Aryna Sabalenka dan Caroline Garcia membuat kejutan dengan lolos ke laga puncak turnamen Final WTA. Itu menjadi final tertinggi dalam karier mereka.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
FORT WORTH, MINGGU — Awal pekan lalu, Aryna Sabalenka menyebut bahwa lolosnya dia ke turnamen Final WTA adalah sebuah keajaiban karena performa yang menurun dibandingkan 2021. Kini, Sabalenka tinggal membutuhkan satu kemenangan seperti halnya Caroline Garcia yang akan menjadi lawannya pada laga puncak.
Sabalenka dan Garcia akan menjalani final terbesar sepanjang karier sebagai petenis profesional. Pertemuan mereka akan terjadi di Fort Worth, Texas, Amerika Serikat, Senin (7/11/2022) pukul 19.00 waktu setempat atau Selasa pukul 08.00 WIB. Sulit menebak siapa yang akan unggul dalam persaingan itu karena Sabalenka dan Garcia berbagi dua kemenangan dari empat pertemuan sebelumnya.
Sabalenka mendapat keajaiban lolos ke Fort Worth meski dengan penampilan yang tak konsisten pada tahun ini. Dia hanya dua kali menembus final dari 20 turnamen, itu pun tanpa gelar juara. Adapun pada 2021, Sabalenka menjuarai WTA 1000 Madrid, serta tampil pada semifinal Wimbledon dan AS Terbuka.
Dari petenis nomor satu dunia, Iga Swiatek, yang menjadi lawannya pada semifinal, Minggu, Sabalenka selalu kalah pada empat pertemuan tahun ini. Satu-satunya kemenangan didapat petenis nomor tujuh dunia itu pada penyisihan grup Final WTA 2021 di Meksiko.
Tak hanya itu, Swiatek tiba di Fort Worth dengan performa spektakuler pada tahun ini, yaitu 67 kali menang dari 76 pertandingan. Performa itu membuahkan delapan gelar juara, termasuk dari dua Grand Slam dan empat turnamen WTA 1000. Swiatek juga tak kehilangan satu set pun saat memenangi tiga pertandingan penyisihan grup. Tak pelak, Swiatek lebih diunggulkan pada semifinal itu.
Satu-satunya yang ada dalam pikiran saya adalah membuat Iga bekerja keras mengejar setiap bola dari saya. Dengan cara itu, saya bisa bermain dengan sangat, baik pada malam ini dan akhirnya bisa mengalahkan Iga.
Namun, dengan bekal daya juang tinggi serta servis dan groundstroke keras, Sabalenka bisa membalikkan prediksi. Dia menang 6-2, 2-6, 6-1. ”Satu-satunya yang ada dalam pikiran saya adalah membuat Iga bekerja keras mengejar setiap bola dari saya. Dengan cara itu, saya bisa bermain dengan sangat baik pada malam ini dan akhirnya bisa mengalahkan Iga,” kata Sabalenka.
Sabalenka membuat Swiatek menjadi petenis kedelapan yang gagal melaju ke final setelah menang 3-0 pada penyisihan grup dengan format round robin. Beberapa jam sebelumnya, Maria Sakkari mengalami hal yang sama karena kalah dari Garcia, 3-6, 2-6. Kegagalan petenis lolos ke final setelah selalu menang dalam fase penyisihan terakhir kali dialami Maria Sharapova dan Garbine Muguruza, tujuh tahun lalu.
Ketika berhadapan dengan Sakkari, Garcia tak terpengaruh sama sekali oleh laga panjang melawan Daria Kasatkina, sehari sebelumnya, saat menang 4-6, 6-1, 7-6 (5). Keberhasilan ke final, juga, menjadi keajaiban bagi petenis Perancis itu. Dia tampil pada Final WTA 2017 dan bertahan hingga semifinal sebelum kalah dari Venus Williams.
”Saya memang sedikit kelelahan. Saat bangun pagi, kaki juga terasa berat. Namun, antusiasme menjalani semifinal mengalahkan kondisi itu. Saya sangat bersemangat,” kata Garcia.
Petenis berusia 29 tahun ini tak menduga bisa kembali ke performa terbaik setelah mencapainya pada periode 2017-2018. Dia mencapai posisi tertinggi dalam peringkat dunia, yaitu posisi keempat, pada 10 September 2018.
Tahun ini, Garcia menjuarai WTA 1000 Cincinnati dan menembus semifinal AS Terbuka. Itu menjadi semifinal pertama baginya di ajang Grand Slam. Dengan rangkaian hasil itu, rankingnya terdongkrak dari posisi ke-74 pada awal 2022 menjadi keenam pada saat ini.
Gelar juara turnamen ATP Masters 1000 Paris yang didapat Holger Rune menempatkan petenis Denmark berusia 19 tahun itu pada peringkat ke-10 dunia, naik dua tingkat dari posisi sebelumnya. Rune menambah petenis remaja putra pada posisi sepuluh besar dunia setelah Carlos Alcaraz, juga berusia 19 tahun, pada urutan teratas.
Rune membuat kejutan pada turnamen ATP Masters 1000 terakhir tahun ini dengan mengalahkan unggulan keenam, Novak Djokovic, 3-6, 6-3, 7-5, pada final, Minggu. Dalam perjalanan menuju final, Rune, juga, menyingkirkan unggulan lain, yaitu Andrey Rublev (7), pada babak ketiga, Alcaraz (1) dalam perempat final, dan Felix Auger-Aliassime (8) di semifinal. Rune menjadi juara termuda Paris Masters setelah Boris Becker juara pada 1986 dalam usia 18 tahun.
”Hasil ini adalah segalanya bagi saya. Jika sebulan lalu Anda mengatakan bahwa saya akan menempati peringkat sepuluh besar, saya akan berkata, ‘Apa? Apakah Anda tidak salah bicara?’ Sekarang, saya berada di posisi itu dan sangat bangga,” kata Rune dalam laman resmi ATP. (AFP/REUTERS)