Tensi "Panas" dari Luar Arena
Grup B adalah "grup neraka" yang tidak hanya menyajikan adu kualitas di lapangan hijau. Lebih dari itu, nuansa rivalitas politik juga akan memanaskan persaingan di grup itu.
- Empat penghuni Grup B, yakni Inggris, Amerika Serikat, Iran, dan Wales berada di 20 besar peringkat FIFA.
- Kecuali relasi Inggris dan AS, hubungan politik antar-anggota grup B cukup panas.
- TIm AS sudah berada di Qatar sejak 10 November untuk pemusatan latihan.
Jika melihat ranking FIFA terkini, Grup B pantas disebut ”grup neraka” di Piala Dunia Qatar 2022. Keempat tim, yakni Inggris, Amerika Serikat, Iran, dan Wales, adalah satu-satunya grup yang berisi empat tim yang berada di 20 besar peringkat FIFA edisi Oktober 2022.
Meski secara kualitas pemain, Inggris unggul segalanya dari AS, Iran, dan Wales, tensi ”panas” di Grup B justru akan lebih terasa dari luar lapangan. Kondisi itu disebabkan sejarah hubungan geopolitik keempat negara itu yang tidak baik, kecuali relasi Inggris dengan AS.
Inggris dan AS memiliki hubungan istimewa yang membangun tatanan sosial, politik, dan ekonomi di dunia setelah Perang Dunia II. Meskipun di sepak bola, kedua negara masih berdebat keras soal penyebutan istilah ”soccer” untuk sepak bola yang digunakan AS, alih-alih kata ”football”. Sebutan ”football” bagi publik AS identik dengan olahraga khas mereka, American football.
Baca juga: Tantangan Inggris Runtuhkan Tembok "8 Besar"
Sementara itu, Inggris punya hubungan diplomatik yang beku dengan Iran. Relasi Inggris-Iran selalu panas sejak Revolusi Islam Iran di tahun 1979. Konflik kedua negara berlanjut dengan kontroversi nuklir Iran yang digaungkan AS dan Inggris, hingga gerakan anti-diskriminasi yang diinisiasi golongan muda Iran dalam beberapa tahun terakhir.
Adapun publik Wales sangat haram mendukung Inggris. Citra Kerajaan Inggris terlihat buruk di mata publik Wales. Situasi itu didasari beragam penderitaan yang dialami masyarakat Wales sejak ratusan tahun silam. Warga Wales menganggap Inggris telah menguras sumber daya alam mereka, sehingga melahirkan sentimen anti-Inggris.
Di dunia olahraga, sentimen itu muncul pertama kali pada duel rugbi kedua negara di dekade 1970-an. Setelah itu, pendukung tim nasional sepak bola Wales setia memihak lawan-lawan Inggris ketika berlaga di turnamen utama, seperti Piala Eropa dan Piala Dunia.
Pelatih Inggris Gareth Southgate menganggap Iran, AS, dan Wales akan memberikan perlawanan sengit bagi anak asuhannya.
Baca juga: Membaca Isis Kepala Southgate dari 26 Pemain Inggris untuk Piala Dunia 2022
”Grup kami adalah grup terkuat berdasarkan peringkat (FIFA). Kami memang sempat mengalami tren hasil buruk, tetapi kami tahu kemampuan kami yang sebenarnya karena telah menembus semifinal (Piala Dunia 2018) dan final (Piala Eropa 2020),” ujar Southgate seperti dilansir Daily Mail.
Pelatih berusia 52 tahun itu mengakui, persaingan di Grup B juga akan dipengaruhi tensi politik yang panas antar-kontestan di grup itu. Ia menilai, atmosfer panas yang didasari relasi politik negara di Grup B perlu ditanggapi dengan cermat oleh dirinya.
”Saya rasa harus ada keseimbangan. Tugas utama kami adalah menciptakan tim sepak bola yang bagus, dan kami berharap dengan timnas ini bisa memberikan efek di luar sepak bola. Kami juga melakukan banyak riset untuk menyampaikan sikap tegas tim ini pada beberapa isu yang melibatkan negara-negara di grup ini,” katanya.
