Terbengkalainya stadion Piala Dunia di Brasil dan Afrika Selatan tidak akan terulang di Qatar. Di tengah pembangunan yang ambisius, Qatar telah merancang detail masa depan arena-arena Piala Dunia 2022.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR dari Doha, Qatar
·6 menit baca
Alih-alih mempertahankan kursi yang berkapasitas 40.000 tempat duduk, Stadion Education City akan mengalami pengurangan kapasitas setelah Piala Dunia dengan hanya 20.000 tempat duduk.
Agar tidak sia-sia, Qatar juga ”menghilangkan” satu stadion setelah Piala Dunia rampung, yaitu Stadion 974. Materi kontainer yang menjadi bagian utama stadion itu akan dibongkar untuk keperluan lain.
Pemerintah Qatar juga telah berkomitmen untuk memberikan perlengkapan stadion yang tidak mereka gunakan untuk dihibahkan ke negara lain, terutama di kawasan Afrika dan Amerika Selatan.
Qatar tidak mengejar popularitas, gengsi, ataupun keuntungan materi dari penyelenggaraan Piala Dunia 2022. Di balik itu semua, negara Timur Tengah itu memiliki misi tersirat yang tidak dipikirkan oleh dunia. Mereka ingin mengakhiri ”kutukan” tiga tuan rumah terakhir yang gagal menjaga keberlangsungan fungsi stadion yang dibangun untuk Piala Dunia.
Untuk itu, Supreme Committee for Delivery and Legacy (SC), badan yang dibentuk pemerintah Qatar untuk mempersiapkan Piala Dunia 2022, tidak hanya membangun stadion berstandar FIFA dengan teknologi mutakhir. Mereka juga memikirkan masa depan arena-arena itu agar nantinya tidak menjadi beban bagi negara.
SC pun menentukan dengan cermat materi kontruksi yang digunakan untuk stadion yang dibangun. Sekretaris Jenderal SC Hassan al-Thawadi mengatakan, pihaknya hanya menggunakan materi fisik stadion dari bahan yang tahan lama dan bisa didaur ulang. ”Kami telah menyiapkan rencana guna memastikan turnamen (Piala Dunia) tidak meninggalkan gedung mangkrak,” kata Al-Thawadi dilansir Doha News.
Mayoritas stadion di Afrika Selatan dan Brasil terbengkalai dan menjadi proyek sia-sia karena tidak memiliki dampak bagi masyarakat seusai Piala Dunia. Di Rusia pun, mereka kesulitan mengeluarkan biaya pemeliharaan stadion Piala Dunia 2018 yang terlampau besar. Untuk itu, Qatar telah mempersiapkan agar stadion yang telah mereka bangun tak lekang oleh waktu. Setelah Piala Dunia berakhir, Qatar akan kembali memulai proyek pembangunan stadion yang fokus pada ”renovasi” untuk menyesuaikan kebutuhan publik Qatar.
Heriadi Joewono, salah satu arsitek ASTAD yang mendesain rencana awal pembangunan Stadion Education City, mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan beberapa rencana aksi agar stadion itu bisa memberikan manfaat bagi komunitas. Sebagai contoh, alih-alih mempertahankan kursi yang berkapasitas 40.000 tempat duduk, Stadion Education City akan mengalami pengurangan kapasitas setelah Piala Dunia dengan hanya 20.000 tempat duduk.
Perubahan itu menyesuaikan fungsi awal Stadion Education City yang pembangunannya sudah dirancang sebelum Qatar memenangi pencalonan tuan rumah Piala Dunia 2022, November 2010. Stadion itu akan difungsikan sebagai fasilitas penunjang belajar di kawasan itu.
Nantinya, Stadion Education tidak hanya digunakan sebagai lapangan sepak bola. Bagian tribune teratas stadion itu akan diubah menjadi trek lari. ”Kami telah menyiapkan rencana untuk menjadikan stadion itu sebagai arena fasilitas sekolah dan universitas di kawasan Education City. Kami tidak akan mempertahankan desain stadion saat ini karena itu membutuhkan ongkos pemeliharaan yang besar,” kata Heriadi.
Pemangkasan tribune stadion tidak hanya akan dilakukan di Stadion Education City, melainkan juga di tujuh dari delapan stadion megah di empat kota di Qatar. Total ada sekitar 170.000 kursi stadion yang akan dikorbankan.
Dengan kondisi itu, maka tujuh stadion baru untuk Piala Dunia 2022, kecuali Stadion Internasional Khalifa, akan memiliki rerata 20.000 tempat duduk. Jumlah itu dianggap sesuai kebutuhan Qatar, termasuk jika mereka akan menyelenggarakan Piala Asia 2023 serta turnamen sepak bola internasional lainnya di masa depan.
Seusai Piala Dunia, hanya dua klub di Liga Qatar yang dipastikan akan memakai stadion Piala Dunia. Mereka adalah Al Rayyan yang akan menempati Stadion Ahmad bin Ali, kemudian Al Wakrah yang akan memakai Stasiun Al Janoub mulai musim depan.
