Pebulu Tangkis Yunior Butuh Banyak Jam Terbang Internasional
Tiga perwakilan Indonesia gagal menang di ajang Yonex-Sunrise Junior International Challenge. Mereka masih perlu menambah jam terbang di kejuaraan internasional.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Ajang Yonex-Sunrise Pembangunan Jaya Raya Junior International Challenge 2022, 1-6 November 2022, menjadi kesempatan bagi para atlet muda untuk menambah pengalamannya di kancah internasional. Dengan bertambahnya pengalaman tersebut, bibit-bibit muda itu nantinya diharapkan mampu mengukir prestasi bagi Indonesia.
Ketua Umum Klub PB Jaya Raya Rudy Hartono mengatakan, kejuaraan internasional itu sangat penting bagi atlet yunior sebagai calon penerus andalan bulu tangkis Indonesia. Maka itu, ia menilai, ajang tersebut harus diadakan setiap tahun baik oleh Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI) maupun pihak lain di luar PBSI.
”Bulu tangkis Indonesia akhir-akhir memang sudah berkembang cukup baik, tapi kondisinya naik-turun. Nah, sekarang ini, kondisinya lagi menurun. Maka, perlu ada kejuaraan internasional seperti ini, setahun sekali atau dua tahun sekali,” ujar peraih juara All England delapan kali itu di Gedung Olahraga PB Jaya Raya, Kota Tangerang Selatan, Banten, Minggu (6/11/2022).
Sementara Ketua Panitia Pelaksana Rosiana Tendean berharap agar peserta dari negara lainnya kembali ikut serta di kejuaraan tersebut pada tahun-tahun berikutnya. Tahun depan, level kejuaraan itu akan dinaikkan menjadi Grand Prix.
”Kami akan melakukan negosiasi terkait hal itu (menaikkan level kejuaraan) pada Federasi Bulu Tangkis Asia,” kata Rosiana, yang juga pebulu tangkis legendaris Indonesia.
Adapun Kepala Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Rionny Mainaky menyampaikan, Junior International Challenge merupakan ajang bagi para pemain yunior di Tanah Air untuk menguji hasil latihannya selama ini dan mengukur kemampuannya saat bertemu para peserta dari luar negeri. Melalui kejuaraan itu, ia berharap muncul bibit-bibit potensial yang bisa direkrut masuk pelatnas bulu tangkis di Cipayung.
Kelelahan dan terkurasnya energi menjadi faktor yang memengaruhi peforma Verrell.
”Nanti akan dilihat dan diuji lagi melalui seleknas untuk bisa bergabung masuk pelatnas,” kata Rionny saat dihubungi dari Jakarta.
Nyaris juara
Pada babak final kejuaraan itu, para perwakilan Indonesia nyaris meraih gelar juara saat meladeni tiga wakil yang berasal dari negara lain, yakni Malaysia, Taipei, dan Thailand. Ketiga wakil Indonesia tersebut kalah melalui gim ketiga.
Pada nomor ganda putra kelompok umur taruna (U-19), pasangan Nikolaus Joaquin dan Verrell Yustin Mulia harus mengakui keunggulan Muhammad Faiq/Lok Hong Quan (Malaysia) 17-21, 21-18, 19-21. Gagal memaksimalkan permainan pada gim pertama, pasangan binaan PB Djarum tersebut mampu merebut gim kedua setelah sempat tertinggal 5-9.
Nikolaus/Verrel, yang mulai terbiasa dengan pola permainan lawannya, lantas dapat menyamai kedudukan. Namun, reli-reli panjang selama tiga gim tersebut ternyata membuat pasangan Indonesia itu perlahan kehilangan fokus.
”Permainan lawan cukup rapat dan pemain Malaysia punya pertahanan yang kokoh. Terakhir-terakhir, saat unggul di gim ketiga, kami mulai kehilangan fokus. Untuk evaluasinya ke depan, harus lebih fokus dan cerdik dalam bermain,” kata Verrell.
Kelelahan dan terkurasnya energi menjadi faktor yang memengaruhi peforma Verrell. Sebelumnya, ia bermain di partai ganda campuran bersama Priskila Venus Elsadai dan menang atas Jonathan Farrell Goshal/Ariella Naqiyyah, 21-11, 21-19. Dengan demikian, Verrel meraih dua capaian, yakni juara ganda campuran dan peringkat kedua ganda putra.
Adapun pada partai final tunggal putri kelompok umur serupa, Kanaya Anisya Putri juga harus mengakui keunggulan Hsing Chen Tsai (Taipei), 21-19, 13-21, dan 17-21. Selanjutnya, pada partai final tunggal putri kelompok umur pemula (U-15), Raisya Affatunisa juga tumbang atas Yataweemin Ketklieng (Thailand), 21-19, 9-21, 18-21.
Salah satu hal yang menarik adalah pemandangan di tribune penonton. Para penonton tetap memberikan dukungan pada ”Garuda Muda” saat wakil Indonesia berhadapan dengan wakil dari negara lain. Mereka seakan melepas identitas klub masing-masing sehingga suasana tribune seketika menjadi padu. Chant-chant yang disorakkan atas nama klub masing-masing pun berubah menjadi nama ”Indonesia”.