Dua kemenangan lagi akan membawa Iga Swiatek menjadi juara untuk kesembilan kali pada tahun ini. Dia harus melewati Aryna Sabalenka lebih dulu pada semifinal turnamen akhir musim, Final WTA.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
FORTH WORTH, SABTU - Iga Swiatek dan Aryna Sabalenka akan bertemu untuk kedua kalinya dalam ajang Final WTA. Berbeda dengan 2021 ketika Sabalenka lebih diunggulkan, kali ini Swiatek lebih favorit.
Dengan tiga kemenangan tanpa kalah, yang selalu berlangsung straight sets, pada fase penyisihan, Swiatek mendominasi Grup Tracy Austin. Di Fort Worth, Texas, dia mengalahkan Caroline Garcia, Daria Kasatkina, dan Cori “Coco” Gauff. Dalam laga terakhir di grup, pada Sabtu (5/11/2022) atau Minggu pagi waktu Indonesia, Swiatek mengalahkan Coco dengan telak, 6-3, 6-0.
Sabalenka, yang menempati peringkat kedua Grup Nancy Richey, meraih dua kemenangan dari tiga pertandingan. Peringkat teratas grup tersebut ditempati Maria Sakkari yang berhadapan dengan Caroline Garcia (peringkat kedua Grup Tracy Austin) pada semifinal.
Diikuti delapan wakil, tunggal dan ganda, yang berperingkat teratas dari turnamen tahun ini, fase penyisihan dibagi dalam dua grup menggunakan format round robin. Semifinal mempertemukan juara dan peringkat kedua dari grup berbeda.
Semifinal pertama, Sakkari melawan Garcia, berlangsung Minggu pukul 15.30 waktu setempat (Senin pukul 03.30 WIB). Adapun Swiatek melawan Sabalenka dimulai pukul 07.00 WIB.
Pada Final WTA 2021 yang berlangsung di Meksiko, Sabalenka yang berperingkat kedua ditempatkan sebagai unggulan teratas karena absennya petenis nomor satu dunia, Ashleigh Barty. Adapun Swiatek hanya ditempatkan sebagai unggulan kelima.
Tahun ini, situasi berubah. Swiatek tiba dengan status ranking pertama hingga berhak menjadi unggulan teratas. Dia tiba di Fort Worth dengan delapan gelar juara, termasuk dari Grand Slam Perancis dan AS Terbuka, sedangkan Sabalenka datang tanpa satu gelar pun.
Meski demikian, Swiatek tidak ingin berhenti dengan delapan gelar itu. “Ini adalah turnamen terakhir pada musim ini. Saya justru bermain tanpa beban hingga bisa mengerahkan fisik dan mental seratus persen. Tidak ada yang saya khawatirkan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya,” tutur petenis Polandia berusia 21 tahun itu.
Fokusnya sangat terjaga setiap kali dia tampil, termasuk ketika melawan Coco. Dalam kondisi unggul atau tertinggal, kemampuan Swiatek menjaga fokus terlihat dari sorot mata yang tajam. Jika kehilangan poin karena unforced error, dia memejamkan mata sejenak sambil menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. Sebaliknya, Coco selalu memperlihatkan sikap tubuh dan ekspresi wajah frustasi.
“Saya tidak pernah kalah dalam waktu secepat itu. Namun, saya tidak boleh larut dalam kekecewaan karena bisa tampil di sini adalah kesempatan besar bagi saya. Selain itu, saya harus segera mengalihkan fokus pada Piala Billie Jean King,” ujar Coco yang akan membela AS pada putaran final kejuaraan beregu putri, Piala Billie Jean King (dulu Piala Fed), di Glasgow, Skotlandia, 8-13 November.
Kemampuan dalam menjaga fokus seperti yang diperihatkan saat melawan Coco itulah yang menjadi pembeda Swiatek dengan petenis lain pada tahun ini. Sabalenka harus menghadapinya setelah empat kali kalah dari lima pertemuan sebelumnya. Empat kekalahan terjadi pada tahun ini.
Meski unggul dalam statistik pertemuan, Swiatek tahu bahwa dia harus selalu waspada menghadapi Sabalenka. Pada pertemuan terakhir yang terjadi dalam semifinal AS Terbuka, Swiatek kehilangan set pertama meski akhirnya menang 3-6, 6-1, 6-4.
Pada salah satu laga dalam penyisihan grup, Sabalenka bisa keluar dari tekanan saat berhadapan dengan Ons Jabeur. Dia menang 3-6, 7-6 (5), 7-5.
Tunggal putra nomor satu dunia, Carlos Alcaraz, mengakhiri musim 2022 lebih cepat dengan cara yang tak diinginkan semua atlet, yaitu beristirahat karena cedera. Petenis Spanyol itu tak menyelesaikan perempat final ATP Masters 1000 Paris saat berhadapan dengan Holger Rune karena cedera otot perut.
“Setelah mengundurkan diri, saya melakukan tes. Sayangnya, hasilnya adalah terdapat robekan di otot perut bagian kiri. Dibutuhkan waktu sekitar enam pekan untuk pemulihan. Dengan kondisi ini, saya tidak akan tampil dalam Final ATP dan putaran final Piala Davis,” katanya.
Setelah Paris Masters, dua turnamen itu semula berada dalam agenda petenis berusia 19 tahun tersebut. Dia menjadi salah satu dari delapan petenis yang berhak tampil pada ajang Final ATP di Turin, Italia, 13-20 November. Setelah itu, Alcaraz seharusnya membela Spanyol pada putaran final Piala Davis di negaranya pada 22-27 November.
“Rasanya berat dan menyakitkan harus membatalkan keikutsertaan dalam dua ajang itu. Padahal, keduanya sangat penting bagi saya. Namun, saya harus berpikir positif agar bisa segera pulih,” ujarnya.
Setelah mengundurkan diri, saya melakukan tes. Sayangnya, hasilnya adalah terdapat robekan di otot perut bagian kiri.
Alcaraz berusaha meraih gelar ketiga dari turnamen ATP Masters 1000 tahun ini setelah menjadi juara di Miami dan Madrid. Namun, dia tak dapat mewujudkannya karena terhenti di perempat final. “Pada akhir set kedua, saya merasa ada yang salah. Saya tak bisa servis dan melakukan forehand dengan baik. Saat memutar tubuh dari pinggang ke atas, sakitnya makin terasa,” katanya.
Dengan kepastiannya absen di Turin, posisi Alcaraz akan digantikan Taylor Fritz. Tujuh petenis lain yang lolos ke turnamen elite itu adalah Rafael Nadal, Novak Djokovic, Stefanos Tsitsipas, Daniil Medvedev, Andrey Rublev, Casper Ruud, dan Felix Auger-Aliassime. Sebelum tampil di Turin, Djokovic bersaing dengan Rune pada final Paris Masters, Minggu. (AP/AFP)