Agar tidak sia-sia, Qatar juga ”menghilangkan” satu stadion setelah Piala Dunia rampung, yaitu Stadion 974. Materi kontainer yang menjadi bagian utama stadion itu akan dibongkar untuk keperluan lain. Adapun lokasi stadion akan digunakan sebagai tempat pengembangan bisnis di kawasan tepi laut.
Kami akan memberikan sisa perlengkapan stadion ke negara-negara berkembang yang tengah membangun fasilitas olahraga agar kecintaan pada olahraga semakin masif menyebar di seluruh dunia.
Hal serupa, di antaranya, juga akan diberlakukan di Stadion Lusail. Stadion lokasi final dengan kapasitas terbesar di Qatar itu akan diubah menjadi ruang publik. Stadion itu akan dijadikan unit perumahan, toko, kafe, sekolah, dan fasilitas medis.
Adapun Stadion Al Bayt akan diubah menjadi pusat ekonomi baru di kawasan kota Al Khor. Pemerintah Qatar berencana membangun hotel bintang lima dan mal di lokasi stadion itu saat ini. Rencana itu bisa dilakukan tanpa meruntuhkan stadion karena Al Bayt dirancang dengan atap tertutup. Tidak seperti mayoritas stadion yang memakai atap melingkar, atap Al Bayt menyerupai tenda jika dilihat dari kejauhan.
Akan dihibahkan
Stadion Piala Dunia sejatinya juga tidak hanya akan bermanfaat bagi Qatar. Pemerintah Qatar juga telah berkomitmen untuk memberikan perlengkapan stadion yang tidak mereka gunakan untuk dihibahkan ke negara lain, terutama di kawasan Afrika dan Amerika Selatan.
”Kami akan memberikan sisa perlengkapan stadion ke negara-negara berkembang yang tengah membangun fasilitas olahraga agar kecintaan pada olahraga semakin masif menyebar di seluruh dunia,” ucap Ali al-Dosari, salah satu direktur pembangunan stadion SC.
Menurut data SC, sudah terdapat 22 proyek stadion baru di negara-negara Afrika dan Amerika Selatan yang sudah bersedia menampung kursi bekas dari stadion Piala Dunia Qatar.
Qatar benar-benar menjadikan pelajaran apa yang telah terjadi di tiga penyelenggaraan Piala Dunia sebelumnya. Pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, contohnya, dari 10 stadium yang menjadi lokasi laga-laga tim nasional terbaik di dunia, hanya satu yang masih digunakan hingga saat ini, yaitu Soccer City di Johannesburg. Tim raksasa Liga Afrika Selatan, Kaizer Chief, melanjutkan estafet fungsi stadion sepak bola yang berkapasitas sekitar 94.000 tempat duduk itu.
Sementara sembilan stadion lainnya tidak bermanfaat bagi Afrika Selatan karena tidak pernah lagi digunakan untuk duel sepak bola maupun olahraga populer lain di Afsel, salah satunya rugbi. Beberapa stadion bahkan sudah terbengkalai secara fisik karena pemerintah kesulitan untuk menganggarkan dana pemeliharaan di sembilan stadion itu.
Hal serupa juga terjadi di Brasil. Setelah menyelenggarakan Piala Dunia mayoritas stadion juga menjadi proyek “gajah putih”, istilah yang merujuk bangunan raksasa yang mangkrak. Dari sepuluh stadion yang direnovasi dan dibangun untuk Piala Dunia 2014, kini hanya tersisa dua stadion yang masih rutin untuk pertandingan sepak bola. Kedua stadion itu adalah Stadion Maracana di Rio de Janeiro, lalu Arena Corinthians di Sao Paulo.
Sementara nasib dari 12 stadion di Rusia 2018 masih lebih baik dari Afrika Selatan dan Brasil. Sebab, ada delapan stadion yang masih digunakan tim-tim di Liga Primer Rusia. Hanya saja, mayoritas klub dan pemerintah daerah kesulitan keuangan untuk memenuhi biaya pemeliharaan. Demi menutup kewajiban itu, mayoritas stadion, kecuali Stadion Luzhniki yang digunakan tim nasional Rusia, dibuka untuk umum guna menyelenggarakan acara di luar olahraga, seperti pameran, fashion show, hingga pernikahan.
Tiga contoh dari penyelenggaraan terakhir itu membuat Qatar tidak ingin jatuh di lubang yang sama, apalagi Qatar berbeda dengan Brasil dan Rusia karena tidak memiliki sejarah panjang dalam penyelenggaraan liga sepak bola. Stadion sisa Piala Dunia Qatar terlalu besar untuk dua divisi Liga Qatar yang hanya memiliki 20 klub profesional.
Mereka pun tidak punya tradisi pendukung fanatik berupa ribuan orang yang hadir di hari pertandingan. Tim sekelas Al Sadd, yang menguasai 16 gelar juara Liga Qatar, hanya disaksikan ratusan orang pada laga kandang mereka.
Qatar ingin menjadi teladan bagi tuan rumah Piala Dunia lainnya. Mereka membuktikan Piala Dunia bukanlah perlombaan untuk membangun stadion mewah. Poin utamanya, Piala Dunia adalah perayaan olahraga bersama yang harus menghadirkan dampak positif selama dan sesudah turnamen berlangsung.