyelenggara mengapresiasi AB InBev yang memahami dan akan melanjutkan komitmen bagi siapa saja selama Piala Dunia Qatar 2022,” tulis FIFA.
Ashley Brown dari Free Lions FSA mengatakan, tak lebih dari 4.000 pendukung Tiga Singa yang akan berangkat ke Qatar. Biaya perjalanan yang terlalu mahal bagi para pendukung yang kebanyakan kelas menengah mengakibatkan banyak fans memilih tidak berangkat. Biaya tinggi di Qatar dikritik sebab piala dunia menjadi ajang yang hanya bisa dinikmati oleh kaum kaya.
Brown menyontohkan, akomodasi per malam menyentuh 400 poundsterling atau setara Rp 6,8 juta. Hak siar dari pengelola hotel, apartemen, vila juga mencapai 24.000 poundsterling atau Rp 408 juta. Para turis yang tidak punya tiket ke stadion juga terancam gagal menonton di layar kaca di penginapan.
Selain itu, hukum di Qatar membatasi aktivitas fans dalam mencari dan menikmati hiburan. Misalnya, membuang sampah merupakan kejahatan yang dapat membuat seseorang didenda amat besar atau penjara 1 tahun. Berpakaian tidak sopan atau bermesraan di tempat publik juga dianggap kejahatan. “Pembatasan ketat menjadikan piala dunia ini sekadar turnamen yang tidak melibatkan masyarakat sepak bola,” kata Brown.