Laga paling politis
Selain itu, AS dan Iran pernah menghadirkan pertandingan Piala Dunia paling politis yang tercipta di Grup F babak penyisihan Perancis 1998. Pertemuan yang dimenangi Iran, 2-1, sempat terasa ”panas” karena adanya larangan dari Pemerintah Iran agar para pemain mereka tidak melakukan jabat tangan dengan pemain AS di awal laga.
Grup kami adalah grup terkuat berdasarkan peringkat (FIFA). Kami memang sempat mengalami tren hasil buruk, tetapi kami tahu kemampuan kami yang sebenarnya karena telah menembus semifinal (Piala Dunia 2018) dan final (Piala Eropa 2020).
Meski dilarang berjabat tangan, pemain Iran pun melakukan inisiatif untuk memberikan bunga mawar putih kepada pemain AS. Bunga itu adalah simbol dari perdamaian.
”Yang membuat Grup B menarik adalah tensi yang melebihi tingkat negara, tetapi juga telah menyebar di tingkat masyarakat umum. Olahraga dan politik adalah stimulan untuk menimbulkan rasa kebanggaan nasional, sehingga kemenangan yang diraih tim-tim di Grup B akan memunculkan perasaan baik bagi publik dan narasi nasional tentang kisah heroik,” kata Thomas Ameyaw-Brobbery, dosen Fakultas Bisnis dan Hukum Universitas Metropolitan Manchester, Inggris, dalam jurnal Global Policy edisi Mei 2022.
Iran menjadi salah satu tim Asia yang paling ambisius pada Piala Dunia 2022. Setelah menjadi wakil Asia pertama yang memastikan tempat di Qatar, Iran mengontrak kembali Carlos Queiroz pada September 2022. Pelatih asal Portugal itu akan menjalani Piala Dunia ketiganya menangani ”Team Melli” setelah Brasil 2014 dan Rusia 2018.
Dengan pengalaman itu, Queiroz yakin Iran bisa mencetak sejarah di Qatar. Team Melli tidak pernah lolos dari fase grup pada lima partisipasi Piala Dunia sebelumnya.
”Kami terus menunjukkan perkembangan. Saya pikir Iran dan Jepang adalah tim Asia yang memiliki kualitas untuk bersaing di babak penyisihan,” tutur Queiroz seperti dikutip Shargh Daily.
Gregg Berhalter, Pelatih AS, juga menyambut optimistis persaingan timnya di Grup B. Berhalter akan datang ke Qatar dengan skuad yang disebut-sebut sebagai generasi emas sepak bola AS. Mereka terdiri dari pemain yang matang di Eropa, misalnya Christian Pulisic, Giovanni Reyna, Weston McKennie, dan Sergino Dest.
Baca juga: Berperang Karena Politik, Bersekutu dalam Pesta Bola
”Setiap lawan kami adalah tim yang sulit. Dengan Inggris akan hadirkan laga yang menarik, Iran adalah tim yang tangguh, dan kami juga sempat menjalani laga uji coba menghadapi Wales,” kata Berhalter kepada BBC.
Demi mempersiapkan diri lebih baik, AS menjadi tim yang tiba paling awal di Qatar. Mereka sudah berada di Qatar, Kamis (10/11/2022) lalu, dan langsung melakukan pemusatan latihan.
Wales pun tidak ingin sekedar menjadi pelengkap di Grup B. Pelatih Wales Rob Page bertekad membuat warga Wales tersenyum dengan performa apik di Qatar. Wales akan menjalani partisipasi Piala Dunia kedua setelah Swedia 1958.
”Kami adalah negara dengan penduduk tiga juta orang, jadi capaian menembus Piala Dunia adalah hal yang luar biasa. Tetapi ketika sudah tiba di putaran final, kami akan tampil serakah (meraih kemenangan),” ujar Page kepada The Guardian.
Baca juga: Adu Magis Talenta Inggris
Di luar adu taktik pelatih dan kualitas pemain, atmosfer ”panas” bernuansa politik akan menjadi bumbu yang menghangatkan persaingan di Grup B. Sebuah pemandangan yang mungkin tidak terulang di edisi Piala Dunia selanjutnya.